top of page

Tiongkok : Kekonyolan di Negara Tengah

  • Gambar penulis: Bakuyyyy
    Bakuyyyy
  • 28 Jun 2020
  • 36 menit membaca

Diperbarui: 27 Des 2022

Halo teman-temankuy!


Akhirnya tiba saatnya bagi Bakuy untuk menceritakan trip Bakuy yang terakhir di tahun 2019. Trip ini sebetulnya sangat kurang perencanaan. Jadi setelah Bakuy submit surat pengunduran diri ke KAP Bernama dan cek portal HR, ternyata Bakuy masih punya sisa cuti yang belum dipakai. Lumayan satu minggu lebih dikit. Sebetulnya jatah cuti ini bisa diuangkan, tapi Bakuy yang saat itu sudah penat bekerja bener-bener butuh liburan. Bener-bener udah berada di tahap yang lebih memilih liburan daripada uang haha.


Setelah cek sana-sini, eh ternyata Bakuy ada waktu kosong dari akhir November sampai awal Desember. Hmmm menarik juga nih buat dipake jalan-jalan. Maka, Bakuy pun mulai cari-cari destinasi. Yang menarik ada tiga, antara lain Korea Selatan, Timor-Leste, dan Tiongkok (RRT).


Untuk Korea Selatan, ga berapa lama langsung Bakuy coret dari daftar. Soalnya untuk berkunjung ke negara itu masih perlu urus visa sedangkan Bakuy uda ga punya waktu untuk ngurus visa. Belum lagi kondisi rekening Bakuy pas itu masih berantakan, belum sempat disunting sana-sini. Jadi daripada visa ditolak dan sakit hati, mending dicoret sahaja.


Timor-Leste awalnya tampak menarik apalagi waktu itu mereka baru saja membebaskan visa turis bagi WNI. Tapi masalahnya, tiket ke Dili luar biasa mahal. Sekali jalan dari Jakarta bisa habis 4 juta. Bisa sih diakalin dengan naik travel dari Kupang, tapi waktu jalan-jalannya jadi lebih sempit. Salah-salah nanti waktunya cuma abis di jalan. Maka dengan terpaksa, Timor-Leste pun harus dicoret dari daftar. Mungkin jatahnya nanti sekalian Bakuy keliling NTT (Aamiin!).


So, satu-satunya pilihan adalah Tiongkok, negara dengan populasi terbesar di dunia!


Sekilas tentang Tiongkok

Republik Rakyat Tiongkok memiliki nama asli Zhongguo (中国) yang berarti 'Negara Tengah/Middle Kingdom'. Penggunaan nama Zhongguo sendiri baru dilakukan di masa Republik Tiongkok (tahun 1912). Sebelumnya, Tiongkok lebih dikenal dengan nama dinasti-dinasti penguasanya. Misalnya, Qing China atau Ming China. Setelah lahirnya republik, baru-lah negara Tiongkok secara resmi meminta negara lain, terutama mereka yang menggunakan huruf Mandarin, untuk menyebut negara mereka dengan nama Zhongguo dengan karakter 中国.

traveling ke China

Menurut beberapa penuturan, hal ini dikarenakan posisi Tiongkok berada di tengah-tengah Asia Pasifik. Namun, perubahan nama ini tidak terlepas dari kontroversi terutama dari Jepang, yang memandang kata 'Middle Kingdom' adalah sebuah arogansi di mana Tiongkok melihat dirinya sebagai pusat dunia sedangkan negara-negara lain berputar mengelilinginya. Di samping itu, Jepang sudah memiliki daerah sendiri di negaranya yang bernama ChÅ«goku, yang dalam aksara Kanji tulisannya juga 中国 maka penggunaan nama Zhongguo akan menimbulkan ambiguitas di sana.


Kendati demikian, dunia internasional menyetujui penggunaan nama ini sebagai nama resmi Tiongkok. Pun Jepang akhirnya mengikuti setelah negara mereka menderita kekalahan dalam Perang Dunia II. Maka, sejak saat itu, Tiongkok dikenal dengan sebutan 'Si Negara Tengah'.


Seperti yang sudah Bakuy jelaskan sebelumnya, Tiongkok memiliki catatan sejarah yang luar biasa panjang. Berdasarkan kepercayaan orang Tionghoa, dinasti pertama di Tiongkok adalah Dinasti Xia yang lahir 2100 SM. Dinasti Xia adalah awal dari sistem pemerintahan monarki di Tiongkok. Hanya saja, keberadaan Dinasti Xia tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup kuat. Sehingga, dinasti pertama di Tiongkok yang benar-benar dapat dibuktikan berdasarkan catatan sejarah kontemporer adalah Dinasti Shang. Dinasti ini memerintah di daerah sekitar Sungai Kuning pada abad ke-17 hingga ke-11 SM.


Dinasti Shang kemudian ditaklukkan oleh Dinasti Zhou yang berkuasa hingga abad ke-5 SM. Menjelang akhir dari kekuasaannya, Dinasti Zhou yang telah lemah itu tidak bisa mempertahankan keutuhan wilayahnya. Maka, lahirlah para penguasa feodal yang saling berperang satu sama lain selama 300 tahun lamanya. Era ini disebut sebagai Era Negara Berperang (Warring States Period).


Era Negara Berperang berakhir ketika negara Qin berhasil menundukkan seluruh negara di Tiongkok pada 221 SM. Tiongkok pun memasuki era dinasti ketiga, Dinasti Qin, dengan Kaisar Zheng sebagai kaisar pertama. Pada masa ini, Tiongkok mulai mengembangkan sistem alat ukur, standarisasi karakter Hanzi (huruf Mandarin), dan penciptaan sistem mata uang. Akan tetapi, Dinasti Qin hanya berkuasa 15 tahun. Setelah Kaisar Zheng meninggal, terjadi pemberontakan di mana-mana yang membuat kekaisaran itu akhirnya runtuh.

sejarah China
Ilustrasi perkembangan huruf Hanzi

Keruntuhan Dinasti Qin adalah awal dari lahirnya Dinasti Han. Pada masa inilah orang-orang Tiongkok mulai membentuk identitas kultural yang kuat sehingga sampai hari ini, mayoritas dari mereka masih mengidentifikasi diri mereka sebagai Han Chinese. Dinasti Han memperluas wilayah mereka hingga ke Asia Tengah, Mongolia, Korea, dan Vietnam. Pada masa Dinasti Han pula-lah lahir yang namanya Jalur Sutera. Tiongkok berkembang pesat dari segi budaya dan ekonomi, menjadikan negara ini sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia pada saat itu.


Sayangnya, Dinasti Han akhirnya runtuh. Tak hanya itu, keruntuhannya diikuti oleh masa ketegangan yang disebut era Tiga Negara (Three Kingdoms) yang kisah-kisahnya diabadikan dalam satu dari empat literatur klasik paling terkenal di Tiongkok. Tiga negara yang ada pada masa ini adalah Wei, Wu, dan Shu. Negara Wei berhasil menundukkan negara Shu pada tahun 263 dan kemudian negara Wu pada 279. Setelah berhasil menyatukan Tiongkok kembali, negara Wei pun mendeklarasikan lahirnya dinasti Tiongkok yang keenam, Dinasti Jin.


Terdapat banyak sekali pergolakan di Tiongkok yang akhirnya menyebabkan Dinasti Jin runtuh dan digantikan periode kekaisaran lainnya yang berumur pendek, antara lain Dinasti Sui yang hanya berumur 37 tahun. Hanya dua kaisar Sui yang berkuasa dan keduanya hanyalah kaisar boneka yang dimanfaatkan para jendral untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Barulah pada masa Dinasti Tang dan Dinasti Song, ekonomi, kebudayaan, serta teknologi Tiongkok memasuki masa keemasan.


Kubilai Khan
Kublai Khan, kaisar pertama sekaligus pendiri Dinasti Yuan yang beretnis Mongol

Pada abad ke-10 dan ke-11 M, populasi Tiongkok membengkak hingga 100 juta jiwa dikarenakan budidaya padi yang semakin berkembang di Tiongkok tengah dan selatan. Pada masa ini pula nilai-nilai Konfusianisme kembali digaungkan. Tiongkok masih terus bersinar hingga pada abad ke-13, orang-orang Mongol dari utara menyerang mereka. Dengan dibantainya seluruh anggota Dinasti Song, kini bangsa Mongol menguasai seluruh Tiongkok dan mendirikan Dinasti Yuan dengan Kublai Khan sebagai kaisar pertama.


Pada tahun 1368, seorang petani bernama Zhu Yuanzhang menggulingkan Dinasti Yuan dan mendirikan Dinasti Ming. Sekali lagi, Tiongkok memasuki masa keemasan. Negara itu kembali merasakan kejayaan ekonomi dan teknologi. Mereka pun membangun salah satu angkatan laut terbesar di dunia. Laksamana yang paling terkenal pada masa ini adalah Zheng He/Cheng Ho, seorang pelaut Muslim yang berlayar menyebarkan pengaruh Tiongkok hingga ke Asia Tenggara, Samudra Hindia, dan Afrika Timur.


Laksamana Cheng Ho
Ilustrasi Laksamana Zheng He (Cheng Ho)

Akan tetapi, lagi-lagi kejayaan itu direnggut ketika Dinasti Ming dirobohkan oleh orang-orang Manchu yang bersekutu dengan para jendral. Kemudian mereka mendirikan dinasti baru, sekaligus dinasti terakhir yang berkuasa di Tiongkok, bernama Dinasti Qing.


Berdirinya Dinasti Qing pada tahun 1683 telah menyebabkan 25 juta jiwa melayang dan kemerosotan ekonomi luar biasa bagi Tiongkok. Dinasti ini kemudian memperluas wilayahnya hingga ke Mongolia, Tibet, dan Xinjiang. Meskipun kekuasaannya bersifat otokratik, angkatan perang Dinasti Qing sangat lemah. Mereka tidak mampu melindungi negara mereka dari serangan bangsa Eropa pada Perang Opium. Akhirnya, banyak sekali perjanjian berat sebelah yang terpaksa ditelan Tiongkok, termasuk penyerahan Hong Kong pada Inggris. Kemudian mereka juga kalah dalam perang melawan Jepang, sehingga membuat Tiongkok kehilangan Taiwan serta pengaruh di Semenanjung Korea. Rakyat yang marah akibat ketidakberdayaan Dinasti Qing pun mulai melakukan pemberontakan di mana-mana. Dinasti Qing pada akhirnya diruntuhkan dalam Revolusi Xinhai 1911.


Kaisar Pu Yi
Pu Yi, kaisar Tiongkok yang terakhir, naik tahta saat usianya masih 2 tahun 10 bulan

Maka berakhirlah sudah ribuan tahun kekuasaan monarki di Tiongkok. (istirahat ngetik dulu yah, teman-temankuy)


Pada 1 Januari 1912, Republik Tiongkok didirikan dengan Dr. Sun Yat-sen dari Partai Kuomintang (KMT) diangkat sebagai presiden terasing. Posisi ini tak lama dipegang oleh Dr. Sun karena posisi tersebut langsung dialihkan pada Yuan Shikai, mantan jendral di era Dinasti Qing yang pernah memproklamirkan dirinya sebagai kaisar baru Tiongkok. Pada akhir tahun 1920, Partai KMT di bawah Chiang Kai-shek melakukan Ekspedisi Utara (Northern Expedition) demi menyatukan kembali Tiongkok yang tercerai berai akibat para penguasa feodal. Namun, Chiang gagal menyingkirkan Partai Komunis (CCP) di bawah pimpinan Mao Zedong karena situasi politik Tiongkok yang sangat terfragmentasi pada saat itu.


sejarah Tiongkok
Chiang Kai-shek (kiri) dan Mao Zedong (kanan), dua tokoh sentral dari haluan yang berbeda

Saat Tiongkok masih terkoyak perang saudara, Jepang datang pada tahun 1937 dan dengan sangat cepat menduduki kota-kota besar di timur, termasuk Shanghai dan Beijing. Chiang pada saat itu menolak bertempur secara langsung dengan Jepang karena meyakini pasukannya tidak akan cukup kuat. Sehingga, ia membiarkan tentara komunis, PLA (People's Liberation Army/Tentara Pembebasan Rakyat), bertempur sendirian melawan Jepang sementara ia menyembunyikan pasukan terbaiknya untuk menusuk kaum komunis dari belakang. Strategi ini ternyata malah jadi senjata makan tuan di kemudian hari, sebab rakyat Tiongkok yang tadinya takut pada Partai Komunis mulai melihat partai tersebut sebagai pahlawan, sedangkan Chiang dipandang sebagai pengecut yang melarikan diri.


Setelah Jepang menyerah, Tiongkok lagi-lagi jatuh ke dalam kekacauan. CCP yang bercokol kuat di Manchuria mendapat dukungan serta pelatihan bukan hanya dari Uni Soviet, tapi juga dari tawanan perang Jepang yang membenci Chiang. Semua ini membuat PLA berevolusi bukan hanya jadi pemberontak yang menimbulkan keributan, tapi organisasi militer yang disiplin dan tangguh. Sementara itu, meskipun memiliki perlengkapan yang lebih memadai, moril tentara Chiang benar-benar buruk. Kepercayaan rakyat kepada Chiang juga telah mencapai titik terendah. Terlebih, Amerika Serikat mulai gerah dengan sikap Chiang yang terus merengek minta bantuan tapi tak henti-hentinya menderita kekalahan.


traveling ke RRC
Mao Zedong memproklamirkan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok di Tiananmen Square

Akhirnya, perang tersebut dimenangkan oleh CCP. Chiang dan para elite KMT terpaksa harus melarikan diri ke Taiwan, di mana mereka masih mengklaim sebagai satu-satunya pemerintah Tiongkok yang sah. Sementara itu, Mao Zedong mengambil alih kekuasaan di seluruh daratan Tiongkok dan memproklamirkan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada 21 September 1949.


Kendati memenangkan perang, kaum komunis tidak langsung memperoleh kejayaan seperti sekarang. Tiongkok benar-benar terjerembap ke dalam kemiskinan pada masa itu. Perang berkepanjangan telah menghancurkan warisan kekayaan masa lalu hingga nyaris tak bersisa. Mao berusaha mengembalikan kejayaan Tiongkok menggunakan pendekatan-pendekatan komunisme yang ia percayai, akan tetapi semua berakhir dengan kegagalan. Beberapa berakibat fatal, seperti Revolusi Kebudayaan pada 1966-1976 yang berakibat tewasnya 30 juta rakyat Tiongkok karena kelaparan.


Tiongkok mengalami perkembangan luar biasa pesat pada 1978 ketika Deng Xiaoping mengambil alih kekuasaan pasca-meninggalnya Mao dan memulai reformasi perekonomian besar-besaran. Segera setelah Tiongkok membuka perekonomiannya pada dunia, perekonomian negara itu seakan meledak. Hingga tahun 1990, CCP berhasil mengeluarkan 150 juta rakyat dari kemiskinan. Tak hanya itu, Tiongkok juga berhasil menyalip Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Pada abad ke-21, perekonomian Tiongkok adalah gir bagi perekonomian global. Para analis memperkirakan perekonomian Tiongkok akan menyalip Amerika Serikat dalam waktu dekat, dan menjadi negara adidaya menggantikan posisi Uni Soviet yang telah vakum.


Gila, panjang banget! Ini aja uda Bakuy singkat-singkat banyak! Itulah penyebab kenapa alasan mengunjungi Tiongkok sudah tidak perlu dijelaskan lagi : karena negara ini punya kontribusi signifikan terhadap sejarah dunia!


Tiket

Bakuy engga ada waktu untuk pilih-pilih tiket saat itu karena memang perencanaannya mepet banget. Kayaknya ga nyampe sebulan deh bahkan. Jadi Bakuy tinggal buka aplikasi Traveloka, pilih airlines yang sekiranya menarik, dan issued deh!


Ohiya, ini adalah kali pertama Bakuy pakai opsi Multi-city di Traveloka. Bakuy pesan untuk yang masuk lewat Beijing dan keluar lewat Shanghai. Dua-duanya transit di Hong Kong karena Bakuy naik Cathay Pacific. Untuk rute CGK-HKG dan HKG-CGK dioperasikan oleh Cathay Pacific, sedangkan rute HKG-PEK dan PVG-HKG dioperasikan oleh Cathay Dragon.


Cathay Pacific

Sebenernya ada sih yang lebih murah kalau naik AirAsia atau Scoot. Tapi Bakuy lagi malas yang transit-transit lama kayak gitu. Pengen liburan yang bener-bener liburan. Jadi Bakuy skip LCC yang waktu transitnya gila-gilaan dan lebih memilih naik Cathay yang kalau engga salah harganya 4 juta PP.


Karena ga mau ada pengeluaran gede mendadak, Bakuy bayar pakai kartu kredit cicilan 6 bulan yang Alhamdulillah Puji Tuhan saat ini sudah dibayar lunas tanpa masalah.


Nah, karena rencananya Bakuy pengen eksplor tiga kota yaitu Beijing, Nanjing, dan Shanghai, Bakuy pun mulai memutar otak untuk membanding-bandingkan transportasi antar-kota di Tiongkok. Untuk rute Beijing-Nanjing, ternyata opsi paling menarik adalah dengan naik pesawat karena harga dan jadwalnya pas banget. Jadi Bakuy issued deh tuh China Southern Airlines rute PEK-NKG lewat Traveloka. Wah, makin sayang deh sama aplikasi ini karena jangkauannya makin luas. Seingat Bakuy, dua tahun lalu mereka belum bisa melayani penerbangan ke sesama luar negeri. Sekarang sudah bisa. Wah, mantap deh!


China Southern Airlines

Untuk rute Nanjing ke Shanghai, karena jaraknya ga gitu jauh, Bakuy memutuskan untuk naik kereta aja. Sayangnya, Traveloka belum menjual tiket kereta Tiongkok. Jadi, setelah visa di-approved, Bakuy pun memutuskan untuk beli di Klook. Harganya murah banget cuma IDR 93ribu karena Bakuy pilih yang kelas kambing hihi.


Btw untuk yang mau tau cerita tentang bagaimana apply visa Tiongkok, bisa dibaca di artikel terpisah ini yah.


Drama Pra-Keberangkatan

Untuk trip kali ini engga ada drama pra-keberangkatannya, sih. Mungkin karena untuk kali pertama dalam catatan solotraveling Bakuy, Bakuy minta izin ke Mama dan direstui. Mungkin karena Mama juga uda percaya sama Bakuy. Mungkin pikir Mama, daripada dilarang-larang dan akhirnya malah kabur diam-diam, lebih baik diizinkan sahaja biar kalau pergi-pergi lagi Bakuy ngabarin. Di samping itu, karena sekarang Bakuy uda engga ngekos lagi dan tinggal serumah dengan Wakuy, otomatis gaada lagi yang bisa Bakuy bohongin. Yakali kan ngilang seminggu ke mana coba? Trus pasti ketauan juga karena Bakuy kan harus packing dan bawa-bawa koper.


Untunglah sekarang keluarga Bakuy uda mencoba memahami passion Bakuy dan mulai mendukung.


Mencari Alamat di Tengah Musim Dingin

Karena Bakuy berangkat bulan November-Desember, maka Beijing sedang menghadapi puncak musim dingin. Berkat tragedi di Hong Kong, kali ini Bakuy sudah siap dengan long john, winter coat, dan gloves.


Segera setelah turun dari pesawat, udara dingin langsung menusuk tulang. Orang-orang yang tadinya cuma pakai sweater biasa, buru-buru mengenakan winter coat mereka. Setelah winter coat terpasang, barulah Bakuy mencari-cari sinyal WiFi untuk mengabarkan keluarga di tanah air.


Beijing Capital International Airport gede banget tapi waktu Bakuy datang hari itu suasana sedang lengang. Setelah melewati imigrasi, Bakuy mengikuti arah papan penunjuk ke arah skytrain yang akan membawa Bakuy ke area arrival. Ada lima cara untuk pergi ke pusat kota dari bandara ini, yakni dengan naik taksi, bus, shuttle bus, layanan transfer bandara, dan kereta bandara. Karena udara benar-benar dingin, Bakuy sih memutuskan untuk naik kereta bandara yang harganya CNY 25 sampai ke Stasiun Dongzhimen. Sesampainya di Stasiun Dongzhimen, teman-temankuy bisa lanjut naik subway menuju daerah yang teman-temankuy tuju.


jalan-jalan ke China
Suasana di Shanghai Pudong International Airport, menjelang kepulangan ke Indonesia

Nah, kesialan pertama terjadi pas Bakuy nyari alamat penginapan. Di Agoda tertulis kalau lokasi hostelnya ada di Dongwai Residence yang berjarak sekitar 2 km dari Stasiun Dongzhimen. Karena ga mau buang-buang uang, Bakuy memutuskan untuk jalan kaki sahaja sambil geret koper ke sana. Lagian di Tiongkok banyak kok yang jalan kaki sambil geret-geret koper gitu, jadi ga usah malu.


Sayangnya, ternyata alamatnya sangat sulit dicari, teman-temankuy! Bakuy muter-muter sendirian kayak orang gila di daerah Dongcheng sampai nyaris putus asa. Sempat tanya ke orang-orang sekitar tapi Bakuy engga ngerti bahasa Mandarin orang Beijing yang cepetnya minta ampun. Ada kali Bakuy muter-muter satu jam engga ketemu-ketemu. Sampai akhirnya Bakuy liat ada tulisan äøœå¤–å…¬åÆ“ (ini bahasa Mandarin-nya dibaca Dongwai Gongyu yang berarti Dongwai Residence). Tapi Bakuy engga yakin sama bentukannya karena kayak dijaga gitu, takut ternyata butuh akses atau sesuatu. Bakuy sempet mikir, 'duh jangan-jangan si hostel nyuruh Bakuy buat info ke mereka kalau uda nyampe, tapi karena Bakuy gaada internet, jadi engga tau informasi itu'.


Karena keyakinan Bakuy setengah-setengah (Bakuy tau itu tempatnya, tapi ga tau gimana cara aksesnya) jadi Bakuy tanya ke sekuriti yang jaga di sana. Bakuy uda nunjukin aplikasi di ponsel Bakuy kalau-kalau dia butuh huruf Hanzi-nya, tapi dia malah geleng-geleng dan bilang kalau bukan di situ tempatnya. Lah?


Ini Bakuy uda mulai pening. Mana dinginnya engga nyantai lagi. Wah, itu Bakuy uda mulai parno. Bayang-bayang tragedi Hong Kong kembali bermain di pelupuk mata wakakak.


jalan jalan di Beijing
Beijing kala winter, foto diambil di Wangfujing Street sebagai ilustrasi

Eh, tiba-tiba ada sekumpulan anak muda yang nyelenong masuk gitu aja mengabaikan palang pintu. Nah, Bakuy buntutin mereka sahaja dari belakang. Ternyata Dongwai Residence ini semacam kompleks apartemen gitu, teman-temankuy. Jadi di dalamnya ada tiga (atau empat ya?) gedung yang berfungsi sebagai apartemen. Hostel Bakuy terletak di unit nomor 709 Gedung 1. Walaupun di aplikasi Agoda engga tertulis lantai berapa, tapi saat itu Bakuy refleks sahaja berpikir mungkin '709' sekaligus berarti unit-nya ada di lantai 7. Dan ternyata benar.


Memang teman-temankuy, tantangan pertama dari solotraveling adalah mencari alamat hostel yang seringkali tersembunyi. Tapi jika teman-temankuy sudah berhasil menemukannya, maka problem solved dan sisanya hanya tinggal jalan-jalan cantik sahaja!


Tiananmen Square dan Forbidden City (serta kejadian aneh di dalamnya)

Destinasi pertama yang Bakuy kunjungi di Tiongkok adalah Tiananmen Square dan Forbidden City. Untuk mencapai destinasi ini cukup mudah karena telah dijangkau oleh jaringan subway yaitu di Stasiun Tiananmen West (Tiananmenxi) maupun Tiananmen East (Tiananmendong).


Sebagai catatan ringkas, Forbidden City dulunya adalah kompleks eksklusif yang hanya diperuntukan bagi 2 dinasti terakhir yang berkuasa di Tiongkok, yakni Ming dan Qing. Istana ini adalah saksi bisu sejarah politik Tiongkok yang penuh intrik dan konspirasi. Walaupun sebagian besar bangunannya masih sama seperti sediakala, tapi isinya tidak. Hal ini dikarenakan pemimpin KMT, Chiang Kai-shek, memerintahkan orang-orangnya untuk mengangkut artefak-artefak yang ada di Forbidden City dan membawanya ke Taiwan. Tujuannya adalah agar warisan kebudayaan Tiongkok tidak dirusak oleh kaum komunis. Maka, sampai hari ini, istana itu masih sebagian besar kosong, sebab isinya masih disimpan di National Palace Museum yang ada di Taipei.


jalan jalan ke China
Salah satu istana di Forbidden City

Alasan kenapa kompleks itu disebut Forbidden City adalah karena tak seorangpun dapat keluar maupun masuk dari kompleks tersebut tanpa seizin kaisar.


Walaupun Forbidden City tak lagi menjadi simbol dari otoritas sejak berakhirnya era dinasti di tahun 1921, kompleks itu masih dipandang sakral oleh orang-orang Tiongkok. Itulah sebabnya Mao Zedong memilih Tiananmen Square sebagai lokasi proklamasi berdirinya Republik Rakyat Tiongkok.


Lah? Kan lagi bahas Forbidden City, tapi kok malah nyasar jadi Tiananmen Square?


Karena Forbidden City dan Tiananmen Square itu seberang-seberangan, teman-temankuy. Kalau teman-temankuy mendatangi Forbidden City, maka tak lengkap kalau engga mengunjungi Tiananmen Square juga. Memangnya ada apa sih di Tiananmen Square? Hmmm, sebenernya itu cuma lapangan biasa. Yang bikin spesial adalah nilai sejarahnya. Selain dipakai sebagai lokasi proklamasi berdirinya RRT, Tiananmen Square juga pernah jadi saksi bisu demonstrasi besar-besaran di tahun 1989. Bukan hanya itu, di lapangan itu juga terdapat monumen peringatan para martir yang gugur dalam pertempuran serta mausoleum Mao Zedong. Sayangnya, Bakuy engga pergi ke mausoleum Mao Zedong karena antreannya puanjaaaaaangggg bangettttt! Saran Bakuy kalau teman-temankuy mau masuk ke mausoleum, lebih baik antre dari pagi-pagi supaya engga keduluan warga lokal.


cara ke Forbidden City
Tiananmen Square

Kembali lagi ke cerita perjalanan, Bakuy sempat bingung waktu lihat antrean panjang di depan pintu masuk Forbidden City. Setau Bakuy, harusnya engga ditarik biaya apapun untuk masuk ke destinasi ini. Bakuy sempat berpikir mungkin itu hanya pengecekan barang bawaan sahaja karena di seluruh stasiun subway di Tiongkok, kita wajib memasukkan tas dan koper ke dalam mesin x-ray. Tapi ternyata bukan. Bakuy lihat orang-orang menempelkan KTP mereka ke mesin dan barulah bisa memasuki tempat wisata. Waduh, ini apa lagi? Ada sih, turis asing yang ga punya KTP, tapi mereka nunjukin semacam kertas warna kuning gitu ke penjaga dan baru dibiarkan lewat. Lah? Itu kertas apa? Apakah tiket? Atau bukti registrasi hostel seperti yang ada di Rusia? Entahlah. Karena hanya ada paspor dan visa, Bakuy ya cuma bisa tunjukin dua itu sahaja ke petugas keamanan dan ia pun membiarkan Bakuy lewat. Syukurlah.


Kejadian konyol pertama di Tiongkok...


Nah, ada kejadian aneh sewaktu Bakuy uda masuk ke kompleks Tiananmen. Kan seneng banget tuh begitu ngelihat landmark Beijing yang sebelumnya cuma bisa Bakuy lihat di internet atau buku sejarah. Saking senengnya, Bakuy keluarin deh tuh ponsel buat ambil foto. Cekrek, cekrek. Eh pas Bakuy lagi foto-foto, tetiba ada orang yang minta difotoin. Maka Bakuy dengan polosnya bersedia mengambilkan gambar untuk dia.


Cekrek, cekrek.


Eh dia-nya belum puas, kali ini minta yang landscape. Yauda Bakuy turutin lagi.


Cekrek, cekrek.


Begitu uda selesai, dia bilang xiexie gitu dan pergi. Nah, Bakuy mau lanjut ambil gambar lagi. Jadi, Bakuy rogoh saku. Tapi kok... ponsel Bakuy gaada...?


jalan jalan ke Beijing
Huruf Hanzi dan Manchu yang dipakai berdampingan di Forbidden City

Bakuy rogoh sekali lagi dan memang bener-bener gaada! Wah pas itu uda lemesssss bangettt! Uda panik ga karu-karuan. Langsung di otak Bakuy berpikir jangan-jangan tadi itu scam! Jangan-jangan si Paman tadi cuma pengalih perhatian sementara dia punya sekongkolan yang bertugas nyopet ponselnya Bakuy!


Maka Bakuy cari Paman yang tadi, tapi uda menghilang entah ke mana. Wah itu Bakuy uda kepalang bingung. Ga nyangka kejadian kayak gitu bisa terjadi pada Bakuy. Memang, waktu menerima permintaan Paman tadi, Bakuy engga berprasangka buruk sama sekali sehingga kewaspadaan Bakuy turun. Soalnya Paman tadi kelihatan baik dan ramah banget. Jadi Bakuy engga mengira hal itu akan terjadi!


Trus ga tau tuh Bakuy kesambet setan apa, tiba-tiba pandangan Bakuy tertuju pada seseorang yang lagi bersandar sambil main hape. Bakuy lihat kok warna sarung hapenya coklat, mirip banget sama punya Bakuy. Trus dia sempet melirik juga ke Bakuy. Hmm apa ini yang namanya kleptomania? Jangan-jangan dia nih, yang uda nyopet hapenya Bakuy! Wah, ga bisa nih! Ga boleh didiemin!


Trus Bakuy samperin itu orang dan langsung mau ngambil hapenya! Dia panik banget dong, sambil bilang "Hah, ni shi shui a? Shi shui a?" yang artinya "lo siapa sih?". Tapi Bakuy sama sekali ga dengerin dia dan tetep keukeuh mau lihat hapenya dia sambil bilang, "It's my phone! You stole it!"


Tapi ya waktu itu Bakuy sempet lihat kalau dia lagi buka galeri, dan kok ya isinya beda sama punya Bakuy. Walaupun sekilas tampak mirip, tapi Bakuy kok jadi ragu kalau itu punya Bakuy. Jadi Bakuy lepasin deh tuh sambil bilang maaf. Si orang ini pun buru-buru pergi karena kayaknya ngira Bakuy orang gila.


Bakuy kun mencoba nenangin diri. Di situasi seperti ini, kepanikan hanya akan membawa masalah baru. Jadi Bakuy tarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk balik aja ke penginapan untuk memikirkan apa yang harus Bakuy lakukan selanjutnya. Karena dingin, Bakuy masukin deh tuh tangan Bakuy ke saku jaket.


Eh kok ada sesuatu ya di saku jaket Bakuy. Dan ternyata hapenya ada di saku jaket dong beeeeeeebbbb!!!


traveling to China
Rasanya Bakuy pengen lompat ke parit yang beku ini saking malunya HAHAHA

HAHAHAHAHAHA! Asli waktu itu Bakuy uda maluuuuuuu bangettttt! Memang, tadi Bakuy cuma ngecek di saku celana doang. Rasanya mau nyebur aja ke parit di depan Tiananmen Square. Untunggg aja si Bapak tadi engga ngelaporin Bakuy ke polisi. Bisa kena deportasi kalau Bakuy sampai terlibat kasus kayak gitu kaaaan. Saking malunya, Bakuy langsung lari membaur ke tengah keramaian sambil berharap gaada seorangpun yang melihat kejadian memalukan tadi wakakakakak.


Kembali ke perjalanan...


Forbidden City adalah kompleks istana yang luuuuaaaasssss banget. Butuh waktu kurang lebih setengah hari untuk mengeksplor dari ujung sampai ujung. Kenapa kok bentar banget? Karena berbeda dengan istana-istana di Rusia, Forbidden City isinya kosong. Kita cukup mengagumi keindahan arsitektur kayu yang dinobatkan sebagai UNESCO World Heritage Site, tapi tidak banyak koleksi yang dipamerkan sehingga ya engga butuh waktu terlalu lama untuk eksplor.


Backpacking ke China
Patung singa penjaga Forbidden City yang legendaris

Yang menarik adalah, tiap-tiap tempat di istana ini mempunyai nama-nama yang menurut Bakuy keren banget. Misal yang Bakuy paling inget antara lain Gate of Divine Might, Palace of Heavenly Purity, Hall of Mental Cultivation, Palace of Tranquil Longevity, dan yang paling Bakuy suka adalah Hall of Supreme Harmony! Agak sulit untuk menceritakan kemegahan Forbidden City karena kompleks istana ini sudah hampir benar-benar kosong. Maksudnya ya dia cuma sisa bangunannya doang gitu engga ada isinya. Jadi ya cukup nikmati arsitekturnya sahaja sambil foto-foto. Apalagi kan winter ga ada awan tuh, jadi bagus banget buat foto-foto.


Note : untuk memasuki kompleks Forbidden City dikenakan tarif CNY 40 (November-Maret) dan CNY 60 (April-Oktober). Beli tiketnya bisa langsung di kaunter, tinggal kasih uang dan paspor. Nanti mereka akan masukin nomor paspor teman-temankuy dan nanti pas antrean masuk, petugas tinggal input nomor paspornya sahaja ke komputer mereka.


trip ke China
Salju yang mulai menumpuk

Sayangnya, menurut Bakuy, ketersediaan bahasa Inggris di Forbidden City cukup terbatas. Selain itu, penunjuk pintu keluar juga minim sekali. Bakuy sempat kebingungan nyari jalan keluar karena istananya itu bener-bener luas tapi dengan papan penunjuk arah yang sedikit. Bakuy sempat tes petugasnya apakah bisa bahasa Inggris atau engga, dan ternyata engga...


Semoga Forbidden City dapat lebih berbenah agar bisa makin tourist-friendly di kemudian hari.


Temple of Heaven

Setelah dari Tiananmen Square dan Forbidden City, Bakuy langsung beralih ke Temple of Heaven. Kuil ini memiliki dua kesamaan dengan Forbidden City, yaitu sama-sama UNESCO World Heritage Site yang wajib dikunjungi, serta sama-sama dibangun atas perintah Kaisar Yongle dari Dinasti Ming. Setiap tahun, kaisar Ming dan Qing akan berkunjung ke kuil ini untuk berdoa pada Dewa supaya Tiongkok senantiasa diberi panen yang bagus dan melimpah. Kuil ini kehilangan fungsi aslinya sejak Dinasti Qing runtuh pada tahun 1912, tapi sempat kembali digunakan oleh Yuan Shikai dalam upayanya mengklaim diri sebagai penerus kaisar Ming yang baru.


cara ke Temple of Heaven
Hall of Prayer for Good Harvests yang tersohor

Untuk mencapai kuil ini, teman-temankuy hanya perlu turun di Stasiun Tiantandongmen. Tiket masuknya adalah CNY 35 (April-November) dan CNY 30 (Desember-Maret). Tiket itu sudah termasuk tiket ke kuil utama yakni Hall of Prayer for Good Harvests, dan kuil-kuil lain seperti Imperial Vault of Heaven dan Circular Mound Altar. Sebenarnya masih ada tempat lain seperti Imperial Kitchen (bukan Imperial Kitchen restoran yah) yang berfungsi mempersiapkan persembahan yang akan diberikan kaisar pada Dewa, tapi Bakuy engga masuk ke situ, jadi engga tau harus bayar lagi atau engga.


budget traveling ke China
Imperial Vault of Heaven

Walaupun bukan penikmat seni kekaisaran kuno Tiongkok, tapi Bakuy cukup menikmati kunjungan ke kuil ini, sih. Beda sama saat Bakuy datang ke National Palace Museum di Taiwan, di sini Bakuy engga merasa bosan maupun mengantuk. Mungkin karena di sini, aura kekaisarannya masih terasa. Jadi bukan kuil tiruan yang diisi artefak, melainkan ya memang lokasi aslinya. Jadi, Bakuy sangat merekomendasikan tempat ini pada teman-temankuy yang hendak mengunjungi Beijing.


Musim dingin di Beijing
Circular Mound Altar


Great Wall of China

Nah ini dia yang Bakuy tunggu-tunggu. Akhirnya tiba juga saatnya Bakuy mengunjungi Seven Wonders of the World selain Candi Borobudur. Great Wall adalah rangkaian tembok pertahanan militer yang dibangun dari era Dinasti Qin hingga Ming yang berfungsi melindungi Beijing dari serangan suku-suku barbar di utara. Selain itu, Great Wall juga berfungsi sebagai pengontrol perbatasan serta barang yang keluar-masuk Jalur Sutera. Bukan hanya itu, Great Wall juga dilengkapi dengan menara pengintai, garisun, serta barak, yang memungkinkan tentara Tiongkok mempertahankan diri dari serangan asing.


cara ke Great Wall
Bendera Wuxinghongqi yang berkibar dengan latar belakang Great Wall

Sekilas, pembangunan Great Wall memang terdengar brilian. Akan tetapi, kenyataannya, Great Wall adalah proyek militer yang nilai kegagalannya luar biasa fantastis. Dibanding sebuah dinding pertahanan, Great Wall lebih menyerupai manifestasi kekuatan yang berusaha ditunjukkan bangsa Tiongkok pada suku-suku barbar di utara. Maksudnya, mereka hendak menunjukkan bahwa Tiongkok merupakan bangsa dengan kebudayaan maju yang mampu membangun struktur luar biasa seperti itu.


transportation to the Great Wall of China
Beberapa bagian tembok akan licin saat musim dingin

Sayangnya, para jendral Tiongkok lupa bahwa mereka sedang menghadapi musuh yang secara kebudayaan terbelakang, tapi secara militer lebih maju. Meskipun Great Wall memiliki cakupan wilayah yang luas, rangkaian tembok itu tidak berkesinambungan. Sehingga, bangsa Mongol dapat dengan mudah menemukan bagian tembok yang paling lemah dan menguasainya. Dalam sekejap Great Wall kehilangan taringnya sebagai benteng militer, dan Tiongkok pun jatuh sepenuhnya ke tangan bangsa Mongol. Maka, Great Wall pun berakhir sebagai destinasi wisata semata.


winter di China

Terdapat dua bagian Great Wall yang paling mudah diakses oleh turis, yaitu di Mutianyu dan Badaling. Mutianyu katanya lebih menantang dan sepi pengunjung, tapi akses menuju ke sana lebih rumit. Jadi, Bakuy lebih menyarankan datang ke Badaling sahaja.


Note : Great Wall Badaling akan sangat dipenuhi turis lokal saat Golden Week di Tiongkok dan musim panas. Waktu itu Bakuy datang saat musim dingin, sehingga pengunjungnya tidak ramai. Selalu catat dalam pikiran teman-temankuy bahwa keramaian di Tiongkok akan luar biasa penuh sesak. Salah-salah hal tersebut bisa membuat perjalanan jadi tidak menyenangkan.


Untuk mencapai Great Wall, terdapat beberapa opsi mulai dari bus hingga kereta. Bakuy lebih memilih naik kereta karena jadwalnya lebih pasti dan bebas resiko macet. Untuk rutenya, teman-temankuy hanya perlu naik subway dan turun di Stasiun Huoying. Setelah itu, teman-temankuy ikuti sahaja penunjuk arah ke Stasiun Huangtudian (Exit G4) yang bersebelahan dengan Stasiun Huoying.


solotraveling ke China
Kereta S2 yang berangkat dari Stasiun Huangtudian ke Badaling

Nah, di Stasiun Huangtudian inilah ada kereta yang namanya Kereta S2 (bukan gelar pendidikan) yang akan menuju Stasiun Badaling. Harga tiketnya CNY 7 dan bisa dibeli tunai di kaunter. Keretanya nyaman dan bersih. Hanya saja, para penjual makanan dan minuman kurang ramah. Di sepanjang perjalanan, Bakuy disuguhi pemandangan kota yang perlahan-lahan menjadi desa, lalu hutan-hutan berbukit. Selain itu, timbunan salju juga makin terlihat karena Badaling berada lebih ke utara.



Note : untuk yang kali pertama melihat salju, mungkin akan kegirangan. Bakuy juga gitu, kok. Tapi kegirangan itu akan langsung hilang karena dinginnya minta ampun. Belum lagi fakta kalau salju membuat jalanan jadi licin dan gampang terpeleset. Trus orang Tiongkok juga suka meludah sembarangan. So, Bakuy agak-agak ngeri gitu takut saljunya uda kena ludah orang.


winter in China
Great Wall kala winter

Sesampainya di Stasiun Badaling, ikuti sahaja orang-orang karena mereka juga pasti mengarah ke Great Wall. Tak jauh dari sana, teman-temankuy akan menemukan ticket booth. Kalau teman-temankuy ada uang lebih, teman-temankuy bisa naik cable car yang harganya CNY 140 PP. Kata orang-orang sih cable car-nya seru. Cuman karena Bakuy lagi bokek, ya pilih yang jalan kaki sahaja yang harganya CNY 40 (kalau teman-temankuy naik cable car, teman-temankuy harus bayar CNY 140 plus CNY 40). Untuk teman-temankuy yang naik cable car, di situ ada bangunan. Teman-temankuy cukup masuk ke bangunan itu sahaja. Tapi bagi teman-temankuy yang mau jalan kaki, keluar dari ticket booth dan terus ikuti jalan yang berlawanan dari arah Stasiun Badaling. Kira-kira 1 km dari sana, teman-temankuy sudah sampai di Great Wall.


jalan jalan saat winter

Great Wall Badaling terbagi jadi dua, yaitu South Section dan North Section. South Section terdiri dari 7 pos menara pengawas, sedangkan North Section terdiri dari 12 pos menara pengawas. Kalau tadi teman-temankuy naik cable car, teman-temankuy akan turun di pos menara pengawas nomor 4 di South Section. Sedangkan kalau teman-temankuy jalan kaki, teman-temankuy akan tiba di Entrance Gate, di mana teman-temankuy bisa belok ke satu sisi untuk menuju pos menara pengawas 1 South Section, atau ke sisi yang lain untuk menuju pos menara pengawas 1 North Section.


persyaratan dokumen visa China

Berdasarkan pengamatan Bakuy, North Section punya medan yang lebih berat dari South Section. Di North Section, jalanannya lebih curam dan berliku, tapi tentu saja lebih bagus untuk foto-foto. North Section juga lebih sedikit pengunjungnya. Mungkin karena sebagian besar pengunjung lebih memilih naik cable car, sehingga keramaian lebih terpusat di South Section.


Note : pada musim dingin, angin di atas Great Wall akan luar biasa kencang. Bakuy aja sampai takut ponselnya Bakuy terbawa angin. Beberapa bagian juga akan licin karena salju, jadi hati-hati dan terus awasi langkah, yah!


syarat visa China

Bakuy menjelajah sampai menara pengawas 6 di North Section, sebelum balik lagi ke South Section sampai ke menara pengawas 4. Karena sudah kecapekan (dan kedinginan), Bakuy pun memutuskan untuk balik ke Beijing. Tapi tentunya setelah mengambil ribuan foto cantik Great Wall kala musim dingin.


Apapun yang terjadi, kalau teman-temankuy ke Tiongkok, jangan sekali-sekali melewatkan Great Wall yah! ;)


Kejadian konyol kedua di Tiongkok...

Bakuy ga ngerti ya apa yang salah dengan trip kali ini sampai harus terjadi kekonyolan dua kali! Padahal Bakuy uda izin lho ke orang tua :( dosa apa ya?


Jadi kan Bakuy uda check-out dari hostel dan menuju bandara karena penerbangannya Bakuy ke Nanjing jam 11 siang naik China Southern Airlines. Nyampe di bandara, check-in sukses, bagasi uda masuk, dan Bakuy uda otw nih ke boarding room. Di boarding pass tertulis gate 64 dan boarding time jam 10.30. Karena waktu itu masih jam 10.00, Bakuy sempetin tuh beli oleh-oleh dulu buat keluarga di rumah.


Nah, pas menuju boarding room, Bakuy ngelihat papan informasi tulisannya China Southern Airlines menuju Nanjing gate-nya adalah 65 dan boarding time-nya jam 11.45. Maka Bakuy ikutin deh tuh ke Gate 65 dan ternyata memang bener China Southern Airlines menuju Nanjing jam 11.45.


Waktu itu Bakuy engga mikir panjang. Entah kesambet apa, Bakuy bener-bener langsung mikir kalau mungkin terjadi delay karena badai, jadinya boarding time-nya diundur dan ganti gate. Ya uda deh tuh Bakuy duduk di situ sambil main ponsel buat nyari-nyari destinasi untuk trip selanjutnya. Pada saat itu, kayaknya Bakuy terlalu konsentrasi sama ponsel sehingga mengabaikan pengumuman.


mengurus visa China
Boarding pass China Southern PEK-NKG

Nah, akhirnya waktu boarding tiba. Bakuy ikut deh tuh ngantre sama yang lain. Pas giliran boarding pass-nya Bakuy dipindai, eh kena reject! Pada saat itu Bakuy bener-bener bingung, trus si petugasnya ngasih tau kalau penerbangannya Bakuy di Gate 64, bukan 65.


Lah? Jangan-jangan...


Trus Bakuy pergi ke Gate 64 dan of course udah kosong melompong, teman-temankuy! Bahkan papan pengumuman di atasnya aja uda mati! Trus Bakuy tanya seorang staf bandara yang kebetulan lewat. Dan ternyata oh ternyata, teman-temankuy, Bakuy salah gate dong Ya Tuhan!


Jadi aturan boarding pass-nya itu uda bener, dan engga ada delay. Trus Bakuy kek heran gitu sama diri Bakuy sendiri kok bisa-bisanya salah gate, bisa-bisanya ga ngecek nomor penerbangan, dan bisa-bisanya engga dengerin pengumuman! Karena kan harusnya kalau kasus kayak gitu, nama penumpang yang uda check-in tapi belum melewati gate akan dipanggil oleh petugas. Tapi kayaknya Bakuy engga dengar.


Waduh, itu uda lemes. Bingung harus ngapain. Kek masi ga percaya aja gitu bisa-bisanya Bakuy ketinggalan pesawat hanya karena salah gate. Uda gitu gate-nya tuh sebelah-sebelahan, teman-temankuy! Kok bisa sih sebego ituuu? :""


membuat visa China
Boarding room di PEK, waktu foto ini diambil, Bakuy masi belom sadar kalau Bakuy uda ketinggalan pesawat T.T

Karena uda ga mungkin diapa-apain lagi, yauda Bakuy ke bagian Manager in Charge untuk klaim bagasinya Bakuy yang harusnya uda diturunin. Dan benar sahaja, kopernya Bakuy uda diturunin karena Bakuy engga ngelewatin boarding gate setelah final call beberapa kali.


Akibat kejadian itu, Bakuy pun memutuskan untuk pergi ke Beijing South (Beijingnan) Railway Station untuk beli tiket kereta ke Nanjing (Bakuy uda ga mungkin naik pesawat karena sisanya mahal dan jadwalnya jelek). Bakuy sih berharap ada tiket hari itu yang tersisa. Gapapa deh, naik yang high-speed rail dan harga agak mahal, yang penting sampai di Nanjing tepat waktu. Tapi teman-temankuy, ternyata semua tiket sudah habis untuk semua kelas! Bakuy lupa kalau Tiongkok adalah negara dengan populasi 1.4 miliar orang! Berharap apa coba dengan beli tiket on the spot kayak gini?


Waktu itu Bakuy makin kesal karena di Beijing South Railway Station yang gede banget itu engga ada WiFi sama sekali. Ada sih, WiFi di Starbucks, tapi untuk mengaksesnya Bakuy butuh SIM Card Tiongkok yang Bakuy engga punya. Trus Bakuy tambah kesal karena petugas manapun itu di Tiongkok sama sekali engga bisa bahasa Inggris! Ya ampun! Di negara segede gini, penduduk sebanyak ini, teknologi semaju ini, dan ekonomi sebesar ini, apakah sesulit itu menemukan staf yang piawai berbahasa Inggris? Karena Bakuy uda capek gitu pakai bahasa Mandarin karena mereka ngomongnya cepat banget sedangkan Bakuy uda lama banget engga practise bahasa Mandarin-nya Bakuy.


Puncak kekesalannya Bakuy adalah ketika Bakuy menyebut kata 'information' kepada seorang staf pusat informasi di Beijing South Railway Station, dan dia engga ngerti! Oh, how come lu ga ngerti kata 'information' ketika lu sendiri duduk di bawah papan bertuliskan 'information' sepanjang hariiiii??? Ketika Bakuy ganti dengan kata 'xinxi', barulah dia ngerti maksud Bakuy tapi tetep aja kan ngeselin ya.


biaya hidup di China
E-Tiket kereta ke Nanjing, yang dibunderin bacanya liuche (Gerbong 6), sanhao (Nomor 3), dan Zhongpu (bed tengah)

Akhirnya, Bakuy kebagian tiket ke Nanjing untuk keesokan sorenya. Sedih banget, sih, karena itu berarti Bakuy akan kehilangan waktu satu hari yang berharga untuk mengelilingi Nanjing. Tapi ya apa boleh buat karena uda gaada transportasi lagi ke sana :( dan Bakuy pun kembali ke hostel Bakuy dan membayar untuk menginap satu malam lagi. Untunglah mereka masih punya satu bed kosong untuk satu malam.


Nanjing

Bakuy tiba di Nanjing Railway Station pukul 5 pagi. Mata masih mengantuk, dingin pun masih menusuk tulang. Kendati demikian, Nanjing engga sedingin Beijing. Jadi Bakuy masih bisa tahan menunggu di stasiun sampai matahari terbit.


transportasi di China
Nanjing Railway Station

Setelah menitipkan koper di stasiun dan mencetak tiket ke Shanghai yang sudah Bakuy beli lewat Klook, Bakuy pun sudah siap melenggang mengeksplor kota Nanjing. Kereta Bakuy ke Shanghai akan berangkat jam 2 siang, dengan kata lain Bakuy hanya punya waktu kurang dari setengah hari di Nanjing. Huft... gara-gara insiden salah gate sih :(


naik kereta sleeper China
Gelandangan di Nanjing Railway Station

Beda dengan Shanghai dan Beijing, Nanjing cukup jarang disambangi turis Indonesia. Padahal, menurut Bakuy, kota ini termasuk penting dan sangat sayang untuk dilewatkan. Sebagai bekas ibukota di masa Dinasti Ming dan Republik Tiongkok, kota ini menyimpan banyak sekali artefak sejarah dan museum. Hanya saja, pamor kota ini kalah jauh dibanding Guangzhou, Xi'an, Shenzhen, dan bahkan Xiamen.


penitipan koper di Nanjing
Jasa penitipan barang resmi yang ada di pintu selatan stasiun

Awalnya, Bakuy hendak mengunjungi Mausoleum Dr. Sun Yat-sen, Gate of China, Ming Xiaoling Mausoleum, Ming Palace, Presidential Palace, dan Memorial Hall of the Victims in Nanjing Massacre by Japanese Invaders. Akan tetapi, gara-gara insiden salah gate, Bakuy terpaksa harus mengeliminasi sebagian besar dari destinasi tersebut. Bakuy pun memutuskan untuk memilih Gate of China, Memorial Hall of the Victims in Nanjing Massacre by Japanese Invaders, serta Mausoleum Dr. Sun Yat-sen (jika sempat). Tapi apakah semuanya akan berjalan lancar?


Gate of China, Nanjing

Untuk Gate of China, tidak ada kendala berarti. Bakuy naik subway dari Nanjing Railway Station menuju Stasiun Zhonghuamen. Hanya dengan naik subway sahaja, kita sudah bisa melihat kemegahan Gate of China serta Old City Wall yang mengitarinya, serta kecantikan Sungai Yangtze yang membelah kota Nanjing. Dari Stasiun Zhonghuamen, teman-temankuy hanya perlu jalan kaki sedikit menuju Gate of China.


jalan jalan di Nanjing
Stasiun subway di Nanjing

Gate of China dan Old City Wall merupakan struktur pertahanan kota Nanjing yang melindungi kota tersebut di masa lalu. Struktur ini dibangun di abad ke-14, di bawah instruksi kaisar Dinasti Ming yang ingin memindahkan ibukota kekaisaran dari Beijing ke Nanjing. Berdasarkan catatan sejarah, dibutuhkan 200 ribu tenaga kerja dan 21 tahun untuk menyusun 7 juta kubik meter batu hingga membentuk dinding ini. Untuk memastikan kualitas batu, Kaisar Ming memerintahkan para penyumbang batu untuk mengukir nama mereka di setiap batu yang disumbangkan. Sehingga apabila kelak terjadi sesuatu pada struktur bangunan, kaisar tau kepada siapa ia harus meminta pertanggungjawaban.


jalan-jalan di Nanjing
Gate of China yang masih tutup

Hingga akhir masa kekuasaan Dinasti Qing, struktur ini memiliki 18 pintu gerbang. Akan tetapi, hanya ada dua yang tersisa sekarang. Sebetulnya, teman-temankuy bisa masuk ke dalam gerbang dan naik ke atas dinding. Sayangnya, karena Bakuy datang pagi-pagi sekali, pintu belum dibuka dan staf masih bersih-bersih. Jadi Bakuy hanya mengitari dinding dan gerbang tersebut, mengambil beberapa gambar, sebelum akhirnya pindah ke destinasi selanjutnya.


jalan jalan ke Nanjing
Area Old City Wall yang masih berfungsi sampai hari ini

Untuk informasi lebih detil tentang Gate of China, teman-temankuy bisa kunjungi situs ini yah.


Memorial Hall to the Victims of Nanjing Massacre

Ketika Jepang menginvasi Tiongkok tahun 1937, Nanjing masih menjadi ibukota Tiongkok. Oleh sebab itu, Jepang berusaha mati-matian merebut Nanjing demi mengobrak-abrik moril tentara Tiongkok.


Ketika pada akhirnya Nanjing berhasil direbut pada bulan Desember 1937, terjadi pembantaian, pemerkosaan, dan penjarahan besar-besaran di kota ini. Yang paling mengerikan adalah kontes membunuh 100 orang yang dilakukan dua orang tentara Jepang yang dilaporkan oleh Tokyo Nichi Nichi Shimbun. Dengan hanya menggunakan pedang, dua orang Jepang itu berkelana di kota Nanjing dan berlomba siapa yang dapat terlebih dahulu memenggal kepala 100 orang. Kontes ini menjadi kontroversi dan diperdebatkan secara serius di Jepang sejak tahun 1967.


Museum Pembantaian Nanjing
Patung penderitaan yang dipajang di depan museum

Terlepas dari benar atau tidaknya kontes tersebut, kekejaman Jepang terhadap Tiongkok di Nanjing adalah fakta yang tak terbantahkan. Hanya saja, jumlah korban jiwa secara pasti sangat sulit diketahui karena tentara Jepang langsung memusnahkan catatan-catatan mereka terkait insiden tersebut segera setelah mereka menyerah pada Sekutu tahun 1945. Pun, banyak sekali mayat yang dibuang ke Sungai Yangtze dan Qinhuai, kemudian sebagian lagi dikubur secara massal.


Nazi membantai orang-orang Yahudi di Eropa, sedangkan Jepang membantai orang-orang Tionghoa di Nanjing.


Hanya dengan membaca sejarah kelam ini, Bakuy langsung terdorong untuk datang ke museum tersebut. Untuk mencapainya sangat mudah karena teman-temankuy hanya perlu turun di Stasiun Yunjin Road (Yunjinjie) dan museum sudah tampak jelas di sana.


traveling to Nanjing
Museum yang tutup

Sayang oh seribu sayang, ternyata waktu Bakuy datang, museumnya sedang tutup, teman-temankuy! :" jadi rupanya mereka sedang mempersiapkan acara peringatan pembantaian Nanjing yang jatuh setiap tanggal 13 Desember. Asli, Bakuy kecewa bangettt karena museum itu adalah alasan terkuat kenapa Bakuy bela-belain tetap datang ke Nanjing :"


backpacking ke Nanjing
Pengumuman tutupnya museum yang tersedia dalam bahasa Mandarin dan HANYA bahasa Mandarin

Saat masih foto-foto dan sebelum Bakuy beralih ke Mausoleum Dr. Sun Yat-sen, Bakuy baca satu pengumuman di depan museum (dalam huruf Hanzi) yang intinya bilang kalau Former Site of War-time Sex Slave (Comfort Women) Station at Liji Lane masih tetap buka dan bisa dikunjungi.


Bakuy yang penasaran pun akhirnya coba cari tahu di internet Liji Lane itu tentang apa. Ternyata itu museum baru yang didedikasikan pada wanita-wanita Asia yang dipaksa jadi budak seks oleh tentara Jepang. Saking belum terkenalnya, bahkan museum itu belum terdata di Google Maps, pun informasi tentang museum itu belum banyak tersedia di internet. Karena tampaknya insightful, Bakuy pun segera mengganti Mausoleum Dr. Sun Yat-sen dengan museum ini.


wisata di Nanjing
Patung peringatan comfort women yang ada di Museum Liji Lane

Karena belum ada informasi jelas tentang di mana posisi pasti museum ini, teman-temankuy cukup turun di Stasiun Daxinggong dan berjalanlah menuju Gang Liji (Liji Alley). Di jalan yang sempit ini, teman-temankuy hanya perlu berjalan lurus saja sampai di akhir gang, dan di sanalah terdapat bangunan abu-abu dengan patung peringatan korban perbudakan seks Jepang.


jalan jalan ke RRC
Rumah ini dulunya adalah comfort station, tempat tentara Jepang melampiaskan nafsu pada budak seks

Awal mula didirikannya museum ini adalah ketika seorang wanita Korea Utara, Park Young-sim, datang ke Nanjing pada bulan November 2003 untuk mengidentifikasi sebuah ruangan tempat dirinya disekap bersama wanita Korea lainnya untuk dijadikan budak seks tentara Jepang. Madame Park pun tak henti-hentinya menangis begitu menyaksikan tempat yang selama bertahun-tahun menjadi mimpi terburuknya.


wisata sejarah di Nanjing
Foto-foto Park Young-sim yang ditemukan kembali

Museum ini didedikasikan untuk mengenang penderitaan wanita-wanita tersebut yang hingga hari ini keberadaannya berusaha disembunyikan atau 'diperkecil' oleh Jepang. Di dalam bangunan yang sekilas tampak seperti bekas hotel biasa ini, dulunya adalah lokasi kebiadaban tentara Jepang terhadap para wanita yang tak berdaya tersebut.


Museum budak seks Jepang di Nanjing
Loteng tempat menyekap para budak seks

Sewaktu Bakuy datang ke sana, auranya bener-bener membuat merinding. Bakuy engga bisa bayangin gimana rasanya jadi budak seks saat itu, yang dipakai secara bergilir bahkan sampai rahimnya rusak. Bukan hanya kisah Madame Park, museum ini juga menyimpan catatan mengenai para wanita yang menjadi budak seks di berbagai wilayah Asia. Dan yang paling mengejutkan, yang jadi korban bukan hanya wanita-wanita Asia, tapi juga wanita kulit putih seperti orang Inggris, Amerika Serikat, Belanda, dan Prancis yang saat itu ayah atau keluarganya tengah bertugas di wilayah jajahan di Asia Tenggara.


Jugun Ianfu
Kisah para budak seks di Hindia Belanda saat masa pendudukan Jepang

Walaupun museum ini kecil dan belum terkenal, Bakuy sangat merekomendasikan teman-temankuy untuk mengunjunginya kalau ke Nanjing. Koleksi-koleksinya benar-benar membuka wawasan. Di Asia Tenggara, isu budak seks kerapkali diabaikan demi menjaga hubungan baik dengan Jepang. Tapi hal tersebut tidak berlaku di Tiongkok dan Korea yang kerapkali menyuarakan keadilan bagi mereka meskipun itu berarti harus mengganggu hubungan diplomatik kedua negara.


backpacker China
Kisah memilukan Park Young-sim yang harus mengingat kembali masa-masa terkelam dalam hidupnya

Aaaaaahhhh Nanjing bagus banget!! Bakuy masih menyesal karena cuma punya waktu sebentar di sana. Padahal ada banyak sekali destinasi yang ingin Bakuy kunjungi. Semoga kali lain bisa berkunjung lagi ke Nanjing, deh. Mungkin sekalian trip ke Korea Utara. Aamiin!


Shanghai Jewish Refugees Museum

Di antara tiga kota Tiongkok yang Bakuy kunjungi pada trip kali ini, menurut Bakuy, Shanghai adalah yang paling tidak menarik. Itulah sebabnya Bakuy hanya menghabiskan satu hari di kota ini. Karena sebetulnya Shanghai itu biasa aja. Kayak kota-kota metropolis pada umumnya. Ya ada sih, peninggalan sejarah dan destinasi-destinasi yang Bakuy suka, tapi jumlahnya sangat terbatas. Beda sama Beijing dan Nanjing yang Bakuy sebetulnya suka banget.


jalan jalan di Shanghai
Patung di halaman depan Shanghai Jewish Refugees Museum

Di antara sedikit sekali tempat menarik di Shanghai, yang paling Bakuy incar adalah Shanghai Jewish Refugees Museum.


Ketika Nazi menguasai Jerman pada tahun 1933, negara tersebut mulai mengirim orang-orang Yahudi ke kamp-kamp kerja paksa. Mereka yang belum ditangkap mulai merasa resah, dan hanya tinggal menunggu waktu hingga perlakuan diskriminatif itu berubah menjadi genosida. Maka, mereka pun mulai mencari negara yang masih mau menerima mereka untuk mengungsi.


jalan-jalan ke Shanghai
Sebagai bekas bangunan sinagoga, ada banyak ukiran menorah dan bintang Daud di museum ini

Sayangnya, pada saat itu, tak satupun negara di dunia bersedia menampung mereka. Bahkan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis yang mengecam tindakan tersebut, sama sekali tak membuka pintu bagi orang-orang Yahudi yang frustrasi tersebut. Di saat seluruh dunia seolah membalikkan tubuh mereka dari orang Yahudi, hanya Shanghai - satu-satunya kota di dunia ini - yang masih bersedia menerima pengungsi Yahudi di wilayah mereka.


jalan-jalan di Shanghai
Visa Tiongkok yang sangat dibutuhkan orang Yahudi saat itu. Mereka menyebutnya 'visas for life'.

Hingga tahun 1937, orang Yahudi berlomba-lomba pergi ke Shanghai untuk menyelamatkan diri. Mereka bersedia tinggal di kamp-kamp pengungsian dalam kondisi yang serba tidak pasti daripada harus kembali ke Eropa menghadapi keberingasan Nazi. Orang Yahudi pun bersyukur karena warga lokal menerima mereka dengan tangan terbuka. Sebagian besar pengungsi Yahudi bersaksi bahwa kenangan selama di Shanghai adalah salah satu kenangan paling manis dalam hidup mereka, setidaknya sebelum 1937 ketika Jepang merebut Shanghai dan mulai memberlakukan diskriminasi kepada pengungsi Yahudi di sana.


wisata Shanghai
Paspor Jerman yang dimiliki pengungsi pada masa itu

Museum yang dulunya adalah Sinagoga Ohel Moshe ini menyimpan artefak, catatan, dan sisa-sisa dari kehidupan pengungsi Yahudi di Shanghai. Nyaman sekali rasanya melihat bagaimana manusia menolong satu sama lain di tengah kondisi dunia yang tidak menentu. Setelah Perang Dunia II berakhir, orang-orang Yahudi pun mulai meninggalkan Shanghai. Sebagian besar dari mereka pergi ke Israel, dan sebagian lagi ke Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Kendati demikian, banyak dari mereka berkunjung lagi ke Shanghai hanya untuk mengenang kehidupan mereka serta keramahan orang Shanghai.


wisata sejarah di Shanghai
Museum ini juga menyimpan banyak sekali diorama kehidupan pengungsi Yahudi di Shanghai

Note : untuk memasuki museum ini, dikenakan tiket masuk CNY 50 per orang.


Museum ini pernah dikunjungi oleh mantan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dalam kunjungannya ke Shanghai pada tahun 2007. Konsulat Jendral Israel di Shanghai juga turut membantu merenovasi museum ini sebagai bentuk rasa terima kasih negara Israel pada orang-orang Shanghai atas kebaikan mereka di masa lalu.


Yahudi di China
Menorah serta ucapan terima kasih dari Yitzhak Rabin pada warga Shanghai dalam bahasa Inggris dan Ibrani

Yu Garden dan The Bund

Yu Garden (Yuyuan) adalah taman tradisional Tionghoa yang terletak tepat di sebelah City God Temple di kota tua Shanghai. Selain banyak sekali pedagang suvenir dan street food di sini, Yu Garden juga terkenal akan arsitektur khas Tionghoa-nya yang cantik. Mungkin Yu Garden bisa disebut sebagai destinasi wisata andalan Shanghai, karena selebihnya gaada lagi yang menarik untuk dieksplor (paling tidak ini menurut Bakuy).


kuliner di Shanghai
Saatnya bakar-bakaran!

Taman ini dibangun oleh seorang keluarga elite bernama keluarga Pan pada abad ke-16 di era kekuasaan Dinasti Ming. Namun, biaya perawatan yang besar malah membuat keluarga Pan pada akhirnya bangkrut. Taman ini pun diwariskan pada berbagai keluarga hingga akhirnya pada tahun 1780 sebagian taman dibuka untuk publik.


transportasi di Shanghai

Pada abad ke-19, Yu Garden mengalami beberapa kali kerusakan akibat kondisi politik Tiongkok yang kerap tidak stabil. Beberapa kekisruhan yang merusak Yu Garden antara lain Perang Opium, Pemberontakan Taiping, dan Perang Dunia II. Setelah dilakukan renovasi besar-besaran pada tahun 1956 hingga 1961, akhirnya taman ini dibuka untuk publik. Kemudian, pada tahun 1982, taman ini dinobatkan sebagai monumen nasional.


itinerary Shanghai

Tidak jauh dari Yu Garden, teman-temankuy bisa mencapai The Bund. The Bund adalah tepian Sungai Huangpu yang dulunya merupakan Shanghai International Settlements, yaitu wilayah tempat orang asing dapat tinggal menurut hukum yang berlaku di negara mereka dan bukan hukum Tiongkok. Orang-orang menyukai The Bund karena dari sini mereka bisa melihat gedung-gedung pencakar langit Lujiazui di Distrik Pudong, termasuk di antaranya gedung Hong Kong and Shanghai Bank, ICBC, Gedung Beacukai, Oriental Pearl Tower, Hotel Shangri-La, dan The Peace Hotel.


travelling to Shanghai, China

Singkatnya, The Bund adalah lokasi di mana kita bisa menikmati kemajuan ekonomi Tiongkok dari kejauhan.


must visit place in Shanghai
The Bund kala senja

Kalau Bakuy lihat-lihat sih, The Bund itu mirip sama Corniche di Qatar. Pun orang-orang juga lebih suka ke The Bund kala malam karena lampu kelap-kelipnya lebih terlihat. Akan tetapi, karena ponsel Bakuy tidak cukup bagus memotret kala malam, jadi ya apa boleh buat. Bakuy datang saat hari masih sore, sehingga belum terlalu banyak orang berkumpul. Atau mungkin karena masih musim dingin, jadi orang-orang malas ke luar rumah.


Mata Uang

Mata uang yang dipakai di Tiongkok adalah Chinese Yuan (CNY) atau Renminbi (RMB), yang bisa teman-temankuy dapatkan dengan mudah di Mal Ambassador. Bakuy pun waktu itu tukar sebelum berangkat ke Tiongkok karena takut ATM Bakuy tidak bisa dipakai di Tiongkok. Tapi ternyata ketakutan Bakuy tidak terbukti kok, karena Bakuy sudah coba kartu ATM Bakuy ke ATM-nya Agricultural Bank of China dan tidak terjadi hambatan apa-apa. Cara pakai ATM-nya juga sama seperti ATM di Indonesia.


tukar Yuan di Jakarta

Satu-satunya masalah yang Bakuy alami terkait uang adalah ketika hendak bertransaksi di gerai-gerai makanan siap saji seperti KFC dan McDonald's karena tampaknya beberapa gerai sudah menerapkan sistem fully cashless. Misalnya, waktu Bakuy ke KFC di Badaling atau McDonald's di Wangfujing, orang-orang pesannya sudah lewat komputer yang disediakan di banyak sudut, membayar dengan aplikasi Alipay, lalu menunggu makanan mereka disiapkan oleh staf. Bakuy sama sekali tidak melihat ada yang bertransaksi secara konvensional seperti gerai-gerai yang ada di Indonesia maupun di Jepang. Karena tidak punya akun Alipay, Bakuy pun tidak bisa melakukan pemesanan dan memilih makan di restoran biasa. Misalnya, di restoran mie Sichuan atau di restoran orang Hui.


makanan halal di China
Restoran mie orang Hui

Note : karena banyak orang Muslim di Tiongkok, makanan halal cukup mudah ditemui. Mereka juga lebih familiar dengan istilah halal dibanding orang Jepang, sehingga teman-temankuy yang Muslim tidak perlu khawatir.


restoran halal di China
Mie Sichuan

Sistem cashless juga terjadi pada saat pembelian tiket kereta. Mereka menyediakan mesin penjual tiket otomatis, tapi hanya menerima pembayaran menggunakan kartu kredit atau Alipay. Teman-temankuy bisa sih, beli tiket manual ke kaunter. Tapi antreannya panjang dan stafnya tidak bisa bahasa Inggris :") Trus semua informasi hanya tersedia dalam huruf Hanzi pula.


Note : walaupun nama uangnya 'yuan', tapi orang Tiongkok menyebut satuan mata uang dengan nama 'kuai' dalam bahasa Mandarin. Jadi misal satu barang harganya 25 yuan, mereka akan bilang 'dua puluh lima kuai' atau 'ershiwu kuai'. Jadi jangan sampai salah yah!


Aksara dan bahasa

Bakuy bisa sedikit lebih selamat karena memahami bahasa Mandarin sedikit-sedikit. Kemampuan bahasa Inggris orang Tiongkok bisa dibilang sangat terbatas. Jangankan warga biasa, staf informasi di stasiun atau bandara sahaja belum tentu bisa berbahasa Inggris! Jadi teman-temankuy harus siap mental kalau kesulitan berkomunikasi dengan mereka. Bakuy sangat menyarankan teman-temankuy untuk memiliki koneksi internet agar bisa membuka Google Translate. Supaya kalaupun mereka tidak mengerti apa yang teman-temankuy katakan, mereka bisa mengerti lewat tulisan yang ada di Google Translate.


Huruf Latin juga merupakan sesuatu yang mewah di Tiongkok. Bahkan di stasiun sebesar Beijing South Railway Station, sebagian besar informasi hanya tertulis dalam huruf Hanzi tanpa huruf Latin sama sekali! Ini akan luar biasa menyulitkan bagi teman-temankuy yang sama sekali asing dengan bahasa Mandarin.


Google Translate di China
Google Translate yang bisa memindai seperti ini akan sangat membantu

Jadi untuk teman-temankuy yang hendak solotraveling ke Tiongkok, Bakuy sangat sarankan untuk paling tidak mengerti cara baca nama-nama kota dalam bahasa Mandarin. Misalnya, "Nanjing" dibaca "Nan-tjing", "Beijing" dibaca "Pei-tjing", lalu "Guangzhou" dibaca "Kuang-tchou". Ini penting karena tidak semua orang Tiongkok mengerti cara baca huruf Latin. Kalau nama-nama kota apalagi yang masih terkenal seperti Beijing, mungkin mereka paham. Tapi bagaimana kalau tempat-tempat yang lebih spesifik atau yang namanya sulit, misalnya "Yuyuan (Yu Garden)", "Gugong (Forbidden City)", "Tiantan (Temple of Heaven)", "Qingdao", dan "Wulumuqi (Urumqi)"?


Note : selain belum tentu bisa berbahasa Inggris, orang Tiongkok juga belum tentu bisa membaca huruf Latin. Bahkan di kota-kota metropolis seperti Beijing dan Shanghai sekalipun, masih ada orang yang tidak bisa membaca huruf Latin. Ini adalah fakta yang tidak dilebih-lebihkan karena Bakuy sudah membuktikannya sendiri. Jadi, alangkah baiknya jika teman-temankuy sudah menyimpan dulu huruf-huruf Mandarin dari tempat yang hendak teman-temankuy tuju, lalu menunjukkannya pada orang tersebut jika benar-benar ingin bertanya.


Transportasi

Di Tiongkok, moda transportasi sudah sangat lengkap dan modern. Yang membedakan negara ini dari Jepang adalah kalau di Jepang, semua kelas bisa dibilang layak dan bagus. Kalau di Tiongkok, ada kelas yang sultan banget, tapi ada kelas yang kambing banget. Jadi ada extreme high dan extreme low. Kenapa bisa seperti ini? Karena di Jepang, tingkat daya beli rakyatnya sudah merata. Sementara di Tiongkok, masih ada rakyat yang benar-benar miskin sehingga membutuhkan kelas paling redah tersebut.


naik kereta di China
Beijing South Railway Station

Bakuy adalah salah seorang traveler yang menggunakan kereta kelas kambing tersebut dalam perjalanan dari Nanjing ke Shanghai. Harganya cuma IDR 93ribu, duduknya hadapan-hadapan persis kayak kereta kelas ekonomi di Indonesia. Cuma bedanya di sana lebih kotor karena waktu tempuh perjalanannya lebih panjang. Selama 5 jam perjalanan dari Nanjing ke Shanghai itu lumayan menderita sih. Bakuy berkali-kali nengok atas - ke arah kompartemen barang - karena takut kopernya Bakuy diselipin benda terlarang atau dicuri.


kereta sleeper di China
Pertama kali naik kereta sleeper yayy!

Untuk yang rute Beijing-Nanjing, Bakuy naik kereta overnight yang kelas sleeper dan ini lumayan nyaman, kok. Satu kompartemen isinya 6 bed, lengkap dengan bantal dan selimut. Engga usah takut kelewatan karena ada staf yang nyatetin tujuan tiap-tiap penumpang, dan dia akan keliling lagi buat ngebangunin penumpang kalau udah dekat sama stasiun tujuan. Biasanya sih kakinya ditepuk-tepuk gitu sama dia.


Beijing subway map
Peta subway Beijing

Untuk transportasi dalam kota, seperti biasa Bakuy mengandalkan moda transportasi berbasis rel. Untunglah subway sudah tersedia baik di Beijing, Nanjing, dan Shanghai, dan semuanya terkoneksi dengan tempat-tempat wisata utama di kota tersebut. Untuk beli tiketnya, teman-temankuy cukup menggunakan automatic vending machine yang tersedia dalam bahasa Inggris.


Nanjing Subway Map
Peta subway Nanjing

Untuk transportasi dari pusat kota ke bandara dan sebaliknya, Bakuy pun mengandalkan transportasi berbasis rel. Bandara Shanghai dan Beijing sudah terkoneksi dengan subway, sehingga Bakuy tidak perlu susah-susah mencari taksi. Pokoknya, selama di Tiongkok, transportasi bukanlah sebuah persoalan.


Shanghai Subway Map
Peta subway Shanghai

Akomodasi

Selama di Beijing, Bakuy tinggal di Yolo House Beijing. Pesannya lewat Agoda yang metode pay-in-hotel dengan harga CNY 302 untuk tiga malam. Kenapa kok tumben ga pesan di Traveloka? Karena ternyata pilihan akomodasi Traveloka di Tiongkok belum begitu banyak. Masih terbatas pada hotel-hotel mahal yang engga masuk budget Bakuy. Jadinya Bakuy lebih memilih pakai Agoda.


Seperti yang sudah Bakuy sampaikan sebelumnya, Yolo House Beijing terletak sekitar 2 km dari Stasiun Dongzhimen. Memang agak jauh dan untuk mencapainya harus jalan kaki dulu menembus musim dingin Beijing yang kejam. Lokasinya juga agak sulit ditemukan bagi pemula karena harus masuk ke kompleks apartemen.


Hotel di China
Peta menuju Yolo House Beijing

Waktu naik lift menuju hostel, Bakuy sempat meragukan tempatnya karena lift-nya kelihatan suram. Eh, ternyata engga, kok. Rumahnya hangat dan pemiliknya ramah. Bakuy boleh pakai dapurnya untuk menyeduh air panas atau mengambil beberapa snack yang disediakan. Untuk kamarnya, hostel ini agak unik. Jadi dia punya satu kamar besar banget yang di dalamnya dipasang tenda-tenda. Nah, di dalam tenda itu uda disiapkan bed, selimut, serta bantal. Kita juga dikasih loker masing-masing satu meskipun ukurannya ga muat untuk koper. Tapi selama Bakuy tinggal di sana, koper Bakuy aman kok!


Keluarga pemilik hostel ini juga punya anjing labrador yang lucu bangettt namanya Dodi. Di hari terakhir Bakuy di Beijing, Bakuy memilih stay aja di hostel sambil main-main sama Dodi wakakak. Untuk teman-temankuy yang Muslim, teman-temankuy bisa bilang sahaja ke keluarga pemilik hostel kalau teman-temankuy engga suka anjing. Nanti mereka yang akan ngontrol Dodi biar engga dekat-dekat teman-temankuy.


Oh iya, di Tiongkok, tiap-tiap unit apartemen bisa berfungsi bukan sebagai tempat tinggal. Misalnya, di Dongwai Residence tempat Yolo House Beijing berada, ada satu unit yang berfungsi sebagai daycare. Makanya Bakuy heran kok banyak banget anak-anak keluar-masuk unit itu. Oh, ternyata memang ada daycare di sana.


Di Nanjing, harusnya Bakuy juga nginep di Nanjing Loquats Garden Hotel yang uda Bakuy pesan dari Booking.com. Tapi karena insiden salah gate, jadinya Bakuy engga jadi nginep di sana.


Di Shanghai, Bakuy nginep di Bufan International Hostel yang deket banget sama bandara tapi agak jauh dari pusat kota. Bakuy sengaja pilih hostel ini karena Bakuy cuma akan sekali pergi ke pusat kota Shanghai, dan selanjutnya Bakuy ke bandara. Jadinya biar engga telat ke bandara, Bakuy pilih deh hostel yang dekat sama bandara.


Akomodasi di China
Bufan International Hostel

Sama seperti Yolo House Beijing, agak susah untuk menemukan Bufan International Hostel karena dia ada di satu bangunan yang Bakuy gatau itu apa. Jadi teman-temankuy cuma masuk gedung itu untuk pakai lift menuju tempat hostelnya. Saat Bakuy lagi pusing nyari-nyari alamat, untung ada penjaga toko yang familiar dengan hostel ini jadinya Bakuy dikasih tau untuk naik lift di gedung tersebut.


Hostelnya sih bersih banget. Bakuy ambil yang 3-guests dorm tapi ternyata hanya Bakuy sendirian di sana. Harganya murah dua malam cuma CNY 122. Sayangnya, kamarnya tuh dingin banget! Gatau kayaknya ventilasinya dibiarin terbuka atau gimana, tapi kok Bakuy merasa seolah-olah Bakuy tidur di luar ruangan wakakakak. Jadi sejujurnya Bakuy kurang nyaman sih nginep di sini. Semoga mereka segera berbenah dan memberi penghangat di sana.


Internet

Di Tiongkok, Google dan semua produk turunannya dilarang. Orang-orang Tiongkok menggunakan Baidu (baca : pai-tu) untuk mengganti fungsi Google, tapi jangan harap informasi yang ada di Baidu akan sekomprehensif Google. Mungkin informasi di Baidu banyak, tapi dalam bahasa Mandarin. Jadi teman-temankuy akan kesulitan mencari informasi dalam bahasa Inggris di Baidu.


Untuk menghindari hal ini, ada dua opsi yang bisa teman-temankuy lakukan : 1) beli paket roaming internasional dari Indonesia, atau 2) tetap bergantung pada WiFi tapi jangan lupa nyalakan VPN yang sudah diunduh dari Indonesia. Bakuy sangat menyarankan untuk pilih opsi pertama. Walaupun mahal, teman-temankuy tidak perlu takut terkena sensor internet di Tiongkok karena jaringan yang teman-temankuy pakai adalah jaringan di Indonesia. Sehingga, Bakuy akan punya akses internet sama persis seperti kalau teman-temankuy di Indonesia.


Untuk opsi kedua, Bakuy kurang menyarankan karena VPN sangat menguras baterai. Apalagi kalau teman-temankuy sekalian menyalakan kamera untuk update status di media sosial. Bisa-bisa baterai ponsel teman-temankuy habis sebelum 6 jam. Di samping itu, tidak semua tempat di Tiongkok memiliki jaringan WiFi. Di tempat-tempat publik, umumnya dibutuhkan SIM Card lokal untuk mengakses WiFi sedangkan - berdasarkan pengetahuan yang Bakuy dapat dari teman - tidak sembarang orang bisa membeli SIM Card Tiongkok.


Note : per Juni 2020, sewaktu Bakuy cek di aplikasi Traveloka, mereka sudah menyediakan pocket WiFi dan SIM Card yang bisa dipakai di Tiongkok. Sepertinya layanan ini bisa dicoba, tapi Bakuy tidak bisa mereviu karena waktu itu Bakuy tidak menggunakannya. Kalau teman-temankuy ada yang pernah pakai, tolong komentar di bawah yah!


Kehidupan yang Keras di Tiongkok

Bakuy belum pernah melihat negara 'sekeras' Tiongkok. Bahkan di Rusia yang orang-orangnya terkenal dingin sekalipun, menurut Bakuy, masih jauh lebih ramah ketimbang orang Tiongkok.


Di Tiongkok, perkelahian di jalanan adalah hal yang sangat biasa. Setiap hari, Bakuy selalu melihat ada saja perkelahian di stasiun, di minimarket, di jalanan umum. Dan mereka kalau berkelahi benar-benar yang sampai saling bentak, saling memaki dan berteriak, tapi tak seorangpun tampak cukup peduli untuk melerai. Bakuy sempat lihat ada kurir pengantar makanan yang diteriaki oleh pelanggannya. Tapi bukannya meminta maaf, si kurir malah balik meneriaki dan akhirnya pertengkaran tidak terelakkan.


Di salah satu stasiun subway di Beijing, Bakuy melihat seseorang meneriaki petugas karena merasa 'ditipu' oleh automatic vending machine. Lagi-lagi, bukannya menenangkan, staf stasiun malah balik meneriaki. Di negara ini, semua saling berteriak satu sama lain. Tidak ada yang bersedia mengalah. Mungkin karena mengalah akan dianggap kalah.


Orang Tiongkok juga sangat gemar membuang ludah. Mereka bisa membuang ludah di manapun tanpa memikirkan waktu dan lokasi. Mereka bisa tiba-tiba batuk dan meludah di jalanan umum. Masih biasa? Oke, bagaimana kalau di dalam stasiun? Bukan di relnya ya, tapi di lantai stasiun. Masih belum cukup? Orang yang duduk persis di depan Bakuy dalam perjalanan dari Nanjing ke Shanghai dapat meludah di dalam kereta. That's the most extreme behavior I've ever seen in my journey!


Bakuy tidak berani menilai WC umum karena penilaian Bakuy akan sangat bias. Jadi ceritanya Bakuy baru sahaja tiba di Nanjing Railway Station dan hendak pergi ke toilet. Saat Bakuy hendak membuka pintu, Bakuy langsung disambut lubang WC yang dipenuhi tokai sampai berwarna hitam! Bukan hanya di lubang, kotoran-kotoran itu juga ada di dinding, di lantai, pokoknya di semua tempat! Seolah-olah seseorang yang sedang buang hajat di dalam tiba-tiba terkena gempa sampai kotorannya terlempar ke mana-mana.


Bau busuk campur pesing menusuk hidung Bakuy seketika. Jujur, sampai hari ini, Bakuy masih mual kalau teringat pemandangan itu. Sejak saat itu pula, Bakuy tidak pernah lagi memakai toilet umum di Tiongkok kecuali di bandara.


Bakuy sama sekali tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi di negara semaju Tiongkok. Maksud Bakuy, sebenarnya air di negara itu melimpah. Waktu transit di Hong Kong, Bakuy melihat ada seseorang yang tidak menyiram toilet setelah memakainya. Bakuy coba flush, dan ternyata airnya jalan kok. Jadi sebenarnya bukan karena ketiadaan air, tapi memang kesadaran mereka akan kebersihan masih rendah. Yah, walaupun di sebagian wilayah di Indonesia hal ini pun masih terjadi, sih.


Intinya, kehidupan di Tiongkok sangat keras. Keramahtamahan mereka masih jauh di bawah orang Jepang. Bahkan para pedagang yang menjajakan barang mereka menawarkan produk sambil berteriak-teriak seolah ingin mengajak berkelahi. Kalau di Jepang, hal tersebut akan dipandang sebagai sikap ofensif. Namun, di Tiongkok dengan penduduk 1.4 miliar jiwa ini, hal tersebut adalah upaya untuk menarik perhatian pembeli.


Kesimpulan

Di antara sekian negara yang telah Bakuy kunjungi, Bakuy berani bilang kalau Tiongkok adalah negara yang paling menantang. Bagaimana tidak? Kendala bahasa yang kronis serta keterbatasan internet di setengah awal perjalanan Bakuy sempat sukses membuat Bakuy stres di jalan.


jalan jalan ke Temple of Heaven Beijing

Untuk teman-temankuy yang ingin mencoba solotraveling pertama kali, Bakuy tidak menyarankan Tiongkok karena medannya yang sulit. Bakuy takut nanti teman-temankuy malah trauma dan engga berani solotraveling lagi. Tapi, untuk teman-temankuy yang sudah terbiasa solotraveling dan ingin meningkatkan level, Tiongkok bisa jadi pilihan yang tepat. Negara ini punya banyak sekali pilihan pariwisata mulai dari wisata sejarah, keindahan alam, belanja, hingga kuliner.


Kalau ditanya mau ke Tiongkok lagi atau engga, Bakuy akan jawab MAU! Walaupun sejujurnya trip ini melelahkan, tapi Bakuy masih pengen eksplor Nanjing yang belum sempat diselesaikan, lalu Xi'an, Shenyang, Dandong, hingga akhirnya ke Korea Utara dan mungkin Mongolia atau Tibet. Ada banyak utang yang belum Bakuy lunasi pada Tiongkok, dan Bakuy bertekad untuk melunasinya suatu saat nanti.


Closing statement

Ini adalah trip Bakuy yang terakhir di tahun 2019 dan Bakuy belum memulai trip baru lagi di tahun 2020 karena pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia hingga hari ini (28 Juni 2020) :( Bakuy sangat berharap pandemi ini dapat segera selesai dan kehidupan dapat kembali seperti sediakala. Bakuy rindu banget sama kehidupan kita yang dulu, di mana kita bebas bepergian ke luar rumah tanpa harus takut terserang penyakit.


Waktu Bakuy pulang dari Tiongkok tanggal 7 Desember 2019, berita tentang coronavirus baru aja muncul ke permukaan. Waktu itu, Bakuy yakin siapapun tidak akan mengira pandemi tersebut akan menyerang seluruh dunia sampai seperti ini. Semua pasti meyakini virus tersebut hanya akan terkunci di Wuhan dan mereda dengan sendirinya.


Tapi ternyata tidak.


Virus tersebut telah bebas dan merenggut kebebasan kita :(


Gara-gara pandemi ini pula, trip Bakuy ke Korea Selatan yang harusnya dilakukan Juli nanti harus terpaksa dibatalkan. Bukan cuma Bakuy, teman-temankuy semua juga pasti merasakan kekecewaan yang sama. Mari kita sama-sama berdoa agar badai ini segera berlalu, dan kita bisa beraktivitas dengan tenang seperti biasanya.


Comments


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page