top of page

Korea Selatan : Petualangan yang Bukan Sebatas Seoul (Bagian Ketiga)

  • Gambar penulis: Bakuyyyy
    Bakuyyyy
  • 22 Sep 2024
  • 30 menit membaca

Diperbarui: 13 Okt 2024

Jeonju Day 8, 28 Januari 2023

Bakuy tiba di Jeonju sudah sekitar pukul 8 malam. Sejujurnya, Bakuy tuh ada janji ketemu sama teman Bakuy di kota ini. Tapi ternyata dia ada urusan mendadak, jadinya batal deh. Agak sakit hati sih sebenernya hehe. Soalnya, yang ngajakin ketemuan juga dia, bukan Bakuy. Uda direncanakan dari jauh-jauh hari pula. Aneh kan kalau tiba-tiba dibatalin mendadak? Uda gitu dibatalinnya tuh bener-bener hanya sesaat sebelum keretanya Bakuy sampai di Jeonju.

Salah satu sudut kota Jeonju, Propinsi Jeolla-buk

Hmm, entah ini kebiasaan orang Korea atau gimana, tapi menurut Bakuy kelakuan kayak gini tuh gaada etika sih haha. Kalau memang sejak awal engga bisa, yauda. Kalau cuma mau menyapa sahaja, yauda gausa janjiin apa-apa. Toh Bakuy bukan yang mau menyusahkan kok. Bakuy punya dana dan waktu serta pengetahuan yang cukup untuk eksplor Korea sendirian. Jadi gausa yang sok-sok ramah di depan tapi ujung-ujungnya dikhianati juga. Karena kalau uda kek gini kan Bakuy jadi susah. Soalnya Bakuy uda beliin suvenir dari Indonesia demi membalas kebaikan hatinya yang secara sukarela dan tanpa diminta untuk menemani Bakuy eksplor Jeonju.


Eh maaf ya jadi curcol hehehehe…


Yauda, biarkan sahaja. Bakuy gamau liburan Bakuy yang tadinya menyenangkan harus rusak hanya gara-gara orang yang mengingkari omongannya sendiri.

Tempat persewaan hanbok yang banyak tersebar di Jeonju

Sesampainya di Jeonju, pihak guesthouse Bakuy ternyata ngirim pesan yang isinya menanyakan Bakuy sudah sampai mana dan kira-kira akan sampai jam berapa. Bakuy langsung ngerasa ga enak karena udah bikin tuan rumahnya nungguin. Yauda deh Bakuy buru-buru balas dan bilang kalau Bakuy baru sahaja sampai di Jeonju dan saat itu masih di stasiun. Bakuy juga bilang mungkin baru akan sampai sana sekitar 30-45 menit lagi (karena Bakuy belum tau persis juga kan kondisi lalu lintas di Jeonju gimana dan apakah jarak dari stasiun ke guesthouse akan jauh atau tidak).

Gang-gang era Joseon yang ada di Jeonju Hanok Village

Menurut informasi dari temannya Bakuy, bus di Jeonju masih beroperasi selama masih di bawah pukul 11 malam. Tapi Bakuy malas harus susah-susah naik bus sambil bawa koper segede gaban. Akhirnya Bakuy pun memutuskan untuk naik taksi sahaja. Beruntung, Bakuy dapat sopir taksi yang ramah banget. Beda dengan sopir taksi di Seoul yang awalnya jutek, sopir taksi di Jeonju langsung tampak ramah begitu Bakuy menjelaskan pakai bahasa Korea. Bakuy tersentuh banget waktu dia bilang, ā€œķ•œźµ­ė§ ģž˜ ķ•˜ģ‹œė„¤ģš”! (hangungmal jal hasineyo!)ā€ yang artinya ā€˜wah, bahasa Korea kamu bagus!’ hehe, ga sia-sia ternyata belajar bahasa Korea otodidak selama pandemi supaya bisa nonton drama tanpa subtitel haha.

Jeonju Hanok Village

Ongkos taksi dari Jeonju Station ke guesthouse-nya Bakuy adalah KRW 7200. Sama seperti di Seoul, Bakuy bayar pakai kartu Jenius dan lancar jaya tanpa masalah. Pun begitu ketemu ahjumma si pemilik guesthouse-nya, ternyata ramah bangetttt! Dia bilang dia lega banget karena Bakuy bisa bahasa Korea karena bahasa Inggris-nya dia terbatas haha. Bakuy juga merasa bangga banget bisa ngerti omongan serta arahannya dia mulai dari jam sarapan, cara ngunci pintu, cara gelar futon, sakelar-sakelar lampu, dan lain sebagainya. Memang, kalau untuk percakapan sehari-hari sih, Bakuy bisa paham. Yang agak susah itu kalau sudah yang teknis banget, misal cara mengoperasikan mesin pembuat mi instan hehe.

Terpaksa taro koper di bawah karena kompartemennya penuh. Plis kalau salah jangan di-bully, karena Bakuy juga kurang tau kalau penuh harus bagaimana. Plis yang tahu bisa share yaa

Karena hari itu sudah malam, Bakuy baru bisa eksplor Jeonju keesokan harinya. Sarapan dari guesthouse keesokan harinya adalah bubur wijen hitam atau heuk'imja-juk (ķ‘ģž„ģžģ£½/é»‘čå­ē²„) dengan gula terpisah, buah-buahan, teh, kopi, roti, dan telur mata sapi. Enak bangettt dan mengenyangkan. Setelah itu, Bakuy pun bersiap untuk mengeksplor kota Jeonju!


Jeonju Hanok Village (ģ „ģ£¼ķ•œģ˜„ė§ˆģ„/å…Øå·žéŸ“å±‹ė§ˆģ„)

Kalau di Seoul ada Bukchon dan Namsangol, Jeonju punya desa sendiri yang memang merupakan daerah historik tempat banyak sekali rumah-rumah tradisional Korea yang berusia ratusan tahun. Rumah-rumah tersebut masih dihuni hingga hari ini dan menjadi magnet pariwisata paling dominan di Jeonju. Orang-orang Jeonju sering menyombongkan diri begini, ā€˜desa hanok (rumah tradisional Korea) yang ada di Seoul itu tidak ada apa-apanya, karena kompleks hanok terbesar di Korea itu ya adanya di Jeonju!’

Penampakan Jeonju dari atas bukit

Kota Jeonju sendiri memang memiliki sejarah yang sangat panjang. Sejarawan percaya bahwa kota Jeonju merupakan pusat perdagangan yang dibangun Baekje sekitar abad ke-57 SM. Walaupun Baekje pada akhirnya dikalahkan oleh Silla, kota Jeonju tetap tidak kehilangan kharismanya. Bahkan, kota ini menjadi pusat pemikiran reformasi yang menentang sistem perpajakan yang diterapkan oleh Pemerintah pada saat itu.

Konsentrasi hanok (rumah tradisional Korea) terbesar di Korea Selatan ada di sini

Kota Jeonju menjadi pusat pemberontakan yang pada akhirnya berhasil membebaskan diri dari Silla, meski pada akhirnya jatuh juga ke tangan Goryeo. Kendati demikian, Jeonju bukanlah kota yang mudah ditaklukkan sebab warga kota tersebut kerap melakukan perlawanan. Salah satunya pada tahun 1182 ketika warga kota tersebut menentang kerja paksa dan perbudakan yang diterapkan oleh Goryeo.

Yukhoe, beef sashimi yang lezat. Ini engga amis sama sekali dan engga ada darah-darahan juga yaa

Keistimewaan Jeonju bermula di tahun 1392 ketika Yi Seong-gye berhasil menaklukkan Goryeo dan mendirikan negara baru bernama Joseon. Jeonju memiliki ikatan kuat dengan para penguasa Joseon sebab Jeonju merupakan kampung halaman dari leluhur Dinasti Yi. Para keturunan Dinasti Yi, termasuk Yi Seong-gye dan raja-raja setelahnya, percaya bahwa leluhur mereka terpaksa mengungsi dari Jeonju diakibatkan pemberontakan tahun 1182.

Kota Jeonju dipercaya sebagai kampung halaman Dinasti Yi/Lee, penguasa Joseon di Semenanjung Korea

Perlakuan istimewa dari Dinasti Yi terhadap Jeonju juga dapat terlihat dari ditunjuknya kota ini – bersama hanya tiga kota lainnya di Korea – untuk menyimpan salinan Annals of the Joseon Dynasty atau Veritable Records of the Joseon Dynasty/Joseon Wangjo Sillok (ģ”°ģ„ ģ™•ģ”°ģ‹¤ė”/ęœé®®ēŽ‹ęœåÆ¦éŒ„). Buku ini adalah catatan kebijakan serta kejadian dari tiap-tiap masa pemerintahan raja Joseon yang dikumpulkan dan dibukukan.


Sejarah desa hanok di Jeonju sendiri dipercaya sudah ada sejak periode Silla. Pada saat itu, orang-orang membangun pemukiman di tanah datar di sekeliling pegunungan. Setelah membangun desa, mereka pun mulai membangun tembok kota sebagai pertahanan. Makin lama, makin banyak pedesaan yang tumbuh dan membentuk sebuah kota. Orang-orang inilah yang menjadi benih-benih desa hanok di Jeonju saat ini.

Pemandangan kota Jeonju dari balkon salah gerbang Jeonju Hyanggyo

Setelah tembok kota dihancurkan pada masa Kekaisaran Korea, wilayah permukiman justru semakin meluas hingga ke Pungnam-dong dan Gyo-dong. Perluasan ini dilakukan oleh kaum yangban (ģ–‘ė°˜/å…©ē­) atau aristokrat, sehingga semakin banyak rumah-rumah berarsitektur hanok di desa ini.


Meskipun bernasib sama dengan Bukchon karena sama-sama dikomersialisasi, perbedaan atmosfir di Jeonju dengan Bukchon begitu terasa. Di Bukchon, terdapat semacam tuntutan batin untuk selalu menjaga sikap dan tidak berisik. Tiapkali mengambil foto, Bakuy selalu berpikir dua kali untuk memastikan tidak akan ada warga yang keberatan kalau Bakuy mengambil gambar di spot tersebut.

Daerah hanok village merupakan daerah pariwisata, jadi tidak heran kalau daerah ini hanya sepi saat pagi hari

Akan tetapi, di Jeonju segalanya berbeda. Desa hanok yang ada di Jeonju, meskipun masih digunakan sebagai permukiman warga, memang didesain untuk pariwisata. Tidak akan ada warga yang keberatan kalau para turis mengambil gambar di mana sahaja, selama tentu dengan menjaga etika. Berbeda dengan warga di Bukchon, warga di Jeonju sudah sangat terbiasa dengan turis. Mereka bahkan menghidupi kebutuhan sehari-hari dengan kunjungan turis, seperti misalnya dengan membuka guesthouse, membuka restoran, menjual suvenir atau makanan, meminjamkan hanbok, dan lain sebagainya. Sebagian warga mungkin ada yang mengeluhkan kebisingan atau tingkah laku para turis, tapi perekonomian Jeonju dan pariwisata sudah terlalu lekat sehingga sangat mustahil untuk dipisahkan.


Sebagai kota yang menjadi tanah leluhur para penguasa Joseon, kota Jeonju sangat identik dengan kebudayaan tradisional Korea. Bahkan, sebagian orang menganggap Jeonju sebagai jantung dari kebudayaan Korea itu sendiri. Hal ini cukup lumrah, mengingat Dinasti Yi pernah berkuasa lebih dari 500 tahun, sehingga adat istiadat serta identitas pada masa itu begitu melekat di hati orang Korea. Kendati demikian, terdapat satu hal lagi yang unik di Jeonju, yaitu keberadaan Katedral Jeondong yang terletak tidak jauh dari Gyeonggijeon.

Di Jeonju, banyak bekas sekolah-sekolah Konfusianisme yang menjadi agama resmi di era Joseon

Seperti yang sudah Bakuy jelaskan sebelumnya, pada era Joseon, Konfusianisme merupakan filosofi dan fondasi negara. Paham selain Konfusianisme, seperti Buddhisme dan apalagi Kekristenan, akan dianggap sebagai ancaman nasional yang pasti mendapatkan diskriminasi dari Pemerintah Joseon. Walau demikian, katedral ini tetap berdiri di Jeonju sebagai simbol misionaris di Semenanjung Korea.


Katedral Jeondong, atau secara lengkapnya adalah Katedral Jeondong Francis Xavier, merupakan sebuah gereja Katholik bergaya Romawi Bizantium yang dibangun antara tahun 1908 hingga 1914 oleh Pastor Victor Louis Poinel, seorang Prancis yang juga mendesain Katedral Myeongdong. Katedral ini didirikan di atas tanah yang menjadi lokasi kemartiran orang-orang Katholik yang dieksekusi oleh Pemerintah Joseon akibat keyakinan mereka yang ā€˜menyimpang’ dari Konfusianisme.

Katedral Jeondong, salah satu simbol penyebaran agama Katholik yang deras di Korea Selatan

Tiga orang yang dieksekusi di tanah tempat katedral ini berdiri antara lain Paul Yoon Ji-chung, James Kwon Sang-yeon, dan Francis Yoon Ji-heon. Ketiganya merupakan orang Korea pertama yang memutuskan untuk mengimani agama Katholik sehingga harus mengalami penyiksaan parah hanya karena berbeda keyakinan. Ketiga orang ini merupakan orang-orang dari kalangan bangsawan yang akhirnya dieksekusi di abad ke-18 dengan cara pemenggalan.


Agama Kristen di Korea sendiri bermula dari Tiongkok. Pada saat itu, di Tiongkok terjadi penyebaran agama Kristen secara besar-besaran terutama di selatan yang berbatasan dengan Hong Kong (dikuasai Inggris) dan Makau (dikuasai Portugis). Orang-orang Korea banyak yang penasaran dengan ajaran baru tersebut dan memutuskan untuk mempelajarinya di sana.

Stasiun Jeonju

Setelah mendalami agama Kristen di Tiongkok selama beberapa tahun, orang-orang ini memutuskan untuk kembali ke Korea untuk mewartakan Injil pada bangsa mereka. Dan, ternyata, ajaran ini menarik banyak ketertarikan di kalangan rakyat Korea. Tentu sahaja, perbedaan keyakinan akan dianggap sebagai ancaman bagi Dinasti Joseon yang berkuasa dengan menjadikan Konfusianisme sebagai fondasi negara. Oleh sebab itu, perpindahan ke agama Kristen menjadi dilarang dan siapapun yang melakukannya maka akan terancam mendapat hukuman penyiksaan hingga eksekusi mati. Situasi ini kurang lebih sama seperti yang dialami orang-orang Kristen di Nagasaki, Jepang.

Patung comfort women yang banyak tersebar di Korea. Di belakangnya adalah bekas gerbang kota tua Jeonju

Pemerintah Joseon mulai membuka diri terhadap agama Kristen menjelang akhir abad ke-19. Itupun demi mendapatkan simpati dari negara-negara Eropa sebab Korea membutuhkan dukungan mereka supaya bisa membendung pengaruh Jepang.


Gyeonggijeon (경기전/ę…¶åŸŗę®æ) and Royal Portrait Museum (얓진박물꓀/å¾”ēœžåšē‰©é¤Ø)

Gyeonggijeon yang berarti ā€˜Kuil Fondasi yang Mulia’ didirikan pada tahun 1410. Seperti yang telah Bakuy jelaskan sebelumnya, wangsa Yi percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Jeonju tetapi terpaksa harus mengungsi ke utara akibat pemberontakan tahun 1182. Maka dari itu, segera setelah mendirikan Dinasti Joseon pada tahun 1392, Raja Taejo (nama aslinya Yi Seong-gye) memerintahkan pembangunan Gyeonggijeon di Jeonju – kampung halaman leluhurnya. Kuil ini nantinya akan berfungsi sebagai tempat persemayaman potret dirinya. Tentu saja ini juga simbol berdirinya sebuah wangsa baru. Kuil ini sebelumnya telah dua kali mengganti nama hingga akhirnya menggunakan nama yang dikenal saat ini sejak tahun 1442 atau tahun ke-24 pemerintahan Raja Sejong yang Agung.

Potret pintu masuk Gyeonggijeon

Ketika Perang Imjin meletus, Gyeonggijeon mengalami nasib yang sama dengan sebagian besar bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Korea. Kuil ini dibakar habis oleh tentara Jepang hingga yang tersisa hanyalah reruntuhan. Satu hal yang patut disyukuri adalah karena pada saat itu potret diri Raja Taejo yang berharga tengah dipindahkan ke tempat lain. Sehingga, potret itu pun selamat dari kebiadaban pasukan Jepang. Setelah Jepang kalah, kuil ini baru dibangun kembali pada tahun 1614.

Ciri khas bibimbap Jeonju adalah adanya kuning telur mentah di tengah lauk pauk lain

Pada tahun 1872, Gyeonggijeon direnovasi secara menyeluruh berbarengan dengan dibuatnya salinan potret diri mendiang Raja Taejo di tahun yang sama. Lukisan inilah yang hingga hari ini disemayamkan di Gyeonggijeon sementara lukisan generasi pertama telah lusuh dan rusak termakan usia.

Tampilan interior Gyeonggijeon yang mirip dengan istana-istana di Seoul

Aula utama Gyeonggijeon (atau ā€˜Jeongjeon’ dalam bahasa Korea) hingga hari ini masih menyimpan potret diri Raja Taejo. Potret itu menggambarkan Raja Taejo yang mengenakan jubah biru bersimbol naga tengah menduduki tahtanya. Sejak dahulu, potret diri dari arah depan memerlukan teknik yang sangat sulit. Oleh sebab itu, para pelukis pada masa itu menggunakan berbagai cara supaya mampu menggambarkan fisik sang raja secara maksimal. Tentu sahaja dengan sedikit tambahan supaya aura karismatik sang raja tetap terlihat meski hanya dari potret diri.

Lukisan potret diri Yi Seong-gye (Raja Taejo), raja pertama Dinasti Joseon. Lukisan ini aslinya engga boleh difoto, tapi Bakuy terlanjur ambil foto sebelum menyadari aturan tersebut hehe

Selain aula utama, kompleks Gyeonggijeon juga mencakup Kuil Jogyeongmyo. Kuil ini merupakan kuil yang didedikasikan untuk Yi Han, nenek moyang wangsa Yi, beserta istrinya yang berasal dari klan Gyeongju Kim. Di dalam kompleks ini juga terdapat Royal Portrait Museum yang memberi informasi serta catatan-catatan sejarah tentang potret diri para raja mulai dari teknik penggambaran, material yang digunakan, cara penyimpanan, hingga ritual, alat-alat kebesaran, sampai transportasi yang digunakan saat pemindahan potret diri dilakukan.


Note : potret diri Raja Taejo, pada saat Bakuy berkunjung, dipajang di museum ini dan bukan di aula utama. Mungkin karena pada saat itu memang sedang ada renovasi, sehingga potret diri tersebut dipindahkan. Akan tetapi, potret diri ini sebetulnya tidak boleh difoto. Bakuy awalnya tidak tahu jadi Bakuy foto, eh pas lihat kanan-kiri ternyata engga ada yang foto. Baru deh pas keluar, Bakuy lihat ada larangan untuk mengambil foto huhu. Maaf ya, Bakuy engga sengaja. Tapi sayang juga kalau harus dihapus jadi yauda Bakuy simpan sahaja supaya bisa dibagikan ke teman-temankuy hehe.

Salah satu sudut di Gyeonggijeon

Royal Portrait Museum, pada saat Bakuy berkunjung, terdiri dari dua lantai. Lantai pertama hanya menyimpan potret diri Raja Taejo serta video tentang teknik pembuatan lukisan tersebut. Sementara itu, terdapat lantai bawah tanah yang menyimpan lebih banyak artefak sejarah terkait dengan potret diri para raja. Oh iya, di bagian bawah ini pula terdapat potret diri raja-raja yang lain seperti Raja Sejong, Raja Yeongjo, Raja Jeongjo, Raja Cheoljong, Raja Gojong, dan Raja Sunjong.

Potret diri Raja Sejong, raja Joseon yang paling populer karena jasanya menciptakan alfabet Korea, hangeul

Walaupun Raja Sejong merupakan raja yang paling dikenal dan dihormati atas jasanya mendesain hangeul, Bakuy lebih tertarik dengan potret diri Raja Cheoljong. Raja yang dicap lemah dan bodoh ini begitu populer di mata Bakuy berkat drama Mr Queen haha. Oh iya, potret diri Raja Cheoljong yang ada di sini merupakan salinan karena potret diri yang asli sudah hangus setengahnya akibat kebakaran.

Manuskrip silsilah keluarga kerajaan yang sangat penting untuk menentukan penerus tahta

Selain Raja Cheoljong, Bakuy juga tertarik pada potret diri Raja Gojong. Raja Gojong merupakan raja yang mencoba melakukan reformasi dalam tubuh pemerintahan Joseon. Reformasi ini bisa dibilang cukup sukses mentransformasi Korea menjadi negara dengan sistem pemerintahan mendekati gaya Barat sekaligus menyingkirkan klan-klan korup seperti Andong Kim dan Pungyang Jo dari kekuasaan. Sayangnya, upaya Raja Gojong selalu diganggu oleh Jepang yang mulai menjadikan Korea sebagai target penjajahan selanjutnya.


Setelah Raja Gojong berhasil dipaksa turun tahta oleh Jepang, muncullah Raja Sunjong. Raja Sunjong tak lebih dari penguasa boneka. Meskipun kekuasaan secara de jure berada di tangannya, secara de facto dia tidak berkutik sama sekali sebab pemerintahannya hanya dipenuhi orang-orang Jepang atau bahkan politikus Korea yang pro-Jepang seperti Ye Wanyong. Raja Sunjong hanya bertahta sebentar sebab ia dipaksa untuk menyerahkan negaranya pada penjajahan Jepang.

Pengunjung bisa bermain-main dengan mengganti foto wajah para raja/ratu dengan foto sendiri

Yang menyenangkan dari museum ini adalah terdapat mesin yang membuat teman-temankuy bisa menghasilkan gambar wajah teman-temankuy di dalam foto raja-raja Joseon. Bakuy mencoba berfoto menggunakan potret diri Raja Cheoljong dan Raja Sunjong. Hasilnya lucu banget haha.

Museum yang menyimpan alat-alat ritual tradisional keluarga kerajaan

Untuk teman-temankuy yang ingin mencoba, caranya mudah dan gratis! Teman-temankuy hanya perlu duduk di tempat yang sudah disediakan lalu mengatur posisi wajah sesuai arahan layar. Setelah itu, tinggal menekan tombol dan gambar pun dapat diunduh hanya dengan memindai QR Code! Kalau teman-temankuy mau, teman-temankuy bisa membaginya ke layar proyektor. Jika teman-temankuy melakukan ini, nanti hasil potret diri teman-temankuy akan muncul di layar proyektor sehingga orang-orang bisa melihat. Seru banget, kan? Tapi Bakuy sih engga berani haha. Cukup Bakuy jadikan konsumsi pribadi sahaja.


Jeonju Hyanggyo (전주햄교/å…Øå·žé„‰ę ”)

Hyanggyo merupakan sekolah berbasis asrama yang berfokus pada pendidikan nila-nilai Konfusianisme yang tumbuh di era Joseon. Pada saat itu, pendidikan memang lebih berfokus pada hal-hal yang bersifat nilai-nilai kemasyarakatan serta filsafat ketimbang ilmu eksakta. Menurut Bakuy, mungkin konsepnya mirip dengan pondok pesantren, yang lebih fokus pada ilmu agama ketimbang ilmu sains. Orang-orang yang lulus dari Hyanggyo merupakan kaum terpelajar atau aristokrat. Mereka diharapkan dapat lulus Ujian Negara atau gwageo (과거/ē§‘ę“§) agar dapat menjadi pegawai negeri.

Tampak depan pintu gerbang Jeonju Hyanggyo

Hampir setiap kota di Joseon memiliki hyanggyo sendiri pada masa itu, termasuk di Jeonju. Akan tetapi, dulunya hyanggyo yang berdiri saat ini bukan terletak di sini, melainkan di dalam kompleks Gyeonggijeon. Hyanggyo yang sekarang merupakan hasil dari pembangunan kembali yang dilakukan oleh Raja Seonjo pada tahun 1603. Sebab, baik Gyeonggijeon maupun hyanggyo yang ada di dalamnya sama-sama ludes dibakar oleh pasukan Toyotomi Hideyoshi dari Jepang.

Daeseongjeon, aula tempat penyimpanan manuskrip sakral

Pintu utama Jeonju Hyanggyo adalah Manhwaru (ė§Œķ™”ė£Ø/č¬åŒ–ęØ“). Manhwaru merupakan sebuah gerbang besar dengan balkon di bagian atas yang berfungsi sebagai tempat bagi para pelajar di masa lalu untuk sekadar mengobrol maupun bersantai. Teman-temankuy harus mencoba naik ke lantai dua ini karena pemandangan kota desa hanok, walaupun hanya terlihat sedikit karena tidak tinggi, lebih tampak dari atas. Sekalian juga teman-temankuy bisa membayangkan kehidupan para pelajar di masa lalu yang tengah menyingkirkan penat setelah mempelajari kitab Konfusianisme seharian.

Myeonnyundang, aula tempat dijalankannya kegiatan perkuliahan
Asrama tempat tinggal para pelajar Konghucu

Manhwaru akan langsung membawa teman-temankuy ke gerbang lapis kedua selanjutnya yakni Ilwolmun (ģ¼ģ›”ė¬ø/ę—„ęœˆé–€) yang berarti ā€˜gerbang untuk bulan dan matahari’. Berbeda dengan Manhwaru yang mempunyai balkon di bagian atas, Ilwolmun murni hanya terdiri dari sebuah gerbang megah dengan tiga pintu – dua di sisi kanan dan kiri, serta satu di tengah. Gerbang di bagian tengah merupakan gerbang yang paling megah tapi hampir selalu terkunci sebab gerbang tersebut hanya diperuntukkan bagi raja.


Setelah melewati Ilwolmun, teman-temankuy akan disambut oleh satu bangunan paling besar di seluruh hyanggyo. Bangunan itu bernama daeseongjeon (ėŒ€ģ„±ģ „/大成殿) yang mempunyai arti ā€˜aula pencapaian agung’. Aula ini merupakan lokasi penyimpanan kitab hikayat sakral dari Tiongkok dan Joseon serta abu dari tujuh pelajar Tiongkok dan delapan belas pelajar Joseon. Sejak dahulu, dikarenakan fungsi serta nilai filosofisnya, aula ini merupakan tempat paling sakral di hyanggyo ini.

Suasana sekolah Konghucu yang masih tradisional di Jeonju

Sama seperti arsitektur tradisional Korea lainnya, terdapat taman-taman yang luas di dalam kompleks hyanggyo. Namun, yang cukup menarik perhatian adalah dua pasang pohon ginkgo yang masih berdiri kokoh walaupun telah berusia 400 tahun lebih. Pohon ini sama sekali tidak diganggu oleh hama. Maka dari itu, pohon ini mempunyai makna sesuai prinsip hidup para pelajar Konfusianisme yang tidak tercemar oleh hal-hal buruk.


Tak jauh dari dua pohon ginkgo tersebut merupakan sebuah bangunan bernama Myeongnyundang (ėŖ…ė„œė‹¹/ę˜Žå€«å ‚). Myeongnyundang mempunyai arti ā€˜aula pencerahan’, sebab di sinilah para pelajar melakukan proses perkuliahan. Hal ini disebabkan karena para pelajar ini diharapkan dapat memberi pencerahan bagi kemajuan negara melalui ilmu-ilmu yang mereka dapat saat menempuh studi di hyanggyo. Sementara itu, asrama para pelajar terletak di sisi kiri dan kanan dari Myeongnyundang.

Myeongnyundang, aula tempat terjadinya kegiatan perkuliahan

Mengunjungi Jeonju Hyanggyo merupakan satu hal yang Bakuy sangat rekomendasikan karena situs ini merupakan salah satu situs yang paling ikonik di Jeonju selain Gyeonggijeon dan Katedral Jeondong. Di samping itu, Jeonju Hyanggyo juga cukup sering muncul dan menjadi latar tempat di beberapa drama sageuk antara lain Moonlight (구넓미 그린 달빛) yang diperankan aktris muda Kim Yoo-jung dan aktor tampan Park Bo-gum, Sungkyunkwan Scandal (ģ„±ź· ź“€ģŠ¤ģŗ”ė“¤) yang diperankan Park Min-young, Song Joong-ki, dan Yoo Ah-in, serta Princess Hours (궁) yang diperankan Joo Ji-hoon, Yoon Eun-hye, Song Ji-hyo, dan Kim Jeong-hoon.


Jeonju-Busan Day 9, 29 Januari 2023

Walaupun menyenangkan, tapi teman-temankuy engga perlu menghabiskan waktu terlalu lama di Jeonju. Kota ini memang luas, tapi hampir seluruh tempat wisatanya terkonsentrasi di daerah Hanok Village. Jadinya teman-temankuy bisa eksplor dengan jalan kaki, dan sekiranya 1,5 hari sudah cukup untuk eksplor seluruh destinasi yang ada di Jeonju.

Suasana penginapan Bakuy di Jeonju

Setelah sarapan di guesthouse, Bakuy pun meminta sajangnim (ģ‚¬ģž„ė‹˜/ē¤¾é•·ė‹˜) yang artinya pemilik guesthouse untuk memanggilkan taksi ke stasiun. Sama seperti kota-kota lain di Korea Selatan, bayar taksi ini pun bisa pakai kartu kredit. Pokoknya praktis deh! Setelah itu, Bakuy pun melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya yakni Busan yang memakan waktu nyaris seharian. Wow, ini Bakuy benar-benar sedang melakukan perjalanan Train To Busan hehe...

Sarapan lezat dari penginapan

Di Busan, Bakuy sengaja memilih hotel yang dekat banget sama Stasiun Busan. Alasannya? Tentu saja supaya ga ribet nyari-nyari penginapan. Soalnya stasiun di negara-negara Asia Timur pasti terletak tepat di pusat kota. Jadinya ke mana-mana gampang karena transportasi publik ada di mana-mana.

Suasana pagi di Stasiun Jeonju

Oh iya untuk teman-temankuy yang masih belum tau, tepat di seberang Stasiun Busan adalah Chinatown. Selayaknya Chinatown di seluruh dunia, itu adalah tempat berkumpulnya makanan lezat. Walaupun menurut Bakuy daerah itu sepertinya tidak terlalu aman. Mungkin karena di sana banyak imigran jadinya terasa lebih gelap aja. Tapi bukan yang sampai bahaya banget gitu, cuma ada rasa kurang nyaman gitu deh waktu jalan sendirian di sana malam-malam.

Stasiun Busan

Mengingat Busan adalah kota pantai, otomatis Bakuy langsung mengincar yangnyeom gejang hoho. Udah pasti, dong, kan Bakuy udah sempat nyobain lezatnya ganjang gejang tuh di Seoul, jadi sekarang Bakuy mau nyobain yangnyeom gejang. Caranya cukup cari aja di Navermap 'yangnyeom gejang' nanti akan ditunjukin restoran-restoran yang punya menu tersebut. Sayangnya kok pas Bakuy datangin, ternyata mereka cuma punya ganjang gejang. Yangnyeom gejang-nya engga ada huhu. Dan jujur Bakuy agak kecewa juga sama ganjang gejang-nya karena engga seenak yang ada di Seoul, tapi porsinya lebih dikit dan lebih mahal.

Ganjang gejang yang kurang lezat di Busan

Setelah kecewa dengan santapan, Bakuy pun melanjutkan perjalanan naik bus ke UN Memorial Cemetery in Korea. Sesuai namanya, pemakaman ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi prajurit dari berbagai negara yang gugur saat berperang membela Korea Selatan di bawah bendera PBB. Untuk mengunjungi pemakaman ini, teman-temankuy tidak dipungut biaya sedikitpun, tapi teman-temankuy wajib mengisi buku tamu dan juga menjaga sikap agar tidak berlebihan untuk menghormati arwah para prajurit yang gugur.


Btw, ini kali kedua Bakuy mendatangi pemakaman perang seperti ini, satunya lagi adalah waktu Bakuy pergi ke Manila tahun 2019 lalu. Bagi teman-temankuy yang belum baca ceritanya, bisa dicek di sini ya.

Pintu masuk menuju pemakaman PBB

Sama seperti yang ada di Filipina, pemakaman yang luar biasa luas ini juga sering dipakai warga untuk berolahraga. Bakuy engga melihat keberadaan turis lain selain Bakuy, sih. Ternyata memang selera Bakuy itu minim banget peminatnya hehe.

Monumen untuk prajurit Turki yang gugur dalam pertempuran

Nah, ada kejadian lucu banget nih waktu di sini! Jadi makamnya itu besar, trus dibagi-bagi gitu kompleksnya per negara, nanti ada monumen dan benderanya. Nah di bagian tengah pemakaman itu ada bendera yang paling besar yaitu bendera PBB. Jalan menuju tiang bendera ini cuma satu, dan enggak boleh menginjak rumput. Jadi ya Bakuy jalan aja dong mendekati tiang buat foto-foto.

Kompleks pemakaman dengan latar belakang kota Busan yang telah maju pesat

Pas Bakuy lagi foto-foto, tiba-tiba ada suara lagu patriotik gitu yang disetel pake pengeras suara. Bakuy tadinya tak acuh, tapi kok tiba-tiba ada tiga orang tentara gerak jalan di satu-satunya jalan menuju tiang PBB yang Bakuy lagi foto-foto itu! Bakuy kaget, dan tentara ini juga keknya sama kagetnya ga nyangka masih ada orang di situ (posisinya di bagian tiang itu emang ada tangga menurun yang buntu, ga tau fungsinya apa, dan karena Bakuy lagi foto-foto di situ, jadinya engga kelihatan dari tempat mereka jalan tadiii).

Dalam perang ini, banyak pemuda dari berbagai negara yang gugur

Maka, sesuai dugaan, Bakuy pun terjepit di tengah-tengah HAHAHA. Orang-orang yang lagi olah raga semuanya diam dan menghadap ke arah bendera, dan rupanya tentara ini lagi upacara penurunan bendera heuheu. Karena satu-satunya jalan keluar terblokir, yauda Bakuy cuma bisa ikut diam di tempat buntu itu sambil sesekali lanjut foto-foto. Keknya di kepala mas tentaranya, 'ni turis ngapain lagi nyempil sampek ke tengah gini kan jadi ganggu' HAHA. Dan Bakuy pun baru bisa keluar setelah mereka selesai menurunkan bendera lalu berjalan pergi melalui jalan satu-satunya tadi.

Bakuy yang terjebak di tengah-tengah upacara penurunan bendera

Di sekitar pemakaman, juga ada beberapa monumen peringatan perang Korea yang selain mengenang prajurit-prajurit PBB yang gugur, juga mengenang kepiluan perang itu sendiri yang telah memisahkan Semenanjung Korea sampai hari ini. Ada juga ukiran nama-nama prajurit yang gugur di medan pertempuran. Pokoknya kalau teman-temankuy pernah datang ke memorial perang, kurang lebih isinya begitu. Bagi Bakuy yang memang pencinta sejarah, pergi ke sini hukumnya wajib banget. Tapi kalau teman-temankuy bukan penggemar sejarah, boleh di-skip sahaja.

Monumen untuk perdamaian di Semenanjung Korea

Untuk makan malamnya, Bakuy beli ceker ayam Korea namanya dakbal (ė‹­ė°œ). Menurut Bakuy ini wajib banget dicobain kalau ke Korea karena, beda sama ceker yang ada di Indonesia, dakbal ini boneless. Jadinya teman-temankuy bisa langsung kunyah dan telan tanpa harus lepeh sana-sini. Kebayang ga sih kenyalnya ceker tanpa tulang dilapisi saus pedas manis khas Korea? Pokoknya ini cemilan wajib yang ga boleh dilewatin! Belinya bisa di pojangmacha (ķ¬ģž„ė§ˆģ°Ø), yakni sejenis warung kaki lima-nya Korea yang kalau musim dingin selalu dilapisi plastik.


Busan Day 10, 30 Januari 2023

Sebelum ke Busan, teman-temankuy harus tahu dua hal. Pertama, tempat wisata di Busan itu berjauhan satu sama lain. Oleh sebab itu, teman-temankuy wajib banget menyediakan waktu yang cukup untuk perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Kedua, jaringan bus di Busan jauh lebih ekstensif ketimbang subway. Sehingga akan jauh lebih efisien kalau teman-temankuy naik bus ke mana-mana ketimbang naik subway karena ujung-ujungnya pasti akan naik bus juga.


Haedong Yonggungsa (ķ•“ė™ģš©ź¶ģ‚¬/ęµ·ę±é¾å®®åÆŗ)

Tentunya teman-temankuy pasti tahu dong apa itu Haedong Yonggungsa? Kalau teman-temankuy cari nama Busan di Google, kemungkinan besar yang keluar pertama adalah tempat ini.

Haedong Yonggungsa, salah satu kuil terindah di Korea - walaupun terik luar biasa

Secara harfiah, tempat ini memiliki arti 'Kuil Istana Naga'. Kuil Buddha ini diklaim sebagai kuil paling cantik di Korea, dan merupakan satu dari sedikit sekali kuil Korea yang berada di tepi pantai. Sejarah pembangunannya sudah ada sejak tahun 1376, di mana kuil ini berfungsi sebagai tempat sembahyang untuk memohon pada Dewa agar menurunkan hujan. Sayangnya, kuil tersebut hancur saat Jepang menyerang Korea tahun 1592-1598. Barulah pada tahun 1930'an, kuil ini kembali dibangun dan bertahan hingga hari ini.

Interior salah satu kuil di Haedong Yonggungsa

Karena kuil ini merupakan tempat ibadah, teman-temankuy engga perlu bayar untuk masuk. Hanya saja teman-temankuy harus mengingat untuk selalu menjaga sikap karena, sebagai tempat ibadah, kuil ini sangat sakral. Hindari berpakaian yang terlalu terbuka, dan jangan datang mengenakan celana pendek. Pokoknya, hormati tempat ibadah sebagaimana kita ingin tempat ibadah kita dihormati oleh orang lain.

Umat yang tengah berdoa memohon keselamatan pada Dewa

Bakuy menekankan hal ini karena Haedong Yonggungsa sekarang sudah penuh sesak oleh turis asing, terutama dari Tiongkok dan Thailand. Sebagian dari turis, termasuk turis lokal, cenderung bersikap tak acuh. Ada yang mengambil foto di tempat yang tidak seharusnya, abai terhadap kebersihan, atau bicara keras-keras.

Hampir semua pantai di Korea bersih-bersih dan airnya biru bening!

Terlepas dari kondisi kuil yang sudah penuh sesak oleh para turis, Haedong Yonggungsa masih sangat menarik untuk dikunjungi karena posisi kuilnya yang indah banget tepat di pesisir pantai. Udah gitu pantainya bersih banget juga kan, jadinya unsur tradisionalnya masih sangat terasa. Plus, mengingat Busan adalah satu-satunya kota besar di daratan Korea yang tidak pernah diduduki Korea Utara, setiap sisi bangunan yang ada di sini masih terjaga kelestariannya dan bukan merupakan hasil renovasi pasca-perang.


Haeundae Beach (ķ•“ģš“ėŒ€ķ•“ģˆ˜ģš•ģž„/海雲臺氓浓堓)

Selepas dari Haedong Yonggungsa, teman-temankuy bisa lanjut lagi naik bus dan turun di Haeundae. Nah, cara baca 'Haeundae' yang benar adalah 'Hae-un-dae' yaaa, jangan sampai salah karena nanti orang-orang pada bingung hoho...

Pantai Haeundae

Menurut Bakuy, Haeundae ini pantainya biasa aja. Bersih dan bagus, memang, tapi menurut Bakuy engga ada yang spesial. Warga lokal suka ke pantai ini karena dekat dengan kota dan akses transportasi publiknya gampang, jadinya enak buat dijadiin tempat nongkrong dan jalan-jalan.

Yangnyeom Gejang

Di pinggir pantai, ada kafe-kafe dan beberapa pusat perbelanjaan. Di sinilah Bakuy akhirnya berhasil nyobain yangnyeom gejang! Harganya memang lumayan mahal sih, KRW 26.000 untuk satu ekor kepiting betina bertelur, tapi mengingat Bakuy emang udah pengen banget makan ini, jadi sikat aja. Syukurlah rasanya juga enak. Maka Bakuy pun tidak ada penyesalan untuk mengeluarkan uang tersebut dari rekening hehe.

Pantai Haeundae dari sisi yang berlawanan

Kalau teman-temankuy datang beramai-ramai, bisa jadi Haeundae lebih menyenangkan, karena memang ada aktivitas-aktivitas seperti photo booth, dan ada musik-musik juga. Tapi berhubung Bakuy sendirian, Bakuy cuma menyusuri jalur pantai sahaja sambil sesekali menendang pasir dan menyentuh air. Sesekali menikmati horizon yang kontras antara laut lepas dan gedung-gedung pencakar langit di pinggir pantai.

Jalur trekking dari Pantai Haeundae menuju Nurimaru

Kalau teman-temankuy ikuti jalan terus menuju Dongbaek Park, barulah teman-temankuy akan menemukan serpihan-serpihan sejarah kota Busan. Misalnya, ternyata nama 'Haeun' diambil dari nama pena dari seorang penyair abad ke-9 bernama Choi Chiwon yang terpesona sama kecantikan garis pantai tempat ini. 'Haeun' sendiri memiliki arti 'laut dan awan', dan ada satu batu karang dekat Mercusuar Dongbaekseom di mana nama itu masih terukir dan terlihat jelas sampai sekarang.

Patung Putri Hwangok, Putri Ariel versi Korea

Lalu kalau teman-temankuy melanjutkan perjalanan lagi, teman-temankuy akan menemukan Patung Putri Hwangok, The Little Mermaid versi Korea. Patung putri duyung ini duduk di atas karang persis seperti patung putri duyung yang ada di Kopenhagen, Denmark. Kisahnya pun sama-sama sedih, yakni sang putri yang selalu merindukan tanah airnya di negeri para duyung, sehingga tiap malam purnama ia selalu memandangi pantulan cahaya bulan supaya bisa terkenang akan kampung halamannya.

Ruang konferensi APEC di dalam Nurimaru

Setelah itu, teman-temankuy akan melewati jalur hiking yang cakep karena merupakan perpaduan pantai dengan pepohonan rindang, sampai akhirnya tiba di Nurimaru APEC House, sebuah bangunan yang sengaja dibuat pada tahun 2005 sebagai tempat dilaksanakannya konferensi negara-negara anggota APEC.


Busan Day 11, 31 Januari 2023

Di hari ke-11 ini enggak banyak yang Bakuy lakukan, karena sebagian besar Bakuy pakai untuk persiapan penerbangan ke destinasi selanjutnya, yakni Pulau Jeju!


Tapi sebelum terbang, tentunya Bakuy masih harus eksplor tempat-tempat lain yang wajib dikunjungin selama di Busan, yakni Jagalchi Market dan Gamcheon Cultural Village. Untuk Jagalchi, Bakuy memang semangat untuk datangin karena waktu di Jepang, Bakuy belum sempat datangin pasar seafood-nya. Soalnya negara-negara Asia Timur kan terkenal akan produk laut mereka yang berkualitas. Sementara itu, Bakuy engga terlalu yang bagaimana-bagaimana untuk Gamcheon. Karena sesungguhnya Bakuy bukan penggemar street art.


Jagalchi Market (ģžź°ˆģ¹˜ģ‹œģž„/ģžź°ˆģ¹˜åø‚å “)

Tujuan pertama tentu aja Jagalchi. Untuk sampai ke sini gampang banget, karena terhubung dengan subway. Apalagi Bakuy menginap di dekat Stasiun Busan. Pokoknya gampang banget engga mungkin nyasar. Tinggal buka Navermap, dan di situ penunjuk arahnya udah gampang.

Suasana pasar dalam di Pasar Jagalchi

Pasar Jagalchi merupakan pasar seafood terbesar di Korea. Produk hasil lautnya enggak perlu diragukan lagi kualitasnya. Mulai dari ikan, kerang, cumi, gurita, sampai teripang yang bentuknya aneh-aneh ada semua. Semuanya masih segar banget dan hidup! Termasuk cumi-cumi! Sumpah, ini kali pertama Bakuy melihat cumi-cumi hidup. Soalnya di Indonesia enggak pernah lihat hehe. Maaf norak~

Kali pertama Bakuy melihat cumi hidup seperti ini :")

Nah, teman-temankuy perlu tahu kalau di Jagalchi Market ini pasarnya terdiri dari dua bagian : pasar dalam dan pasar luar. Pasar dalam kualitas ikannya sedikit lebih bagus. Masih banyak yang hidup, penanganannya juga tampak lebih higienis. Intinya, pasar dalam itu bener-bener pasar yang dirancang khusus untuk turis. Pelanggannya ya banyakan turis-turis dan mungkin restaurant chain.

Aneka jenis kepiting segar juga tersedia di Jagalchi

Sementara itu, ada juga pasar luar. Sesuai namanya, pasar luar ini posisinya outdoor. Para pedagang menjajakan dagangan mereka di tenda-tenda. Kondisinya tidak sebersih pasar dalam, tapi jauh lebih bersih dibandingkan pasar-pasar basah tradisional di Indonesia. Berdasarkan pengamatan Bakuy, di sini produknya ada yang sudah mati juga. Bukan berarti engga fresh yaa, cuma bukan yang live seafood aja. Makanya harga di sini lebih murah dibandingkan pasar dalam. Itu sebabnya warga lokal kalau belanja ya di sini.

Suasana pasar luar yang lebih populer bagi warga lokal

Sebagai turis, lebih baik beli di pasar dalam atau pasar luar?


Jujur, Bakuy enggak beli apa-apa di pasarnya hoho. Lagian buat apa Bakuy beli karena engga mungkin dibawa ke Indonesia juga, kan? Jadi Bakuy cukup main-main sahaja di pasar dalam, foto-foto. Tapi fotonya agak diam-diam juga, ga enak soalnya takut ditegur. Beberapa orang Korea ada yang sensi sama kamera soalnya haha.

Aneka jenis kerang, teripang, dan keong juga tersedia

Bagi teman-temankuy yang pengen nyobain produk seafood di sini tapi engga pintar pilih-pilih, atau mungkin engga mau pusing harus tanya-tanya harga dan tawar-menawar, bisa ikuti cara Bakuy. Teman-temankuy harus tau kalau pasar dalam di Jagalchi ini punya beberapa tingkat, dan tiap-tiap tingkat punya fungsi sendiri-sendiri. Bahkan, ada penginapannya juga, lho!

Lantai dua di Pasar Jagalchi merupakan restoran yang sudah berekanan dengan para penjual seafood di lantai satu

Nah, beruntungnya, tingkat dua dari pasar ini adalah restoran. Orang-orang di restoran ini menyiapkan menu dengan harga tetap, lalu kalau ada pembeli, mereka akan belanja di pasar di lantai bawah. Atau, kalau teman-temankuy jago belanja, teman-temankuy bisa beli seafood di bawah, lalu dibawa ke atas dan pilih restoran untuk masakin. Sayangnya, karena Bakuy pilih opsi yang pertama, jadi Bakuy engga bisa kasih arahan untuk cara yang kedua.

Gurita hidup juga tersedia

Menu yang Bakuy pilih tentu aja sannakji (산낙지)! Bakuy yakin teman-temankuy pasti udah familiar sama hidangan yang satu ini, yakni sashimi gurita yang masih menggeliat walaupun udah dipotong-potong saking segarnya. Hidangan ini sebenarnya sederhana, jadi gurita yang masih hidup dicuci dulu pakai air bersih, lalu dipotong-potong, dan disiram minyak wijen dan biji wijen. Cara makannya bisa langsung dimakan sahaja, atau bisa juga dicocol pakai saus gochujang.

Akhirnya... sannakji!

Beberapa orang mengeklaim kalau hidangan ini sama seperti sashimi, jadi kalau doyan makan sashimi, pasti doyan juga sama sannakji. Sayangnya, menurut Bakuy enggak. Enggak semua orang cocok makan sannakji. Berbeda sama sashimi yang umumnya dimakan orang Indonesia, yakni sashimi salmon atau tuna, sannakji adalah sashimi yang terbuat dari hewan moluska. Kalau ditanya rasanya kayak gimana, pada dasarnya rasanya itu tawar, teman-temankuy. Paling ada sedikit sensasi rasa asin dari air laut karena guritanya fresh diambil dari akuarium air laut, lalu ada sensasi tipis dari aroma minyak wijen. Selebihnya ya tidak ada. Teksturnya kenyal tapi pas digigit crunchy. Dan waktu uda masuk mulut ya udah engga kerasa gerak-gerak lagi, apalagi pas udah digigit haha. Nah, orang-orang banyak kena sugesti pas mengunyah ini. Ngebayangin makan gurita hidup, otak kita pasti akan membayangkan hal yang aneh-aneh dan bikin perut mual.


Tapi bagaimana dengan Bakuy?

Ada juga ikan sebelah dan ikan tongkol

Bakuy sih bisa makan sampai habis, tapi bukan yang sampek doyan banget. Bagi Bakuy, makanan ini masih cocok di lidah Bakuy, tapi bukan yang jadi favorit sampai ingin lagi dan ingin lagi. Kalau teman-temankuy pengen ada rasa, bisa banget dicocol sama saus gochujang. Nanti rasanya ya rasa saus gochujang itu haha. Rasa guritanya kalah karena emang basic taste-nya tawar.


Note : usahakan pilih restoran yang punya view ke pelabuhan, supaya teman-temankuy bisa makan sambil menikmati pemandangan laut atau sekadar foto-foto.


Gamcheon Cultural Village (ź°ģ²œė¬øķ™”ė§ˆģ„/ē”˜å·ę–‡åŒ–ė§ˆģ„)

Setelah puas makan sannakji, Bakuy sempat putar-putar di sekitar dermaga Jagalchi sebelum melanjutkan perjalanan naik bus ke Gamcheon. Teman-temankuy jangan ngide jalan kaki ke Gamcheon yaa karena posisinya ada di bukit. Capek banget kalau harus jalan kaki ke sana. Pun subway juga engga ada yang menuju ke situ. Jadi satu-satunya pilihan ya naik bus. Rute bus-nya yang mana? Sekali lagi, ikuti saja perintah Navermap. Informasi di situ udah jelas, lengkap, dan update!

Pemandangan paling ikonik di Gamcheon

Seperti yang sudah Bakuy jelaskan sebelumnya, Bakuy bukan penikmat street art, jadinya Bakuy biasa aja pas ke Gamcheon. Bakuy lebih tertarik sama sejarah desa ini yang dulunya adalah permukiman kumuh tempat warga kelas pekerja tinggal. Seiring berjalannya waktu, pemerintah kota Busan akhirnya risih sama kondisi Gamcheon yang benar-benar kumuh. Maklum, yang tinggal di sini banyak pengungsi yang datang ke Busan akibat Perang Korea. Oleh sebab itu, pemerintah kota Busan melibatkan warga setempat untuk menyulap desa ini jadi sebuah desa wisata yang dipenuhi street art warna-warni.

Gang-gang kecil di Gamcheon juga didesain supaya tampak estetik

Pemasaran Gamcheon, menurut Bakuy, cukup sukses. Soalnya banyak banget turis mancanegara yang datang ke sini untuk foto-foto. Dan, walaupun bukan penikmat seni kontemporer, Bakuy harus mengakui kalau banyak sekali patung dan gambar-gambar lucu di sini. Spot yang paling terkenal tentu aja patung Little Prince. Antre-nya jangan main-main. Apalagi kalau ada rombongan turis Tiongkok. Udah deh, jangan harap dapat giliran haha.

Salah satu karya paling imut menurut Bakuy

Enggak banyak yang Bakuy lakukan di Gamcheon, karena tampaknya destinasi ini didesain untuk turis-turis yang datang berkelompok, bukan solotraveller seperti Bakuy. Lagian Bakuy harus segera pergi ke bandara untuk mengejar penerbangan Bakuy ke Pulau Jeju. Dan, beda sama Seoul, walaupun bandara Busan terkoneksi dengan subway, tapi perjalanannya jauh dan transitnya juga harus jalan agak lama. Makanya kalau teman-temankuy mau ke bandara pakai subway, plis jangan mepet-mepet berangkatnya, ya!


Note : informasi penting, selama Bakuy terbang di Korea, entah itu domestik maupun internasional, semua bagasi orang asing engga bisa langsung ditinggal. Maksudnya, pas udah check-in, petugasnya akan bilang supaya Bakuy tunggu dulu sekitar 10-15 menit, habis itu balik lagi ke kaunter check-in tersebut untuk tanya apakah bagasinya udah clear atau belum. Kalau udah clear, bisa langsung pergi ke departure. Kalau engga clear, mungkin ada proses yang harus dijalani tapi Bakuy engga tau itu apa. Dan semua ini dijelaskan dalam bahasa Korea yang untungnya Bakuy lumayan bisa :)

Menunggu di terminal keberangkatan Busan International Airport

Selama penerbangan, Bakuy agak kesal karena window seat Bakuy didudukin sama seorang ahjumma. Dia duduk berdua sama temannya yang duduk di middle seat, jadinya Bakuy dapat yang aisle. Sebagai seseorang yang jarang pergi ke toilet pas penerbangan, ini rugi besar bagi Bakuy. Tapi malas juga harus ribut sama ahjumma. Apalagi ini di negara mereka. Takutnya malah Bakuy kena masalah sendiri. Jadi yaudah Bakuy pasrah dan mengalah. Sambil berpikir kali aja itu Bakuy sedang membuang sial.

Jeju International Airport

Tapi ternyata perbuatan baik tidak selamanya melepaskan kita dari kesialan :(


Sesampainya di Jeju, udara jadi lebih hangat. Hal ini dikarenakan Jeju adalah satu-satunya wilayah subtropis di Korea. Setelah foto-foto di bandara, Bakuy pun membuka aplikasi Navermap untuk mencari tahu cara menuju Jeju Intercity Bus Terminal, karena penginapan Bakuy terletak di daerah sana. Nah, Bakuy engga ngerti kenapa, busnya malah mengarah bukan ke tempat yang Bakuy tuju! Mana pas itu Bakuy bawa koper segede gaban pula! Pas itu Bakuy masih belum tau kalau koper bisa ditaroh di bagasi di sisi bus. Bakuy dengan bodohnya malah bawa ke dalam bus! Kebayang, kan, serempong apa? Untung busnya sepi jadi engga sampek ngeblokir jalan orang!

Selamat datang di Pulau Jeju!

Begitu Bakuy sadar kalau arah yang dilalui malah makin jauh sama tujuan Bakuy, Bakuy pun memutuskan untuk turun sebelum Bakuy nyasar lebih jauh lagi. Pokoknya, Bakuy turun mumpung masih ada di daerah kota Jeju. Dari sana, Bakuy pun cek Navermap lagi untuk cari tahu nomor bus yang menuju Jeju Bus Station. Dan, kali ini sebelum naik, Bakuy tanya dulu ke sopir busnya, "Jeju-si teomineol gasilkkayo? (ģ œģ£¼ģ‹œķ„°ėÆøė„ ź°€ģ‹¤ź¹Œģš”?)" dan setelah dia jawab 'ne' (네), barulah Bakuy naik.

Begitu keluar bandara, langsung disambut pohon-pohon subtropis

Kesimpulannya adalah : yang namanya sial itu ya datang-datang aja. Engga ada tuh yang namanya berbuat baik, lalu sialnya jadi terhapus :)


Jeju City Day 12, 1 Februari 2023

Waktu Bakuy ke DMZ, Bakuy ketemu orang Singapura yang bilang kalau Jeju itu enggak bisa dieksplor pakai transportasi publik, sehingga dia harus rental mobil dan nyetir sendiri selama di sana. Jujur Bakuy sempat takut banget karena, sesuai perkataan dia, Bakuy jarang nemuin blog tentang turis asing yang eksplor Jeju naik transportasi publik. Hampir semuanya rental mobil. Tapi kalau Bakuy cek Navermap, pilihan bus-nya ada banyak. Berbekal informasi ini, ditambah kepercayaan bahwa negara-negara Asia Timur pasti kaya akan pilihan transportasi publik, Bakuy pun memberanikan diri untuk tetap stick to the plan aja. Lagian lumayan kan bisa jadi tantangan tersendiri dan informasi juga bagi teman-temankuy yang mau eksplor Jeju pakai transportasi publik.

Interior bus di Pulau Jeju yang nyaman banget! Tapi ada juga bus yang modelan kayak Transjakarta

Nah, berdasarkan pengalaman Bakuy waktu eksplor Jeju kemarin, Bakuy berani ambil kesimpulan kalau Jeju itu bisa dieksplor menggunakan transportasi publik, terutama bus. Sistem bus di Pulau Jeju sudah terkoneksi dengan begitu baik dan engga kalah maju sama jaringan bus di daratan utama, jadi teman-temankuy engga perlu khawatir akan kesulitan, apalagi kalau teman-temankuy berencana mendatangi situs-situs wisata yang memang sudah sangat populer. Plus, sama seperti di Korea daratan, T-Money juga bisa dipakai untuk naik bus di sini. Pokoknya udah terintegrasi banget, deh!

Salah satu titik pemberhentian bus, ada yang berbentuk halte, ada yang cuma begini doang

Beberapa hal yang perlu diketahui adalah beberapa rute memang punya waktu tunggu lebih lama. Misalnya, bus 751 dan 752 yang melewati Camellia Hill. Bakuy sempat nunggu hampir 50 menit di halte saking lamanya waktu tunggu bus ini. Tapi, bus-nya pasti akan lewat. Percaya sahaja sama estimasi waktu di Navermap atau jadwal yang ada di halte.

Beberapa halte ada estimasi digital seperti ini, tapi ada juga yang engga ada

Kesulitan yang sedikit berarti lagi, misalnya, kalau ada pengalihan maupun penutupan rute, atau pengumumannya biasanya dalam bentuk tertulis dan ditempel di halte-halte. Dan, hampir pasti hanya menggunakan bahasa Korea. Jadi, mungkin teman-temankuy tidak akan tahu kalau ternyata ada insiden-insiden seperti ini. Mestinya sih, Navermap sudah mengakomodir hal ini. Makanya, Bakuy sangat menyarankan teman-temankuy untuk pakai Navermap.


Seongsan Ilchulbong (ģ„±ģ‚°ģ¼ģ¶œė“‰/åŸŽå±±ę—„å‡ŗå³°)

Udah pasti destinasi yang wajib banget didatangin kalau ke Pulau Jeju adalah Seongsan Ilchulbong! Gunung (atau bukit?) berapi setinggi 180 meter ini merupakan ikon Pulau Jeju yang paling tersohor. Bentuknya menyerupai kawah yang dikelilingi tembok. Kalau teman-temankuy nonton anime Kimi no Na Wa, pasti akan langsung teringat akan gunung di anime tersebut.

Titik kedatangan di Seongsan Ilchulbong

Seongsan Ilchulbong mempunyai arti 'gunung berperisai tempat di mana matahari terbit'. Sesuai namanya yang juga mendeskripsikan bentuk geografis tempat ini, Seongsan Ilchulbong juga populer sebagai lokasi menyaksikan matahari terbit. Makanya, orang-orang - termasuk Bakuy - akan bela-belain bangun pagi supaya bisa mengejar sunrise di puncaknya.

Kondisi trekking naik ke puncak

Untuk sampai ke sini, teman-temankuy bisa ikutin arahan dari Navermap. Kemarin Bakuy dari Jeju Intercity Bus Terminal naik bus 201 dan langsung turun di pintu masuk Seongsan Ilchulbong. Waktu tempuhnya kalau dari Jeju City sekitar 1,5 jam. Untuk tiket masuk, cukup KRW 5000 sahaja.


Sesampainya di sana, teman-temankuy harus siap untuk sedikit hiking melalui anak tangga menuju puncak gunung. Tenang sahaja, medannya mudah kok karena sudah disesuaikan untuk tujuan pariwisata. Tapi tetap yang namanya hiking pasti butuh tenaga haha.

Disambut oleh hareubang, patung ikonik Pulau Jeju

Di sepanjang perjalanan, teman-temankuy akan dimanjakan oleh pemandangan yang cantiiiiiikkk banget. Di sini, teman-temankuy akan menikmati perpaduan antara gagahnya gunung dan luasnya lautan. Pokoknya perpaduan antara biru dan hijau itu mantap banget, deh!

Pemandangan biru-biru kayak gini akan terlihat di sepanjang perjalanan

Pemandangan favorit Bakuy sudah pasti jembatan alam yang menghubungkan antara Seongsan Ilchulbong dengan daratan utama Pulau Jeju. Duh, tapi Bakuy tuh lupa jembatan ini nama sains-nya apa. Dulu waktu Bakuy masih SMA di pelajaran geografi itu ada istilahnya jembatan kayak gini (kalau di Bali, ini sama kayak jembatan yang menghubungkan Kuta dan Kuta Selatan). Duh lupa nih, kalau teman-temankuy ada yang tau, bisa komentar di bawah ya!

Jembatan alam yang menghubungkan Seongsan Ilchulbong dengan daratan utama Pulau Jeju

Jujur, Bakuy engga kebagian sunrise karena bangunnya kesiangan hehe. Tapi pemandangan yang didapat di puncak tetap engga kalah cakep. Bener-bener ngingetin Bakuy sama anime Kimi No Na Wa. Sama seperti di puncak Gunung Bromo, di puncak Seongsan Ilchulbong juga dibuat bangku berjejer untuk turis menikmati sunrise. Waktu Bakuy datang sih, sepi. Tapi kurang tau apakah itu karena musim dingin atau karena sudah terang.

Akhirnya tiba di puncak!

Rute turun berbeda sama rute naik, makanya teman-temankuy akan disajikan pemandangan yang berbeda pula. Dan asyiknya, karena perjalanan turun engga seberat perjalanan naik, Bakuy bisa lebih menikmati pemandangan. Lebih punya banyak waktu untuk toleh sana toleh sini, ambil-ambil gambar, istirahat. Pemandangannya juga lebih terbuka dibanding rute naik. Pokoknya cakep deh. Seongsan Ilchulbong memang jauh, tapi Bakuy sangat merekomendasikan untuk didatangi!


Hanwha Aqua Planet Jeju (ģ•„ģæ ģ•„ķ”Œė¼ė„· 제주/ģ•„ģæ ģ•„ķ”Œė¼ė„· ęæŸå·ž)

Ga jauh dari Seongsan Ilchulbong, ada Hanwha Aqua Planet Jeju. Sebelum ke sini tuh Bakuy sempat ragu karena ini kan tempat wisata keluarga ya, apalagi temanya akuarium. Pasti lebih ditujukan untuk anak-anak atau pasangan muda. Bakuy yang jalan-jalan sendirian ini takut nantinya malah dapat lirikan keheranan.

Salah satu lorong favorit di Hanwha Aqua Planet Jeju

Tapi enaknya jalan-jalan di Korea adalah teman-temankuy engga perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Banyak kok orang yang jalan-jalan sendiri. Ada juga yang bawa-bawa koper ke Aqua Planet ini, bahkan di pantai yang berpasir putih pun ada aja gitu turis yang bawa-bawa koper. Jadi teman-temankuy cuek sahaja. Jangan terlalu minder seperti Bakuy.


Yang agak PR adalah tidak ada bus yang langsung bisa menurunkan teman-temankuy di akuarium ini. Maka, teman-temankuy harus jalan kaki dulu menyusuri pinggir jalan atau pantai yang terik untuk mencapai gedung akuarium. Kalau untuk Bakuy sih engga masalah, ya.

Latihan berkuda dengan latar belakang Seongsan Ilchulbong

Harga tiket masuknya Bakuy agak lupa. Sekitar KRW 35K-45K. Agak mahal, memang, dan mereka cuma terima pembayaran menggunakan kartu kredit. No cash.

Anjing laut (atau singa laut? wkwk) di Hanwha Aqua Planet Jeju

Denger-denger sih, akuarium di sini merupakan salah satu akuarium terbesar di Asia. Koleksinya lengkap, mulai dari ikan-ikan yang lumrah dijumpai seperti ikan badut, ikan singa, manta, ikan hiu, sampai penguin dan anjing laut juga ada. Selain koleksi satwa laut, mereka juga punya sedikit koleksi akuarium air tawar yang isinya ikan-ikan dan reptil dari berbagai sungai besar yang ada di dunia.


Yang cukup istimewa di sini mungkin adalah pertunjukan haenyeo (ķ•“ė…€/海儳) di tangki terbesar mereka. Apa sih, haenyeo itu?

Pertunjukan aksi haenyeo di akuarium utama

Kalau teman-temankuy menonton drama Welcome to Samdal-ri yang dimainkan Shin Hye-sun dan Ji Chang-wook, teman-temankuy pasti engga asing sama istilah ini karena ibu dari Cho Samdal (Shin Hye-sun) adalah seorang haenyeo. Bagi teman-temankuy yang belum tau, haenyeo singkatnya adalah penyelam wanita. Jadi, Jeju itu punya sistem sosial yang unik. Berbeda dengan sistem patriarki yang diterapkan di Korea daratan, sistem di Jeju lebih condong pada matriarki. Dengan kata lain, perempuan memegang peran lebih banyak dibanding laki-laki. Itulah sebabnya wanita yang bekerja sementara laki-laki mengurus hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Termasuk, yang bertugas menyelam ke laut untuk mengambil hasil alam adalah kaum wanita ini. Merekalah haenyeo!

Penguin di Hanwha Aqua Planet Jeju

Sayangnya, akibat perkembangan zaman, profesi haenyeo sudah tidak lagi populer. Bahkan, mereka hampir punah. Haenyeo yang tersisa sekarang sebagian besar sudah berusia lanjut. Oleh sebab itu, pemerintah daerah Jeju melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan budaya haenyeo ini. Salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan Hanwha Aqua Planet Jeju untuk mengadakan pertunjukan haenyeo setiap hari.


Hamdeok Beach (ķ•Øė•ķ•“ģˆ˜ģš•ģž„/咸德海氓浓堓)

Pemberhentian selanjutnya adalah Pantai Hamdeok, yaitu pantai yang - kalau Bakuy baca di internet - paling terkenal di Jeju. Mungkin kalau di Bali, ini ibarat Pantai Kuta atau Sanur gitu kali yaaa. Lokasinya ada di utara, dan bisa dicapai dengan naik bus.

Mayoritas pengunjung di Pantai Hamdeok adalah turis lokal

Menurut Bakuy, pantainya memang bersih. Pasirnya halus dan putih. Turis juga ramai. Tapi entah kenapa, sebagai seseorang yang datang dari negara tropis yang berbentuk kepulauan, menurut Bakuy pantai-pantai di Jeju itu biasa bangettt. Bagus sih bagus, tapi bukan yang sampek layak untuk dibela-belain datang. Pantai-pantai di sini mungkin lebih cocok untuk turis-turis domestik yang pengen main di pantai yang iklimnya sub-tropis karena di Korea daratan terlalu dingin. Tapi bagi Bakuy... sorry but nothing to say sih...

Engga ada yang berenang karena udaranya masih terlalu dingin

Atau bisa jadi karena pada dasarnya Bakuy memang bukan penikmat wisata alam. Apalagi Bakuy datang sendirian kan, jadi krik krik banget hehehe. Tapi tetep sih menurut Bakuy engga yang spesial banget pantai-pantai di Jeju itu. Alhasil, Bakuy cuma menghabiskan waktu sebentar di sini, sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang ke Jeju City.

Pantainya cakep, tapi engga istimewa juga

Mungkin teman-temankuy ada yang tanya kenapa kok Bakuy engga terlalu banyak eksplor, engga se-ambisius waktu di Korea daratan? Jawabannya adalah karena Jeju ini kan pulau yang tempat wisatanya tersebar di mana-mana, apalagi Bakuy naik bus, jadi sudah pasti perjalanan dari satu tempat ke tempat lain memakan waktu lebih lama dibanding waktu di Korea daratan. Makanya selama di Jeju, Bakuy engga bisa ambisius jalan-jalannya.


Jeju City Day 13, 2 Februari 2023

Akhirnya tiba juga di penghujung liburan :") ini adalah hari terakhir Bakuy di Jeju, karena malamnya Bakuy ada penerbangan ke Seoul, dan besok paginya Bakuy pun harus pulang ke Jakarta. Sedih banget sih, karena Korea adalah salah satu negara yang Bakuy engga bosen eksplornya. Waktu ke Iran, Bakuy juga suka situs-situs sejarahnya, tapi Bakuy menderita karena ga cocok sama makanannya. Tapi di Korea, Bakuy cocok banget sama makanannya. Udah gitu Bakuy engga ada masalah bahasa karena Bakuy lumayan bisa berbahasa Korea.


Tampaknya hati Bakuy yang mendung mempengaruhi keberuntungan Bakuy di hari terakhir ini :( kok bisa? Yuk, Bakuy ceritakan satu per satu.


Osulloc Tea Museum (ģ˜¤ģ„¤ė” 티뮤지엄)

Karena kemarin sudah eksplor Jeju timur dan utara, hari ini rencananya Bakuy mau eksplor Jeju selatan dan tengah. Sayangnya setelah perjalanan 1 jam lebih naik bus, ternyata Osulloc Tea Museum sedang tutup :( sedih banget! Padahal Bakuy uda jauh-jauh ke sini berdasarkan rekomendasi dari Kimbab Family, youtuber favorit Bakuy. Bener-bener engga rezeki. Mereka cuma buka toko teh-nya doang, museumnya enggak :(

Cuma ada foto ini sebagai bukti pernah ke Osulloc Tea Museum :(

Bakuy yang kecewa berat pun harus puas dengan beli sedikit oleh-oleh dan foto-foto sebentar di beberapa tempat. Pas itu Bakuy engga tau apakah di Navermap ada informasinya atau engga, tapi ternyata pas Bakuy cek di internet, museumnya memang tutup sementara karena renovasi. Jadi, maaf, Bakuy engga bisa banyak kasih cerita.

Foto kebun teh yang ga seberapa

Jusangjeolli-dae (ģ£¼ģƒģ ˆė¦¬ėŒ€)

Pas mau datang ke sini, Bakuy engga punya ekspektasi apa-apa. Cuma berbekal gambar di internet bagus, ya Bakuy datangin sahaja. Soalnya engga banyak turis asing yang datang ke sini, jadi pembahasan tempat ini juga belum banyak. Bahkan penunjuk arah di Navermap juga enggak sejelas tempat-tempat sebelumnya yang sudah Bakuy datangi.

Boneka haenyeo

Ternyata, Jusangjeolli merupakan jurang di tepi pantai yang bentuknya menyerupai beton-beton panjang seperti fondasi bangunan. Tebing ini cuma bisa dilihat dari samping. Sudah. Engga ada hal yang spesial lagi selain jurang-jurang ini. Memang kalau dilihat sekilas sih bagus banget, tapi menurut Bakuy, enggak ada hal lain lagi yang bisa dilakukan di sini.

Seenggaknya ketemu hareubang lagi

Dari sana, Bakuy pun paham kenapa tempat ini jarang didatangi orang asing. Soalnya emang karena engga ada apa-apa. Semua yang datang ke sana ya turis-turis lokal yang bawa kendaraan sendiri. Engga ada bus yang melayani rute itu, jadi Bakuy memang harus jalan kaki agak jauh ke sana.

Atraksinya jurang begini doang... udah gaada apa-apa lagi...

Kesimpulannya adalah Bakuy kurang merekomendasikan tempat ini. Teman-temankuy bisa menghabiskan waktu di banyak tempat saat mengunjungi Jeju, tapi jangan di tempat ini.


Camellia Hill (ģ¹“ė©œė¦¬ģ•„ķž)

Bunga camellia adalah bunga endemik Asia yang tersebar mulai dari Himalaya, Asia Tenggara, hingga Jepang. Bunga ini punya berbagai fungsi mulai dari dipakai untuk sekadar hiasan hingga diseduh untuk dijadikan teh. Di Korea bagian selatan, bunga camellia merupakan bunga kebanggaan. Bunga ini sering banget muncul di berbagai acara mulai dari Busan sampai Pulau Jeju.

Potret hareubang yang penuh gaya di Camellia Hill

Bagi Bakuy, bunga ini spesial karena sering disebutkan dalam drama When the Camellia Blooms. Nama tokoh utama drama tersebut bahkan adalah camellia ("dongbaek/ė™ė°±" dalam bahasa Korea). Makanya Bakuy tertarik banget sama bunga ini dan pengen tahu lebih banyak.


Beraneka ragam bunga camellia

Tempat yang Bakuy datangi Jeju ini adalah pusat konservasi dan penelitian bunga camellia. Sebagai satu-satunya wilayah di Korea yang beriklim subtropis, Pulau Jeju punya iklim yang paling cocok untuk budidaya bunga camellia. Bagi teman-temankuy yang ingin melihat puncak mekarnya bunga ini, teman-temankuy baiknya berkunjung di awal-awal musim dingin, yakni di bulan Oktober atau November. Bakuy datangnya bulan Februari, jadi sebagian besar bunga sudah layu haha. Yang masih mekar hanya yang ada di dalam rumah kaca sahaja.

Situasinya mirip kayak lagi jalan-jalan di Toko Trubus

Selain itu, bagi teman-temankuy yang ingin kemari menggunakan bus, ada rute 751 dan 752 yang melintasi tempat wisata ini. Sayangnya, frekuensi rute ini tidak banyak. Jadinya teman-temankuy harus benar-benar mengepaskan waktu supaya tidak menunggu terlalu lama.


Bunga camellia ada berbagai macam, dan bentuk serta warnanya pun berbeda-beda

Oh iya, beda sama Jusangjeolli-dae yang hanya didatangi turis domestik, Bakuy juga menemukan turis dari Singapura dan Thailand di Camellia Hill. Jadi, sepertinya tempat ini lumayan bisa menjadi opsi bagi turis asing yang ingin melihat Jeju selain pantai. Tiket masuknya juga engga mahal, cuma sekitar KRW 10,000 per orang.


Jeju City-Seoul Day 14, 3 Februari 2023

Akhirnya setelah puas eksplor Korea selama 2 minggu, akhirnya tibalah hari kepulangan ke Jakarta. Korea Selatan adalah salah satu negara yang Bakuy paling betah dan Bakuy juga mempertimbangkan untuk datang lagi (mungkin nanti ya setelah mendatangi Korea Utara). Selain karena aman, makanannya enak, dan bahasanya Bakuy paham, Korea juga punya ikatan kebatinan dengan Bakuy karena Bakuy sering nonton drama-drama yang mengambil latar dunia nyata di sini haha.

Seoul-Incheon International Airport

Kalau teman-temankuy punya pertanyaan selama trip Bakuy di Korea, jangan sungkan untuk tanya-tanya, ya! Teman-temankuy bisa langsung komen di bawah, atau kirim email juga boleh!

See you next time, Korea!

Comments


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page