top of page

Malaysia : Negerinya Para Sultan

  • Bakuyyyy
  • 19 Okt 2017
  • 18 menit membaca

Diperbarui: 25 Des 2022


Halo teman-temankuy!

Setelah rehat beberapa hari karena UTS, hari ini Bakuy ingin share lagi tentang perjalanan Bakuy solotraveling ke luar negeri. Belum jauh kok, masih seputar negara Asia Tenggara sahaja. Bahkan negara tetangga. Tapi sebelum itu, simak dulu yuk ulasan tentang negara yang Bakuy kunjungi ini yang pasti udah sangat familiar di telinga teman-temankuy!

Malaysia

Federasi Malaysia adalah salah satu negara anggota ASEAN yang masih serumpun dengan Indonesia. Disebut serumpun karena dari segi etnis, budaya, agama, dan bahasanya sangat mirip dengan yang ada di Sumatra, sehingga tak jarang terjadi tumpang tindih klaim budaya antar-kedua negara. Terdapat tiga etnis yang membentuk demografi Malaysia, antara lain Bumiputera (mencakup etnis Melayu dan Dayak), Tionghoa, dan India. Perpaduan tiga kebudayaan ini berhasil membentuk sebuah masyarakat yang multikultural, sehingga pariwisata Malaysia dapat mengusung tema 'Malaysia : Truly Asia' sebagai personifikasi dari sebuah kebudayaan Asia yang hidup bersamaan di satu negara.

Sumber : GeoCurrents

Etnis Melayu merupakan mayoritas di seluruh negara bagian di Semenanjung Malaya sementara etnis Dayak menjadi mayoritas di Sabah dan Serawak. Negeri Sembilan, salah satu negara bagian di Semenanjung Malaya, masyarakatnya merupakan etnis Minangkabau sehingga bahasa dan adat istiadatnya sedikit berbeda dengan etnis Melayu di negara bagian yang lain.

Karena 9 dari 13 negara bagian Malaysia masih mempertahankan sistem monarki, maka negara ini punya sistem politik yang unik. Yang Dipertuan Agong, gelar untuk raja se-Malaysia, akan digilir secara berurutan setiap 5 tahun sekali di antara 9 sultan ini. Sultan yang memperoleh gelar Yang Dipertuan Agong kemudian akan menempati Istana Negara di Kuala Lumpur, dan menjadi kepala negara Malaysia yang bersifat seremonial. Inilah yang mendasari Bakuy untuk menulis judul 'Malaysia : Negerinya Para Sultan' pada artikel kali ini.

Berawal dari Niat dan Dimulai dari Insiden di Bandara

Sumber : Kutai Indah Travel

Sejak tragedi sebelumnya yang sudah Bakuy tuangkan di artikel Hong Kong : Antara Kegemerlapan dan Tragedi, Bakuy sempat sedikit trauma untuk melakukan perjalanan ke luar negeri lagi. Gimana engga trauma coba? Duit sekian juta ludes sia-sia cuman karena perasaan paranoid yang engga berdasar. Bakuy bahkan sempat berpikir untuk berhenti aja traveling dan mulai jalan-jalan lagi kalau udah kerja. Pokoknya, Bakuy engga mau lagi melakukan kesalahan yang sama dua kali.

Tapi yang namanya hasrat keingintahuan itu susah banget untuk dipendam. Bakuy tetep aja searching-searching tiket di internet. Sesekali Bakuy heboh sendiri kalau lihat tiket murah. Tapi abis itu down lagi karena keinget tragedi Hong Kong. Pokoknya Bakuy udah kayak orang stres gitu. Tapi semua berubah ketika Malaysia Airlines ngasih promo tiket PP Jakarta-Kuala Lumpur seharga 800 ribu ajah. Jeder!

Bakuy sempat ragu. Masih trauma, tapi kepengen banget. Selama seharian penuh Bakuy cuman diam menimbang-nimbang keputusan. Kalau misalkan Bakuy beli, Bakuy harus berusaha keras supaya trip ini engga gagal lagi kayak waktu ke Hong Kong. Dengan kata lain, ya harus belajar lagi solotraveling dari awal. Tapi kalau Bakuy lepas ya, kehilangan kesempatan untuk memupuk keberanian sekali lagi.

Setelah menimbang-nimbang, Bakuy akhirnya memutuskan untuk mencoba solotraveling sekali lagi. Lagian pikir Bakuy, Malaysia itu engga jauh dari Indonesia. Tiketnya juga engga mahal. Banyak lowcost carrier yang berlalu lalang jadi seandainya engga betah ya tinggal pulang aja hehe. Selain itu, di Malaysia iklimnya juga pasti stabil kayak di Indonesia. Makanannya juga engga akan bau kayak di Hong Kong. Jadi Bakuy pun memutuskan mencoba sekali lagi dengan tekad untuk tidak mengulang setiap kesalahan yang pernah Bakuy lakukan di Hong Kong.

Semua... kecuali bilang ke orang tua :(

Iya, trip kali ini Bakuy engga bilang ke siapa-siapa (lagi!). Jadi Bakuy pergi tinggal pergi aja gitu udah kayak mau ke Jakarta dari Depok. Alasan kenapa engga bilang : karena pasti engga akan diizinin. Apalagi sejak peristiwa Hong Kong. Abang pasti mati-matian menentang. Jadi daripada heboh dan berujung perlawanan sia-sia, mending Bakuy langsung caw aja. Hahaha. Emang dasar ni anak durhaka kayaknya perlu jalan-jalan dulu deh ke museum Malin Kundang.

Tapi yang namanya masih newbie, ada aja kesalahan yang Bakuy lakukan. Jadi trip ini singkat banget, cuma 2 hari. Bakuy itu berangkat Jumat malam dan pulang Minggu sore. Bakuy belum berani lama-lama karena masih terngiang Hong Kong dan juga waktu itu masih periode perkuliahan dan Bakuy engga berani bolos. Tepat jam 4 sore, Bakuy cabut satu mata kuliah (setelah titip absen ke teman) dan langsung deh meluncur ke bandara. Sampai bandara jam 6 sore, Bakuy ngerjain dulu tuh tugas kampus yang harus dikumpulin jam 12 malam. Tepat jam 8 malam pesawatnya berangkat. Oh iya, pada trip kali ini, karena singkat, Bakuy cuma bawa ransel doang. Itupun isinya engga banyak. Udah kayak mau nginep aja ke rumah nenek.

Sewaktu menunggu di boarding room, sempat terjadi insiden kecil. Jadi boarding room-nya itu dibagi antara Malaysia Airlines yang ke KL dan Tigerair yang ke Singapura. Nah, Bakuy engga denger tuh ada panggilan masuk pesawat untuk Malaysia Airlines. Jadi Bakuy tetep santai aja main hape di boarding room. Terus ga berapa lama, kedengeran deh pengumuman boarding untuk Tigerair. Dan seketika boarding room kosong melompong.

Lah?

Bakuy emang sempat memperkirakan penerbangannya akan sepi. Soalnya waktu itu kan lagi hits tuh berita MH370 dan MH17 yang bener-bener bikin Malaysia Airlines babak belur. Tapi Bakuy engga memperkirakan akan duduk di pesawat sendirian. Ya kali kan? Serem juga. Akhirnya Bakuy tanya deh ke petugas bandara. Ternyata MH uda boarding duluan! Si bapak petugas ngecek boarding pass Bakuy dan buru-buru nemenin Bakuy ke pesawat yang untungnya belum berangkat. Bakuy bilang makasih banget ke bapaknya dan minta boarding pass dan paspor Bakuy dibalikin, tapi dia malah bingung dan bilang, "Hah? Dari tadi saya engga pegang paspor."

Lah?

Bakuy panik nyari-nyari paspor sampai hampir buka tas. Si bapaknya bahkan sampai nyaranin untuk datang ke Lost and Found. Eh ternyata paspornya ada di saku celana Bakuy. Hehe. Trus kita sama-sama ketawa gitu.

Malaysia Airlines

Sumber : Atom Travel

Bakuy bukan traveler yang merhatiin jenis-jenis pesawat ya jadi yang Bakuy perhatiin cuman maskapainya aja. Malaysia Airlines (MH) engga seburuk itu kok. Reputasinya rusak gara-gara dua kasus pesawat yang benar-benar menggemparkan industri penerbangan. Waktu Bakuy naik, pramugarinya emang engga terlalu ramah. Beda lah ama pramugari Garuda Indonesia dan Thai Airways yang langsung benar-benar menyambut. Pramugari di MH cenderung seperti 'hello, hi' gitu jadi kayak sebatas kewajiban aja dan bukan dari hati sanubari (elah). Makanannya enak. Waktu itu Bakuy minta ayam dan kentang. Paling engga, rasa makanannya masih cocok dengan lidah orang Indonesia.


Syukurlah penerbangannya lancar dan engga ada kendala berarti. Entertainment-nya juga bekerja dengan baik meski Bakuy sempat bingung cara nyalain TV-nya hehe. Kalau tentang landing, waktu itu sempat agak kasar gitu landing-nya sampai penumpang pada kaget. Tapi waktu pulangnya aman-aman aja kok. Jadi Bakuy bisa menyimpulkan kalau MH itu aman (umur sudah diatur Tuhan. Kalau udah jatahnya pulang ya mau naik Singapore Airlines kelas bisnis dengan asuransi ekstra premium disertai ransel parasut ya engga akan selamat juga). Untuk masalah standar, pokoknya you get what you pay deh :)

Kuala Lumpur International Airport (KLIA)

Sumber : airlines-airports.com
Suasana di KLIA

Deskripsi 'besar' dan 'modern' pasti sudah melekat di benak teman-temankuy semua tentang KLIA ini. Oh iya, jadi di KL itu ada dua bandara komersil. Bagi teman-teman yang menggunakan maskapai AirAsia, mendaratnya di klia2, bukan KLIA. KLIA dan klia2 ini dihubungkan oleh KLIA Express yang waktu tempuhnya cuma sekitar 10 menit dengan harga 2 ringgit sahaja.

Persoalannya adalah, Bakuy sampai di Malaysia sekitar jam 11 malam (Kuala Lumpur lebih cepat 1 jam ketimbang Jakarta). Sebagai solotraveler, tentunya Bakuy engga mau dong sewa hotel untuk waktu yang nanggung kayak begini. Apalagi hotel bandara pasti mahalnya engga normal. Sebenarnya Bakuy bisa naik KLIA Express ke kota saat itu juga. Tapi mengingat Bakuy belum siap, jadi Bakuy putuskan untuk sekali lagi menginap di bandara. Hehehe.

Awal-awal sempat sedih sih. Tidur di bandara sekilas mengingatkan Bakuy akan tragedi di Hong Kong di mana Bakuy cuman menghabiskan waktu keliling-keliling HKIA. Bakuy sempat menyesal dan pengen pulang lagi, tidur di kosan yang nyaman. Eh engga berapa lama berselang, ada ibu-ibu tidur telentang di kursi panjang. Ternyata KLIA itu emang normal kok untuk diinepin. Kondisinya jauh lebih layak ketimbang di Soekarno-Hatta. Bakuy pun memberanikan diri untuk telentang juga di kursi panjang (kursi panjang yang lain yaa, bukan di sebelahnya si ibu itu). Karena takut kejahatan, Bakuy masukin dompet dan hape ke dalam tas. Habis itu Bakuy jadiin tas itu sebagai bantal lalu tidur deh! Alhamdulillah puji Tuhan KLIA memang aman. Ada sih sesekali penumpang pesawat yang baru mendarat lewat-lewat gitu tapi mereka engga akan peduli kok. Petugas-petugas bandara juga sering seliweran dan engga pernah ngusir. Jadi emang Kuala Lumpur itu surga bagi para airport sleeper wkwk. Bahkan ada yang bawa kantong tidur juga. Engga usah malu deh tidur di bandara. Cowok maupun cewek, aman!

Belum berapa lama merem, eh perut udah bunyi. Wah memang salah nih pilih kentang dan ayam waktu di pesawat. Rasa lapar itu bukan cuma sekadar siksaan perut bagi Bakuy, tapi juga siksaan mental. Sebab, Bakuy baru ingat kalau Bakuy ke sini engga bawa ringgit sama sekali. Dollar juga engga bawa. Cuma rupiah. Itupun cuma 300 ribu. Bakuy mulai deh mengitari bandara untuk cari ATM (saat itu Bakuy belum keluar imigrasi). Tapi sedikit banget. Sekalinya ada, dia cuma menerima kartu lokal. Ada sih yang nerima Visa, tapi waktu itu sedang rusak. Bleh! Bakuy panik. Tapi rasa kantuk mengalahkan rasa panik. Jadi yaudah Bakuy lanjut tidur lagi aja. Lagian itu kan Malaysia. Mengingat banyak turis Indonesia, pasti dong di money changer menerima rupiah. Sanssss.

Serupa Tapi Tak Sama

Setelah kurang lebih pukul 7 pagi, Bakuy berjalan ke arah imigrasi bersama para airport sleeper lain yang juga baru bangun. Petugas Imigrasi Malaysia engga sejutek di Singapura. Entah karena waktu itu Bakuy kedapetan ibu-ibu India atau bukan, tapi waktu di Malaysia Bakuy benar-benar dilihat seperti turis. Petugasnya cowok, masih muda, dan ramah. Dia cuma nanya 'sampai kapan di sini dik? Sendirian saja?' dengan aksen Melayu yang kawaii persis Upin Ipin. Habis itu paspor Bakuy distempel dan uda deh. Bertambah lagi cap imigrasi di paspor Bakuy. Yuhuu!

Waktu Bakuy keluar imigrasi, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Matahari sudah terang, jadi transportasi publik sudah bekerja normal. Sebelum keluar bandara, tentunya Bakuy cari ATM dulu. Wah, ternyata bisa. Jadi Bakuy engga perlu tukar uang. Tinggal tarik tunai aja pakai kartu debit Mandiri hehe.

Untuk transportasi dari KLIA ke kota (Stasiun KL Sentral), ada tiga opsi. Bisa naik taksi, KLIA Express, atau bus. Opsi pertama jelas engga masuk pertimbangan Bakuy. Sementara itu, opsi kedua kelihatan kurang menarik. Harga KLIA Express dari KLIA ke Stasiun KL Sentral sekali jalan 55 ringgit. Menurut Bakuy, itu masih mahal. Apalagi Bakuy engga buru-buru. Jadi Bakuy coba memberanikan diri ambil opsi ketiga.


Untuk teman-temankuy yang ingin mengecek jadwal KLIA Express bisa dilihat di sini dan juga tarif-tarif serta detil tujuannya bisa dilihat di sini. Perlu diingat bahwa ada yang namanya KLIA Express dan KLIA Transit. Kalau KLIA Express itu langsung ke KL Sentral. Kalau KLIA Transit itu dia berhenti di beberapa stasiun seperti Putrajaya dan Salak Tinggi.

Untuk sampai di terminal bus KLIA, gampang banget. Ikutin aja petunjuknya. Dia ada di lantai bawah gitu, nanti nyeberang jalan sekali, dan udah deh nyampe. Yang perlu dicatat adalah terminal bus di KL itu engga sekacau di Indonesia. Bukan berarti sangat modern ya, tapi paling engga, lebih layak. Di sana rutenya jelas dan sudah pakai sistem karcis-beli-di-loket. Di loketnya sudah tertera jelas kok rute-rutenya. Datengin aja loket yang ada tulisannya KL Sentral dan bilang 'Sentral' gitu ntar dia ngerti kok. Harganya cuma 10 ringgit. Jauh lebih murah ketimbang naik KLIA Express. Bus-nya juga aman. Engga ada tuh pengamen atau pedagang asongan yang masuk. Waktu itu mayoritas penumpang yang naik bus adalah orang India.

Waktu tempuh dari KLIA ke KL Sentral adalah 1 jam. Sewaktu memasuki daerah perkotaan, ornamen khas India bertebaran di mana-mana. Rupanya masyarakat etnis India baru saja merayakan Diwali (Deepavali) atau Festival Cahaya. Sesuai namanya, di hari tersebut masyarakat Hindu India akan menyalakan lampu, lilin, kembang api, dan semuanya yang identik akan cahaya. Wah, sayang banget Bakuy datang terlambat :( tapi ya mau gimana lagi...

Begitu bus berhenti di Stasiun KL Sentral, turun dan ikutin aja kerumunan orang yang berjalan kaki. Bus akan berhenti di semacam terowongan gitu. Ga usah panik. Itu bagian dari stasiun. Nanti teman-temankuy hanya perlu jalan sedikit dan naik eskalator. Sudah deh, teman-temankuy sampai di KL Sentral, stasiun terbesar yang menjadi hub segala moda transportasi di Kuala Lumpur! Melihat situasi KL Sentral, Bakuy langsung excited sekaligus kecewa. Bakuy excited karena bangsa Melayu ternyata juga punya kemampuan untuk menciptakan moda transportasi yang terintegrasi dan engga abal-abal. Tapi Bakuy juga kecewa karena Indonesia tidak bisa (atau lebih tepatnya, terlambat) menciptakan konsep hub transportasi publik yang sedemikian rupa. KL Sentral itu berkali-kali lebih besar dan modern dari stasiun-stasiun utama di Jakarta. Jangan membayangkan KL Sentral itu seperti Stasiun Jakarta Kota, atau Gambir, atau apalagi Manggarai. KL Sentral melayani berbagai macam moda transportasi berikut papan informasi yang jelas. Setiap informasi ditulis menggunakan bahasa Melayu berhuruf Latin, sesekali dilengkapi dengan bahasa Inggris. Apabila masih bingung, tanya saja pada warga lokal. Kita tentunya tidak akan kesulitan berkomunikasi dengan orang Melayu, dan kalaupun harus berkomunikasi dengan orang Tionghoa atau Tamil, mereka fasih berbahasa Inggris. Jadi kita semua tidak akan mengalami kendala berarti.

Peta Jaringan Transportasi Rel Kuala Lumpur

Karena masih pagi dan belum bisa check-in hotel, Bakuy memutuskan untuk pergi ke Batu Caves terlebih dahulu. Peta jaringan transportasi Kuala Lumpur sangat mudah. Tidak perlu pusing dengan LRT, MRT, monorel, karena semuanya terintegrasi. Perbedaannya adalah, misal, rute yang ingin kita tuju mengharuskan kita pindah moda dari LRT ke MRT, maka tarifnya akan lebih mahal. Itu sahaja. Selebihnya, kita tinggal pindah jalur saja seperti kita pindah kereta kalau di Stasiun Manggarai. Sehingga kita cuma perlu mempelajari rute petanya sahaja, tidak perlu pusing apakah ini LRT, MRT, atau monorel (tentunya kita harus cek dulu di google map stasiun apa yang paling dekat dengan tujuan kita).

Sekadar informasi, trip ke Malaysia ini sangat mendadak sehingga Bakuy benar-benar tidak membuat itinerary haha. Semua hanya menggunakan insting dan asal nembak aja. Jadi ya semuanya serba otodidak. Bahkan mempelajari rute-rute transportasi dan juga cek di google map baru Bakuy lakukan di KLIA. Itu karena Bakuy engga beli SIM Card. Lagian ngapain coba beli SIM Card padahal cuman sehari :(

Interior Monorel Kuala Lumpur
Suasana di dalam monorail

Sekali lagi, karena begitu banyak turis Indonesia di Malaysia, dan fakta bahwa demografi Malaysia itu mirip banget dengan orang Indonesia (kecuali warga etnis India yang bertebaran di mana-mana), sehingga rasanya ya seperti di Indonesia saja. Sebab secara fisik, kita begitu identik. Namun, di dalam transportasi publik ini, ketahuan banget mana yang orang Indonesia dan mana yang orang Malaysia. Orang Indonesia itu cenderung terlalu ekspresif. Bakuy engga ngerti kenapa orang Indonesia engga bisa meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ngobrol keras-keras, menjadikan setiap hal sebagai candaan, sampai ngakak santer di dalam kereta. Bahkan, ada grup ibu-ibu yang duduk di pinggiran rel seenaknya sampai harus diperingatkan seorang remaja putri yang sepertinya orang Malaysia (karena dia menegur dalam aksen Melayu). Belum berhenti sampai situ sahaja, di dalam kereta, mereka menggoda turis Pakistan dengan bilang 'ah you are so handsome like Shah Rukh Khan'. Hah... ini ibu-ibu loh. Menurut Bakuy, ini engga bagus karena akan menciptakan imej orang Indonesia yang norak. Sama seperti orang Hong Kong yang mengecap orang Tiongkok dengan sebutan 'belalang'. Mungkin masyarakat Indonesia yang terlalu sering disuguhi siaran komedi di TV ini perlu sedikit berbenah.

Jadi kesimpulannya, Malaysia itu serupa dengan Indonesia, tapi tak sama.

Batu Caves

Interior Gua di Batu Caves
Batu Caves, Selangor

Stasiun Batu Caves adalah stasiun akhir, sehingga yang turun di situ kemungkinan besar hendak mengunjungi Batu Caves ini. Pengunjung tidak dikenakan biaya apapun. Sekadar informasi, Batu Caves ini adalah bukit gamping yang punya banyak goa. Tempat ini menjadi situs suci umat Hindu sejak abad kesembilanbelas, di mana masyarakat Hindu mulai membangun kompleks kuil yang dipersembahkan untuk Dewa Murugan, dewa perang menurut kepercayaan Hindu sekaligus salah satu dewa paling populer di India selatan tempat masyarakat Tamil berasal. Meskipun dikunjungi banyak sekali turis, Batu Caves masih mempertahankan fungsi aslinya sebagai situs religi umat Hindu. Tempat itu juga menjadi lokasi pusat perayaan hari raya Thaipusam di Malaysia.

Teman-teman perlu tau bahwa Batu Caves ini terletak di negara bagian Selangor, bukan di Kuala Lumpur. Banyak sekali turis yang salah mengira objek wisata ini ada di Kuala Lumpur mengingat Kuala Lumpur memang dikelilingi oleh negara bagian Selangor.

Pedagang Suvenir Khas India

Karena merupakan situs suci masyarakat Tamil, aroma India sangat terasa di Batu Caves ini. Pedagang pernak-pernik serta jajanan khas India bisa ditemukan di mana-mana, begitupun aroma kemenyan yang sangat kuat. Pengunjung akan disambut oleh patung Hanuman setinggi 15 meter (dewa berwujud kera putih di dalam epos Ramayana). Selain itu, ada juga Kuil Krishna, tapi harus bayar tiket masuk yang Bakuy lupa harganya. Selain itu, terdapat pula kuil yang dipersembahkan untuk menghormati Hanuman. Pengunjung boleh masuk dengan syarat mengenakan pakaian sopan dan melepas alas kaki. Akan tetapi, tentu saja yang paling fenomenal dari Batu Caves adalah patung Dewa Murugan setinggi 43 meter yang terbuat dari besi dan dilapisi cat keemasan. Bakuy takjub dengan patungnya, meski saat itu sedang direnovasi jadi di sekujur tubuh Dewa Murugan ada alat-alat renovasi gitu. Huhu.

Untuk mencapai goa utama Batu Caves, kita harus menaiki 272 anak tangga yang curam dan SANGAT MELELAHKAN! Oke, Bakuy emang kuat jalan kaki berkilo-kilo. Tapi kalau disuruh mendaki, apalagi mendaki tangga, wah bisa ngos-ngosan. Bakuy bahkan sempat berhenti dan bersitirahat beberapa kali karena capek. Sembari beristirahat, sempatkanlah mengambil gambar dari atas karena sangat bagus dan kelihatan sekali curamnya. Hati-hati karena ada banyak sekali kera di Batu Caves. Mungkin untuk menghormati Hanuman yang berwujud kera, makanya mereka sengaja dibiarkan berkeliaran bebas. Dilarang membawa pulang atau apalagi berbuat kasar pada kera-kera itu yaa. Terlepas dari larangan, mereka juga satwa yang berhak untuk hidup nyaman. Yah, walaupun kadang suka usil lari-lari dan bikin turis yang lagi mendaki kaget wkwkwk

Menaiki Tangga Menuju Gua

Isi dari Batu Caves tentu saja seperti goa pada umumnya, dengan stalagtit dan stalagmit. Hanya saja, ukurannya sangat luas sehingga di dalam sana dapat dibangun kuil-kuil serta semacam panggung dan singgasana untuk patung dewa-dewi dalam kepercayaan Hindu. Turis-turis India biasanya mengambil kesempatan untuk ikut beribadah bersama warga lokal. Oh iya, di dalam goa aroma India akan semakin terasa beserta kesan kebudayaan India yang sangat kental dan klasik. Bahkan membuat semangat Bakuy untuk mengunjungi India suatu saat nanti makin menggebu-gebu.

Di antara tempat-tempat yang Bakuy kunjungi di Malaysia, Batu Caves termasuk yang paling recommended. Terutama untuk teman-temankuy yang belum pernah pergi ke India tapi ingin merasakan sensasi kehidupan di India.

Patung Dewa Murugan Sedang Direnovasi

Bicara tentang patung Dewa Murugan, Bakuy jadi teringat tentang kontroversi patung dewa perang Kwan Sing Tee Koen di Tuban. Ketika masyarakat Malaysia tidak mau ambil pusing dengan kompor-kompor sektarian semacam itu, orang Indonesia malah terprovokasi dengan mudahnya. Padahal, Dewa Murugan juga merupakan dewa perang dan patungnya pun dibangun di dalam kompleks keagamaan juga. Dan keberadaannya justru menarik kedatangan turis-turis mancanegara. Semoga masyarakat Indonesia bisa lebih bijak dalam menyikapi kasus semacam ini di masa depan :)

Penginapan

Sumber : booking.com

Karena lelah dan mengantuk, Bakuy pun memutuskan untuk segera check-in ke hotel. Iya, hotel. Pada trip kali ini Bakuy memutuskan untuk menginap di hotel karena dua pertimbangan. Pertama, karena cuma menginap semalam, boleh dong Bakuy agak enakan dikit tidurnya hehe kan engga terlalu mahal karena cuma semalam. Kedua, karena lagi ada promo hotel di Traveloka. Hotel yang harusnya 250 ribu per malam jadi 175 ribu aja per malam. Nama hotelnya Izumi Hotel Bukit Bintang. Posisinya sangat strategis. Sangat dekat dengan Stasiun Bukit Bintang (cuma 2 menit jalan kaki) dan tempat-tempat hiburan dan kuliner. Bahkan Bakuy bisa jalan kaki ke Suria KLCC dan Menara Kembar Petronas. Kelemahannya sih, tidak termasuk sarapan. Kamarnya juga kecil. Tapi untuk hotel seharga 175 ribu sih sudah sesuai dengan ekspektasi Bakuy. Kamarnya bersih dan toiletnya juga pribadi.

Night Trip dan Malaysian Sushi

Menara Kembar Petronas
Menara Kembar Petronas

Sebelum berubah nama jadi jalansendiriaja, awalnya nama blog ini adalah sushitraveler. Alasannya adalah karena Bakuy pengen mencicipi hidangan sushi di setiap negara yang Bakuy kunjungi hehe. Nah, di Kuala Lumpur ini, karena hotel Bakuy dekat dengan daerah Bukit Bintang yang ramai, Bakuy sempat bingung memilih makan malam. Alhasil, Bakuy memutuskan untuk jalan dulu ke Menara Kembar Petronas dan Suria KLCC. Dulu sih waktu Bakuy SMP, foto dengan latar belakang Petronas itu prestise. Eh, tapi sekarang rasanya biasa aja hehe. Bakuy engga naik ke Petronas-nya. Sayang duit. Lagian ya foto menara paling bagus kalau kelihatan menaranya dong kayak waktu Bakuy jalan-jalan ke Taiwan. Bakuy juga cuma sebentar masuk ke Suria KLCC. Itu ya kayak mal biasa. Ada banyak di Jakarta. Jadi Bakuy engga tertarik.

Yang membahagiakan dari Kuala Lumpur adalah kondisi lalu lintasnya tidak seketat Singapura, tapi tidak seamburadul Jakarta. Di Kuala Lumpur, masih banyak orang nyeberang bukan di zebra cross. Selain itu, turis-turis juga walaupun lihat tulisan 'dilarang menginjak rumput' pun masih aja menginjak. Ini bukan turis Indonesia aja, tapi turis lokal hingga turis Kaukasian juga ikut melanggar. Banyak juga orang yang jalan di bahu jalan walaupun itu berbahaya. Pokoknya lalu lintasnya engga bikin deg-degan takut ditilang kayak di Singapura. Tapi, tingkat pelanggarannya masih engga separah Indonesia. Bakuy engga melihat ada yang buang sampah sembarangan di pedestrian. Bahkan sungainya juga bersih dari sampah. Padahal itu di Kuala Lumpur, yang tak lain adalah ibukota negara. Dan pengemudinya masih menghormati pejalan kaki! Ini sih yang Bakuy suka. Kondisinya beda banget sama para pengemudi Indonesia yang suka semena-mena sama pejalan kaki (ya kadang pejalan kakinya juga suka engga tau diri sih nyeberang sambil megang hape kaga liat kanan-kiri pula). Kalau lampunya merah, ya mereka berhenti. Pejalan kaki dipersilakan untuk lewat. Di Indonesia, sistem kesadaran kayak gini engga jalan. Harus ada minimal satpam yang bunyiin peluit dulu. Itupun mereka cuma ngurangin kecepatan sebelum tancap gas lagi. Bener-bener engga sabaran!

Nah, setelah puas menjelajahi KLCC dan Bukit Bintang pada malam hari, kurang lebih jam 11'an Bakuy balik deh tuh ke hotel. Nah, di situ lah Bakuy ketemu restoran sushi namanya Senya Izakaya. Awalnya sempat takut, sih. Takut duit engga cukup haha. Tapi karena uda lapar banget dan pikiran tentang 'yah, paling sushi abis berapaan sih' maka Bakuy pun memutuskan untuk nekat aja masuk. Yang jaga di depan pintu masuk mbak-mbak India dan dia friendly banget nganterin masuk dan nyariin tempat duduk. Trus dia ngasih menu. Fiuh, lega banget Bakuy karena tiap menu ada harganya. Harganya juga masih normal kok. Mirip-miriplah ama sushi Jakarta. Mereka memisahkan antara menu yang pakai babi sama yang tidak pakai babi. Jadi kalau pakai babi ada tandanya gitu.


Bakuy ingat pesan ramen dan beberapa jenis sushi. Rasanya juga engga beda jauh ama yang di Jakarta. Gampang lah, untuk survive di Kuala Lumpur. Tapi, yang membuat Bakuy agak surprise adalah mereka jual natto! Sebagai penggila anime Jepang, Bakuy tentu pengen nyobain dong. Ternyata rasanya lumayan meng-HOEKKK YIKES ANYINK! Rasanya aneh! Antara pahit campur sepat campur asem. Bakuy bingung kalau disuruh mendeskripsikan :( pokoknya Bakuy engga suka. Trus karena takut didenda karena engga menghabiskan makanan, sisanya Bakuy cemplungin gitu di dalam kuah ramen trus Bakuy aduk-aduk HAHA. Udah sih. Totalnya yang Bakuy abisin kalau engga salah 200 ringgit. Tapi emang Bakuy makan literally banyak banget. Jadi Bakuy rasa sih normal-normal aja ya.

Museum Diraja Kuala Lumpur

Letaknya ada di seberang sungai di dekat Stasiun Tun Sambanthan, tepatnya di belakang Kuen Cheng Chinese High School. Sekadar informasi, dulunya museum ini adalah kediaman resmi Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong sebelum Istana Negara yang baru selesai dibangun. Untuk turis asing, dikenakan tiket masuk seharga 10 ringgit (kalau Bakuy engga salah ingat).

Sebagai bangunan yang didirikan tahun 1928, kondisinya sangat terpelihara. Arsitektur Agam, Melayu, dan Tionghoa begitu terlihat di istana ini. Bakuy takjub dan hendak mengambil foto, tapi rupanya baterai hape Bakuy habis! Sedih bangettt. Rupanya Bakuy lupa charge hape waktu di hotel. Jadi Bakuy berakhir dengan cuma menikmati sisa jalan-jalan tanpa dokumentasi :( padahal ada banyak yang bagus untuk dipotret di dalam museum ini. Yang paling fenomenal adalah ruang singgasana Yang Dipertuan Agong yang hits karena dekorasinya yang serba keemasan seperti warna bendera Brunei. Selain itu, ada banyak koleksi yang menarik mulai dari barang-barang pribadi Yang Dipertuan Agong, alat-alat kebesaran, warisan etnologi, peninggalan arkeologi, senjata-senjata, hingga keanekaragaman hayati. Salah satu koleksi yang menarik menurut Bakuy adalah koleksi wayang kulit atau shadow play puppet. Bakuy berpikir kalau itu dilihat orang Indonesia pasti disangkanya klaim budaya lagi. Tapi mau tidak mau, memang budaya Indonesia dan Malaysia itu mirip. Keduanya masih satu bangsa dan satu rumpun. Satu-satunya yang menyebabkan keduanya terpisah adalah penjajahan bangsa Eropa. Jadi memang 'aneh' kalau keduanya saling klaim, sebab pada dasarnya sejarah keduanya saling berkaitan.

Yang membedakan antara sejarah Indonesia dan Malaysia adalah peninggalannya. Indonesia punya sejarah jauh lebih panjang dan beragam ketimbang Malaysia, tapi sebagian besar sejarah itu tidak terdokumentasi dengan baik. Lihat saja bagaimana Sriwijaya dan Majapahit seolah-olah lenyap tak bersisa. Sikap tak acuh masyarakat Indonesia terhadap sejarah bangsanya, diperparah dengan kolonialisme Belanda yang destruktif, membuat bangsa Indonesia seolah-olah kehilangan identitas leluhurnya.

Hal sebaliknya justru terjadi di Malaysia. Identitas leluhur sebagai bangsa Melayu begitu jelas terdokumentasi secara berkesinambungan. Kelestarian sistem monarki turut memberi sumbangsih bagi kebudayaan. Kondisi ini didukung oleh kebijakan kolonial Inggris untuk tetap mempertahankan sistem feodal tradisional di masa lalu serta dukungan mereka terhadap konsep Ketuanan Melayu. Pokoknya, Bakuy benar-benar merasakan alur perkembangan sebuah bangsa dari generasi ke generasi.

Apabila teman-teman tipikal penggemar sejarah monarki, Bakuy sangat merekomendasikan museum ini untuk dimasukkan ke dalam destinasi wajib teman-temankuy. Lagipula, sayang banget dong kalau ke Malaysia tapi cuma ke theme park macam Legoland atau Genting Highland (yang kalau macam begituan mah di Jakarta juga banyak). Apa yang membuat Malaysia unik adalah sistem masyarakat dan monarkinya. Maka, usahakan jangan lewatkan kesempatan untuk mempelajarinya!

Dataran Merdeka dan Tugu Nasional

Kedua tempat wisata ini Bakuy gabungin jadi satu karena kurang lebih intinya sama. Jadi yang pertama itu namanya Dataran Merdeka. Disebut demikian karena di tempat inilah bendera Jalur Gemilang (nama bendera federal Malaysia) dikibarkan pada 31 Agustus 1957. Selebihnya, tidak ada yang cukup menarik dari tempat itu. Secara itu cuma alun-alun biasa. Paling-paling turis cuma menyempatkan diri untuk berfoto dengan bendera Malaysia (tiangnya 95 meter, salah satu yang tertinggi di dunia) atau bangunan Sultan Abdul Samad (dulunya gedung pemerintahan kolonial Inggris, sekarang jadi kantor Kementerian Penerangan, Komunikasi, dan Kebudayaan) serta lapangan kriket Royal Selangor Club. Tapi karena itu adalah wilayah kota tua, di dekat situ ada banyak lokasi yang bagus untuk foto seperti St. Mary's Anglican Cathedral, Masjid Jamek, Masjid India, dan kuil Sri Maha Mariamman. Setelah itu, tinggal jalan dikit, kita akan sampai di Tugu Nasional.

Kalau menurut Bakuy, Tugu Nasional ini fenomenal dan keren banget. Bakuy suka sama pose patungnya yang gagah dan di atasnya ada bendera Malaysia yang benar-benar dikibarin. Jadi di tangan patungnya itu benar-benar ada bendera asli yang dinaikin setiap pagi dan diturunin malam harinya oleh tentara penjaga. Fungsi Tugu Nasional adalah untuk memperingati para pejuang yang gugur dalam pertempuran melawan agresi Jepang dan pemberontakan komunis. Di sekeliling tugu akan ada kolam dan air mancur sehingga menambah kesan megahnya. Walaupun menurut orang-orang ini monumen yang biasa aja, tapi menurut Bakuy yang suka sama wisata sejarah, ini sangat layak untuk dikunjungi.

Pasar Seni (Central Market)

Central Market, Pasar Seni (Sumber : TrekEarth)

Bakuy bukan tipikal yang kalau pergi wajib beli oleh-oleh. Karena, menurut Bakuy, itu cuma akan membuat tas jadi berat dan susah masuk kabin. Paling-paling Bakuy beli magnet kulkas doang untuk koleksi. Sudah. Selebihnya ya Bakuy beli paling-paling untuk keluarga inti sahaja. Tapi entah kenapa hari itu Bakuy memutuskan untuk pergi aja ke Pasar Seni. Katanya sih, di situ sentra oleh-olehnya Kuala Lumpur. Jadi pergilah Bakuy ke sana. Pasarnya engga susah dicari, kok. Ada stasiunnya. Ada juga tulisannya gede di depan gedung. Jadi teman-temankuy tidak akan nyasar. Untuk harga, maaf banget, nih. Bakuy bukan penawar harga yang pandai :( jadi umumnya Bakuy cuman terima aja dia pasang harga berapa, minta turunin dikit, udah. Nah, jadi tau kan, kenapa Bakuy engga suka belanja oleh-oleh? Karena Bakuy engga pinter nawar harga! Dan engga bisa juga mengira-ngira mana harga yang pantas dan mana yang tidak! :"(

Apa yang bisa diharapkan dari mengunjungi Malaysia?

Sebenarnya agak kurang tepat kalau menyebut ini trip Malaysia karena pada akhirnya, Bakuy cuma dateng ke Kuala Lumpur dan Selangor. Jadi Bakuy belum bisa dibilang mengeksplor Malaysia secara keseluruhan. Tapi, kalau Bakuy boleh mengambil ibukota negara sebagai cerminan sebuah negara, maka Bakuy bisa mengambil beberapa kesimpulan.

Kalau menurut Bakuy, Malaysia itu kurang lebih Indonesia versi ideal. Terlepas dari keributan yang sering terjadi antar-kedua negara, Bakuy tetap harus mengakui kalau Malaysia ini hampir selalu selangkah atau bahkan dua langkah lebih maju dari Indonesia. Mereka punya infrastruktur yang lengkap, masyarakat yang terorganisir, dan sejarah yang terdokumentasi dengan sangat baik. Mungkin kekurangan dari mereka hanyalah kurangnya 'rangkulan' kepada wilayah mereka yang ada di utara Pulau Borneo. Mereka selalu memfokuskan Malaysia sebagai wilayah yang ada di Semenanjung Malaya, sehingga (berdasarkan data) pembangunan antara Malaysia barat dan Malaysia timur begitu senjang. Tapi kalau kita selalu memandang mereka dari sisi negatifnya, kita tidak akan pernah mau belajar.

Menurut Bakuy, Malaysia lebih menarik dari Singapura. Paling tidak, mereka punya lebih banyak pilihan wisata dari yang natural, historis, kultural, sampai buatan. Saran Bakuy, apabila teman-temankuy berkunjung ke Malaysia, janganlah cuma mendatangi Genting Highland atau Legoland atau Sunway Lagoon. Sebab yang namanya theme park ya theme park (atau resor), di mana-mana juga sama aja. Lebih baik, datangi destinasi yang benar-benar unik dan identik dari negara tersebut. Lalu, ketika ada sisa dana dan waktu, barulah berkunjung ke theme park lokal.

Pada akhirnya, trip kedua ini berjalan sukses. Setelah kegagalan tragis yang Bakuy alami di Hong Kong, pemilihan Malaysia sebagai lokasi trip kedua merupakan keputusan yang tepat karena menjadi moodbooster bagi Bakuy untuk memikirkan trip ketiga. Tentunya, trip ketiga harus lebih jauh. Dan juga harus bervisa. Bakuy sadar kekuatan paspor Indonesia itu lemah, sehingga Bakuy butuh visa negara non-ASEAN untuk mem-power up paspor Bakuy supaya bisa lebih mudah apabila membuat visa negara-negara rese macam Australia dan Uni Eropa. Jadi, ke mana Bakuy akan bepergian selanjutnya? Temukan jawabannya di artikel selanjutnya, ya! :D

Komentar


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page