top of page

Korea Selatan : Tragedi dan Mimpi Reunifikasi (Bagian Kedua)

  • Gambar penulis: Bakuyyyy
    Bakuyyyy
  • 15 Apr 2023
  • 59 menit membaca

Halo teman-temankuy! Sesuai janji Bakuy, yuk mari kita lanjutkan lagi cerita pengalaman Bakuy selama solotraveling di Korea Selatan yang enggak kalah seru dengan bagian pertama!


Untuk yang belum baca bagian pertama, sila cek artikelnya di sini yak!


Seoul Day 4, 25 Januari 2023

Hari keempat merupakan hari yang cukup istimewa, soalnya Bakuy akan ikut half-day trip ke salah satu tempat yang paling menarik di seantero-Korea. Tempat ini benar-benar cuma ada di Korea dan gak akan ada di tempat lain. Kecuali Siprus, mungkin.

DMZ Tour nametag
Nametag peserta tur yang berbentuk bendera Korea Selatan

Tapi, perjalanan Bakuy sampai akhirnya berhasil mengikuti tur ini tidak semulus rute Shinkansen Tokyo-Osaka.


Bakuy pesan tur ini lewat Klook jauh-jauh hari sebelumnya. Waktu cek jadwal ketersediaan tur, wah ternyata turnya tersedia di tanggal 22 Januari. Bakuy memang butuh banget aktivitas di tanggal ini karena tadinya Bakuy kira akan banyak tempat wisata di Seoul yang tutup karena hari itu adalah hari H Seollal. Walaupun Bakuy sempat ragu juga sih, jangan-jangan itu situsnya engga update aja. Soalnya Seollal itu festival gede di Korea. Ibarat Lebaran-lah kalau di Indonesia. Masa sih ada tur yang tetap jalan di hari sepenting itu? Oke, kalaupun turnya tetap jalan, destinasinya belum tentu buka, kan?

Seoul in the Dawn
Suasana pagi hari di dekat Hotel Biz di Jongno-gu, Insadong

Tapi Bakuy tetap pede aja booking dan bayar. Gaada masalah. Yauda. Setidaknya Bakuy uda mencoba. Toh kalaupun seandainya ternyata batal, uangnya pasti bisa kembali. Atau gampangnya ya Bakuy tinggal minta reskedul sahaja.

Snow in Seoul
Tebak apa yang sedang turun pagi ini?

Ternyata kegundahan Bakuy terbukti benar adanya. Beberapa minggu sebelum tur, Bakuy dapat surel yang ngasih tau kalau lokasi wisatanya akan tutup pada hari tersebut sehingga mereka akan mengembalikan uang Bakuy. Bakuy buru-buru mencegah dan minta untuk direskedul ke hari terdekat sahaja, yang mana itu tanggal 25 Januari. Soalnya ribet kan kalau harus nunggu refund. Bakuy pernah kerja di online travel agent soalnya, dan proses refund itu bisa mencapai 3 bulan!


Oke, reskedul pun diterima. Tapi, drama belum hanya sampai di situ teman-temankuy!

Winter in Seoul
Hujan salju di Seoul!

Sehari sebelum tur, Bakuy dapat surel dari penyelenggara tur menanyakan apakah Bakuy bersedia apabila meeting point-nya diubah ke Hongik Station exit 8 jam 7:20. Bakuy yang tadinya pesan untuk jam 6:45 tentu mau dong, lumayan banget tuh 30 menit daripada Bakuy harus lari-lari di stasiun subway Seoul yang luas-luas itu. Oke, deal.


Besoknya, Bakuy uda datang pagi-pagi banget. Dengan suhu yang masih sama seperti kemarin, Bakuy datang ke exit 8 (dekat Starbucks). Di situ juga ada banyak turis asing yang nunggu-nunggu gitu. Jadilah Bakuy berpikir kalau mereka ini semua peserta tur yang sama dengan Bakuy. Nah, dengan asumsi tersebut, Bakuy masuk ke Starbucks untuk pesan turmeric latte (yang ternyata ga kerasa kunyitnya sama sekali) daripada harus nunggu di luar dingin-dingin begitu.

Starbucks turmeric latte
Turmeric latte yang membuat perut Bakuy kembung seharian

Ga berapa lama, para peserta tur langsung naik ke bus. Bakuy ikut-ikutan sahaja. Tapi kok Bakuy merasa aneh karena para peserta tur ini pada bawa barang-barang banyak gitu. Semua pada taro di bagasi. Bahkan ada yang bawa seperti stik golf yang Bakuy juga kurang tau itu apa.


Merasa ga yakin, Bakuy pun tanya ke staf sebelum naik ke bus. Wah, untung sahaja Bakuy tanya! Ternyata mereka ini bukan peserta turnya Bakuy! Mereka ini peserta tur ski yang Bakuy juga gatau akan ke mana!

Winter in Korea
Hujan salju pertama Bakuy adalah di Korea!

Nah loh, Bakuy makin bingung. Di surel jelas-jelas tertulis Hongik Station exit 8 jam 7:45. Tapi itu udah jam 7:45 dan masih engga ada tanda-tanda bus lain. Turis asing pun udah gaada lagi. Singkat kata, di situ uda tinggal Bakuy sendirian!


Wah langsung Bakuy kirim surel ke si penyelenggara tur (sempat ragu akan dibalas juga sih, soalnya jam segitu di Korea pas musim dingin masih gelap). Eh ga berapa lama, masuk pesan lewat WhatsApp. Ternyata si ketua rombongan nanyain apakah Bakuy jadi ikut karena mereka uda nungguin di exit 1.


Lah???

North and South Korean border
Lokasi Bakuy untuk day trip hari ini!

Bakuy pun buru-buru balas dengan screenshot surel yang Bakuy terima kalau mereka sendiri yang nyuruh Bakuy buat datang ke exit 8, bukan exit 1. Si ketua tur pun kelabakan dan minta maaf. Dia bilang kesalahan sepenuhnya ada pada dia (ya iyalah!) dan dia nanya apa Bakuy bisa ke exit 1 sekarang. Yauda de Bakuy langsung lari sahaja ke exit 1. Pas banget Bakuy nyampe, Bakuy uda jadi peserta terakhir. Langsung sahaja bus berangkat menuju lokasi.


Fyuh, pagi yang sangat mendebarkan!


Demiliterized Zone (DMZ), Borders of South Korea and North Korea (ķ•œė°˜ė„ ė¹„ė¬“ģž„ģ§€ėŒ€/éŸ“åŠå³¶éžę­¦č£åœ°åø¶)

Ada banyak jalan menuju Roma. Sebetulnya, teman-temankuy bisa ke DMZ (bimujangjidae/ė¹„ė¬“ģž„ģ§€ėŒ€/éžę­¦č£åœ°åø¶) ini tanpa tur. Caranya adalah teman-temankuy naik kereta ke arah DMZ, trus dari sana ikut tur yang diadakan oleh pihak DMZ. Akan tetapi, cara ini lebih kompleks. Pertama, keterbatasan informasi yang bisa teman-temankuy dapatkan. DMZ ini bukan tempat wisata biasa. Situasinya bisa cepat berubah, dan jika itu terjadi, perbatasan bisa ditutup kapan sahaja tanpa pemberitahuan. Teman-temankuy tentu engga mau uda jauh-jauh datang, ternyata malah engga bisa lihat-lihat, kan? Kedua, ada kuota pengunjung setiap harinya. Kuota ini bisa dengan cepat habis apabila sudah banyak tur yang memesan. Pun, ikut tur juga belum tentu bisa masuk ke DMZ. Kalau kehabisan kuota, sebagian peserta tur yang tidak kebagian jatah akan dipulangkan lagi ke Seoul. Jadi memang cara terbaik ya dengan ikut day trip. Udah gitu enak, bisa dapat banyak informasi dan penjelasan.

Korean DMZ
Salah satu sudut di wilayah DMZ

Jarak tempuh dari Hongik Station ke DMZ adalah sekitar 1 jam. Kota tempat dimulainya tur ini sebenarnya adalah kota Paju, kota terakhir di Korea Selatan sebelum memasuki wilayah Korea Utara. Sebelum tiba di DMZ, ketua tur akan meminta paspor teman-temankuy karena dia butuh itu untuk membeli tiket. Pemberhentian pertama adalah kantor pembelian tiket. Kantor ini terletak di daerah yang bernama Imjingak (ģž„ģ§„ź°/臨擄閣). Akan tetapi, teman-temankuy tidak bisa langsung eksplor karena teman-temankuy harus ikut bersama ketua tur untuk menunggu tiket di gedung kantornya. Tapi tenang, teman-temankuy engga perlu antre. Teman-temankuy bisa ke toilet atau baca-baca brosur seputar DMZ yang tersedia di sana.

Imjingak Park
Monumen yang bertuliskan 'Lagu Nostalgia' yang berada di Imjingak Park

Setelah proses pembelian tiket selesai, baru deh ketua tur akan memandu teman-temankuy untuk mengeksplor Imjingak Park. Jadi, di DMZ ini ada dua jenis wilayah : restricted zone dan civilian-control line (CCL). Restricted Zone adalah perbatasan itu sendiri. Dengan kata lain, Restricted Zone ini merupakan Demiliterized Zone (DMZ) yang sesungguhnya. Sementara itu, CCL merupakan wilayah penyangga tambahan yang dibuat tahun 1954 berdasarkan instruksi dari militer Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk mengontrol pergerakan sipil di sepanjang DMZ sekaligus untuk mencegah warga sipil berada terlalu dekat dengan Korea Utara yang dianggap berbahaya.

Imjin River
Sungai Imjin (Hanja : č‡Øę“„ę±Ÿ, Hangeul : ģž„ģ§„ź°• di Korea Selatan, 림진강 di Korea Utara) yang membeku

Sayangnya, DMZ ini wilayah terlarang. Wilayah ini hanya diperuntukkan bagi personel militer. Warga sipil dan turis sama sekali dilarang mendekati wilayah ini. Sehingga, wilayah yang bisa dicapai hanyalah CCL ini. Mungkin ada teman-temankuy yang bertanya, seberapa jauh jarak antara CCL dengan DMZ? Jarak antara CCL ke DMZ adalah 5-20 kilometer. Pun, di CCL ini terdapat pagar berkawat yang bertujuan untuk mencegah penyusupan. Sehingga, foto-foto pagar perbatasan yang selama ini teman-temankuy lihat di vlog atau blog (termasuk blog Bakuy ini), bukanlah foto perbatasan yang sesungguhnya. Itu adalah batas antara CCL dan DMZ yang keduanya masih berada dalam wilayah Korea Selatan, bukan batas antara Korea Selatan dengan Korea Utara.

Korean Demiliterized Zone
Memasuki wilayah CCL

Sesuai namanya, CCL ini tidak terlarang bagi sipil, hanya saja harus ā€˜terkontrol’. Itulah sebabnya teman-temankuy wajib menyerahkan paspor. Sebab pihak Korea Selatan harus bisa mengontrol sekaligus memberi izin pada siapa-siapa sahaja yang melintasi CCL dan apakah mereka berbahaya atau tidak.


Oke, kalau sudah paham, mari kita lanjutkan perjalanannya.

DMZ
Miniatur wilayah DMZ

Destinasi pertama yang akan ditunjukkan adalah patung comfort women yang kalau dalam bahasa Jepang adalah ianfu (慰安婦). Yups, seperti yang Bakuy jelaskan sebelumnya, baik Korea Utara maupun Korea Selatan – meskipun hubungannya tidak akur – sama-sama sepakat bahwa akar sejarah terjadinya perpecahan di Semenanjung Korea adalah akibat penjajahan Jepang. Meskipun pihak Utara dan Selatan saling membenci satu sama lain, mereka tetap sepakat akan tiga hal : bahwa Dokdo adalah milik Korea, bahwa Jepang patut untuk selalu dicurigai, dan bahwa Jepang harus meminta maaf atas kesengsaraan rakyat Korea selama masa penjajahan – termasuk isu comfort women ini.

Comfort Women
Monumen Comfort Women di Imjingak Park

Setelah menjelaskan tentang sejarah comfort women (sejarah lebih detil akan Bakuy jabarkan lagi di destinasi selanjutnya), teman-temankuy akan diajak beralih ke monumen selanjutnya yakni Altar Mangbae atau Mangbaedan (ė§ė°°ė‹Ø/ęœ›ę‹œå£‡). Altar ini dibangun tahun 1985 sebagai harapan akan reunifikasi damai dengan Korea Utara. Sejak saat itu, altar ini selalu dipakai oleh rakyat Korea Selatan yang terpisah dengan keluarganya di Utara untuk melakukan sembahyang leluhur. Pun, para pembelot dari Korea Utara juga menggunakan altar ini untuk sembahyang. Mereka berdoa sambil menghadap ke arah kampung halaman mereka di Utara. Biasanya, sembahyang ini dilakukan pada saat dua hari raya besar yaitu Seollal dan Chuseok. Dan karena Bakuy datang hanya 4 hari setelah Seollal, masih ada sisa-sisa persembahyangan seperti bunga dan dupa.

Mangbaedan Altar
Altar Mangbaedan, tempat berdoa yang menghadap ke Korea Utara

Bener-bener sakit banget ya, terpisah dengan keluarga sendiri akibat perbedaan ideologi politik. Mereka yang berdoa di sini tidak akan pernah tahu apakah keluarga mereka masih hidup atau tidak. Pun, apabila dua Korea bersatu lagi nanti, mereka tidak tahu apakah usia mereka masih cukup atau tidak. Apalagi mengingat mereka yang terpisah akibat perang ini semuanya sudah lanjut usia. Mereka hanya bisa berdoa agar dapat sekali lagi dipertemukan, setidaknya, di surga. Supaya mereka bisa sama-sama tertawa dan menangis membicarakan setiap hal serta kesulitan dan kerinduan yang sudah mereka lalui masing-masing.


Sedih banget. Asli.

Freedom Bridge
Freedom Bridge yang dilewati tentara PBB yang dikembalikan oleh Korea Utara pasca-perang

Setelah selesai dari sana, selanjutnya adalah Freedom Bridge (ģžģœ ģ˜ė‹¤ė¦¬/č‡Ŗē”±ģ˜ė‹¤ė¦¬) yang terletak tepat di belakang Altar Mangbae. Jembatan yang berdiri pada saat ini aslinya hanyalah berfungsi monumen yang dibangun tahun 1996 untuk menghormati rakyat yang mengungsi ke Selatan akibat perang dan meninggal tanpa mampu melihat kembali kampung halaman mereka di Utara.

Korean Demiliterized Zone
Urut dari kiri dibacanya 'cheon ha dae janggun (천 ķ•˜ ėŒ€ ģž„źµ°)' dan 'ji ha nyeo janggun (ģ§€ ķ•˜ ė…€ ģž„źµ°)' yang kalau Bakuy coba artikan sendiri, artinya masing-masing jadi 'jendral besar di muka bumi/bawah langit' dan 'jendral wanita di bawah tanah/tersembunyi'.

Sebelum perang, memang ada dua jembatan yang merupakan bagian dari jalur kereta api Gyeongui. Dua jembatan itu masing-masing diperuntukkan untuk kereta yang mengarah ke utara dan kereta yang mengarah ke selatan. Sayangnya, dua jalur tersebut hancur akibat pengeboman selama perang. Hanya sisa kerangka-kerangkanya sahaja. Itupun di bagian-bagian ujungnya.

North and South Korean border
Jalan menuju perbatasan yang sesungguhnya

Sama seperti seluruh bangunan yang ada di DMZ, jembatan yang sekarang berdiri ini tadinya hanya diniatkan untuk sementara sahaja. Hanya untuk menyambut tentara PBB yang menjadi tawanan perang di Korea Utara tahun 1953. Oleh sebab itu, jembatan ini diberi nama Freedom Bridge. Karena pemuda-pemuda tersebut akhirnya berhasil dipulangkan dan menghirup kembali udara kebebasan setelah bertahun-tahun disekap di penjara Korea Utara.

DMZ Train
Bangkai lokomotif yang disimpan tak jauh dari Freedom Bridge

Gak jauh dari sana, ketua tur akan menunjukkan bangkai lokomotif kereta uap yang penuh lubang peluru. Lokomotif uap yang aslinya berwarna hitam metalik itu sekarang sudah berubah jadi coklat lusuh akibat karat. Kalau melihat lokomotif ini, orang-orang banyakan akan langsung berfantasi membayangkan dahsyatnya Perang Korea di mana lokomotif ini berjalan sambil ditembaki oleh tentara Korea Utara. Hmm, itu khayalan yang heroik dan menarik, tapi sejarah benarnya bukan seperti itu.

DMZ Gondola
DMZ Gondola

Berdasarkan penjelasan dari si ibu ketua tur, kereta ini dulunya dioperasikan oleh seorang masinis bernama Han Joon-ki, orang Korea yang lahir di Jepang. Keberuntungan membuatnya selamat dari tragedi pengeboman Nagasaki (banyak orang Korea yang diperkerjakan secara paksa di pabrik-pabrik Mitsubishi di sana). Setelah Perang Dunia II selesai tahun 1945, Han yang pada saat itu berusia 18 tahun pun kembali ke Korea. Pada saat itu, tak ada seorangpun di Korea yang membayangkan akan terjadi perang lanjutan di negeri mereka. Semua orang bersukacita merayakan kekalahan Jepang dan kemerdekaan Korea. Memang, pada saat itu sudah ada dualitas kepemimpinan antara Kim Il-sung di Pyongyang dan Syngman Rhee di Seoul, tapi tak ada satupun yang berpikir sesama bangsa Korea akan menyerang satu sama lain.

Imjin River
Pemandangan Sungai Imjin dari dalam Gondola

Mengenaskan, perang pun pecah pada 25 Juni 1950. Perang dimulai segera setelah pemerintahan Korea Selatan terbentuk dan Amerika Serikat memutuskan untuk menarik tentaranya. Seandainya Amerika Serikat tidak menarik tentaranya dari Korea Selatan, kecil sekali kemungkinan Korea Utara akan nekat menyerbu.

South-North Korean border
Perbatasan dua Korea yang dijaga ketat dan nyaris mustahil ditembus

Berkat dukungan persenjataan dari Uni Soviet dan bekas tentara Jepang yang membenci Syngman Rhee, Korea Utara dapat dengan mudah menguasai Korea Selatan hingga perbatasan kota Busan. Lokomotif inilah yang digunakan Korea Utara sebagai pemasok logistik tentaranya yang tengah menerobos masuk ke selatan. PBB – yang sejatinya dikendalikan Amerika Serikat – memutuskan untuk mengintervensi sebelum Korea Selatan sepenuhnya jatuh. Maka tentara PBB pun terjun ke medan perang dan berhasil memukul mundur Korea Utara kembali ke negaranya. Bahkan, hingga ke perbatasan Tiongkok.

DMZ
Di hampir setiap tempat di DMZ memiliki pagar pembatas yang sebagian dialiri listrik

Pada saat tentara PBB ini merobos masuk ke Utara inilah, Han Joon-ki mengoperasikan lokomotif ini setelah berhasil dirampas dari Korea Utara. Tugas Han adalah mengantarkan logistik untuk tentara PBB yang tengah bertempur di medan perang di Utara. Han bahkan pernah membawa lokomotif ini sampai ke Pyongyang yang sempat dikuasai PBB. Saat membawa kereta dari dan menuju Pyongyang, Han seringkali dimintai pertolongan rakyat Korea Utara agar bisa ikut serta ke Selatan karena merasa lebih aman di sana.

DMZ Bridge
Jembatan yang tak pernah lagi digunakan sejak Perang Korea berakhir tahun 1953

Sayang seribu sayang, pasukan PBB kembali dipukul mundur ketika Tiongkok mengirimkan bala bantuan untuk Kim Il-sung. Maka, Han harus membawa kembali kereta beserta lokomotifnya kembali ke Selatan. Lokomotif inilah yang membawa kereta terakhir melintasi perbatasan Utara-Selatan. Sejak saat itu, tak pernah ada lagi kereta yang melintasi garis lintang 38 derajat yang memisahkan dua Korea.

DMZ Gondola
Gondola DMZ yang sangat sayang jika dilewatkan

Setelah tentara PBB dipukul mundur dan keretanya telah kembali lagi ke Selatan, Han menyaksikan lokomotifnya ditembaki dan dirusak oleh tentara Amerika Serikat. Meski bersedih, Han paham betul bahwa tujuan penghancuran tersebut adalah supaya lokomotif itu tidak jatuh kembali ke tangan Utara apabila situasi perang jadi tidak menguntungkan. Itulah sejarah sebenarnya mengapa banyak sekali lubang peluru di badan lokomotif ini.


Wow, panjang juga ya Bakuy ceritanya? Gapapa yah, sekalian belajar sejarah hehe.


Selesai dari lokomotif uap, rombongan tur akan dibagi menjadi dua : rombongan tanpa naik gondola, dan rombongan naik gondola. Pada saat memesan tur, akan ditanya apakah teman-temankuy ingin naik DMZ Gondola atau tidak. Meski ditarik biaya tambahan, atraksi ini sifatnya opsional, jadi teman-temankuy bisa skip sahaja kalau tidak mau. Dan kalau teman-temankuy skip, setau Bakuy, teman-temankuy akan dapat waktu bebas untuk mengeksplor Imjingak sementara rombongan gondola naik gondola.

Demiliterized Zone Korea
Mengamati Sungai Imjin yang beku dari kolong gondola yang transparan

Bakuy sih pilih naik, ya. Soalnya udah jauh-jauh ke DMZ, yakali ga menikmati semua atraksinya. Pada saat itulah Bakuy kenalan sama seorang cewek asal Singapura namanya Siti. Siti ini umurnya sekitar 30 tahunan dan juga seorang solotraveler. Siti pulalah yang memperkenalkan Bakuy pada heatpack haha. Soalnya sarung tangan Bakuy ketinggalan di bus padahal di luar sana suhunya lagi ekstrem-ekstremnya.


Note : karena lebih dekat dengan Siberia, suhu udara di Korea Utara lebih dingin dari Korea Selatan. Bahkan di perbatasan waktu itu sahaja sudah -22°C! Tangan Bakuy sampek ngilu dan kuku Bakuy sedikit luka karena kedinginan.

Korean borders
Kamera harus di-zoom karena dilarang mendekati beberapa area yang 'diduga' masih menyimpan ranjau darat

Kalau teman-temankuy naik gondola, teman-temankuy akan diberi waktu sekitar 90 menit untuk naik gondola pergi-pulang dan mengeksplor lokasi di sebarang Sungai Imjin. Nah, inilah yang tidak didapat oleh mereka yang tidak naik gondola. Seru banget melihat pemandangan Sungai Imjin dari ketinggian. Walaupun sejatinya di seberang sana engga ada apa-apa, sih (mungkin ada, tapi karena masih pagi, waktu itu belum banyak yang buka). Yang menarik paling adalah pagar-pagar pembatas sama penanda ranjau supaya turis tidak sembarangan melangkah.

DMZ Gondola
DMZ menghadap ke arah Korea Selatan

Ohiya, di gondola itu juga Bakuy sadar kalau mayoritas peserta tur adalah orang Singapura. Bakuy kurang tau kenapa, tapi sepertinya orang Singapura banyak yang percaya sama Klook dan mereka juga suka wisata DMZ ini.

sotteok sotteok
Sarapan soddeok soddeok (ģ†Œė–”ģ†Œė–”), yang merupakan singkatan dari sosis (ģ†Œģ‹œģ§€) dan tteokbokki (ė–”ė³¶ģ“)

Setelah puas naik gondola dan Bakuy juga sempat sarapan soddeok soddeok sebentar, tur dilanjutkan kembali. Kali ini naik bus, karena harus memasuki area CCL. Kelihatan banget waktu mau masuk CCL, jalanan dibarikade oleh palang-palang berkawat duri. Bus berhenti, lalu dua orang tentara naik untuk memeriksa identitas setiap penumpang.

Korean soldiers
Pos pemeriksaan saat masuk dan keluar wilayah CCL oleh polisi militer

Siti berbisik, ā€œKorean guy in military uniform is so hot!ā€ katanya. Bakuy sampek ketawa. Iya sih, apalagi pas musim dingin kayak begini. Mereka akan pakai outfit yang tebal. Benar-benar kayak tentara dari negara maju gitu. Uda gitu kan orang Korea itu rambutnya bagus dan kulitnya juga dijaga banget ya. Jadi lebih mirip aktor-aktor di drama daripada tentara betulan haha.

South Korean DMZ Tour
Di sepanjang jalan di wilayah CCL, selalu ditemukan pagar berkawat duri

Eh, ketua tur pun ngasi tau kalau mereka yang patroli di sini banyakan anak-anak muda yang lagi wajib militer. Owalah, pantesan kelihatan muda dan bersih banget! Memang sih, orang Korea tu skincare-nya kenceng banget engga cowok, engga cewek. Untuk cowok, memang skincare-nya engga selebay itu juga. Tapi dibandingkan cowok-cowok dari negara lain, cowok Korea bisa dibilang lebih memperhatikan penampilan mereka. Cewek-ceweknya gimana? Itu kayaknya engga perlu dijelasin lagi gasih? Hahaha

DMZ Tour
Jalanan di CCL yang lengang

Oh iya, si ibu ketua tur juga bilang kalau Jin BTS juga saat itu lagi wajib militer di daerah DMZ, yang mana merupakan daerah paling beresiko tinggi di Korea. Sayangnya, Bakuy dan Siti bukan K-Popers jadi ya ga tertarik juga.

South Korean DMZ
Pos pemeriksaan CCL

Melewati CCL, tujuan pertama adalah 3rd Infiltration Tunnel (제3땅굓). Meskipun Perang Korea ditutup dengan perjanjian gencatan senjata, ambisi Korea Utara untuk merebut Korea Selatan belum sirna. Mereka pun diam-diam membangun terowongan bawah tanah yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk menciptakan serangan dadakan ke Seoul yang hanya berjarak 50 kilometer dari perbatasan.

3rd Infiltration Tunnel Entrance
Pintu masuk 3rd Infiltration Tunnel

Jujur, Bakuy kurang yakin versi mana yang benar, tapi ada dua versi yang menceritakan tentang bagaimana terowongan itu dapat ditemukan. Versi pertama adalah karena Korea Selatan mengetahui adanya ledakan bawah tanah bulan Oktober 1978 di sekitar DMZ. Diperkirakan ledakan itu berasal dari aktivitas penggalian Korea Utara, dan butuh waktu 4 bulan untuk menemukan lokasi persisnya. Versi kedua adalah Korea Selatan sama sekali tidak menyadari adanya terowongan tersebut hingga seorang pembelot dari Korea Utara memberitahu dan menunjukkan lokasinya.

3rd Infiltration Tunnel
Salah satu lokasi berfoto di 3rd Infiltration Tunnel

Secara logika, Bakuy lebih percaya sama versi pertama. Rasanya mustahil kalau ada aktivitas penggalian yang tak disadari di sepanjang perbatasan yang sangat dijaga ketat seperti itu. Apabila Korea Selatan adalah negara miskin dan terbelakang, bisa jadi. Tapi pada waktu itu, Korea Selatan sudah berkembang pesat. Apalagi, mereka dibantu oleh teknologi pertahanan dari Amerika Serikat. Tidak menyadari aktivitas besar seperti ini merupakan sebuah cacat yang memalukan.

3rd Infiltration Tunnel
Mulut terowongan, dilarang memotret setelah melewati pintu yang dibatasi mobil itu

Sebelum masuk ke terowongan, terlebih dahulu teman-temankuy akan diajak menonton video tentang sejarah singkat Perang Korea serta sejarah penemuan terowongan tersebut. Ada dua bahasa yang tersedia, yaitu bahasa Korea (dengan subtitel bahasa Inggris) dan bahasa Mandarin. Setelah menonton video, teman-temankuy akan diajak ke museum mini tentang denah DMZ. Kalimat dari ketua tur yang paling mengena di benak Bakuy adalah, ā€œSetiap hal yang dibuat di daerah ini hanya dimaksudkan untuk sementara waktu. Tidak ada seorangpun yang mengira bahwa semua ini akan berlangsung hingga lebih dari 70 tahun.ā€

DMZ Tour
Berpose dulu di depan 3rd Infiltration Tunnel!

Untuk memasuki terowongan, semua barang bawaan termasuk mantel, ponsel, kamera, pokoknya semuanya kecuali baju yang dipakai, harus dititipkan di loker yang tersedia gratis bagi para pengunjung. Yup, di dalam terowongan dilarang keras untuk mengambil gambar. Maka dengan sangat menyesal Bakuy harus mengakui bahwa Bakuy pun tidak punya dokumentasi situasi yang ada di bawah sana. Tapi, deskripsinya kurang lebih begini.

Separation of Korea
Slogan reunifikasi yang banyak tersebar di CCL

Setiap peserta harus mengenakan helm (bentuknya seperti helm yang dipakai pekerja di lokasi proyek) yang disediakan. Perjalanan untuk turun cukup jauh. Ini bukan beban, karena beban sebenarnya adalah usaha untuk naiknya lagi hehe. Untuk bentuknya, itu seperti terowongan bawah tanah biasa. Kalau teman-temankuy pernah ke terowongan bekas tambang batu bara Mbah Soero di Sawahlunto, kurang lebih begitu bentuknya. Jalannya tidak berkelok sama sekali. Hanya lurus sahaja sampai ke ujung yang merupakan jalan buntu.

Border of South Korea and North Korea
Batas paling utara yang bisa Bakuy capai dari Korea Selatan

Jalan buntu ini adalah barikade yang dibuat Korea Selatan untuk mencegah masuknya penyusup dari Utara. Ada tiga lapis barikade, di mana barikade pertama dibuat di DMZ itu sendiri sedangkan barikade yang bisa dicapai oleh turis hanyalah barikade ketiga. Namun, dari barikade ini, terdapat jendela kecil untuk mengintip ke barikade kedua.

DMZ Tour
Ikon yang banyak dipajang di brosur DMZ Tour

Setelah selesai dari terowongan infiltrasi, apabila teman-temankuy naik lebih awal, maka teman-temankuy punya waktu ekstra untuk berfoto di taman sekitar. Di sana ada monumen perpecahan Korea serta tulisan DMZ yang tersohor itu – yang biasanya dipajang untuk paket day trip DMZ. Oh iya, mungkin sebagian dari teman-temankuy akan berpikir kenapa kok turnya buru-buru banget. Kenapa engga dikasih waktu ekstra untuk foto-foto sebentar. Jawabannya adalah karena izin melintasi CCL itu ada batas waktunya. Ketua tur hanya memastikan supaya seluruh destinasi di dalam CCL dapat dicapai tanpa melewati batas waktu izin yang diberikan.

Division of Korea
Monumen Reunifikasi Semenanjung Korea

Kalau sudah selesai mengunjungi terowongan infiltrasi, maka tibalah saatnya untuk mencapai destinasi terakhir yakni Observatorium Dorasan (ė„ė¼ģ‚°ģ „ė§ėŒ€/éƒ½ē¾…å±±å±•ęœ›č‡ŗ). Nah, nah, sebetulnya, sebelum mengunjungi Dorasan ini ada satu destinasi lagi yaitu Border Village Panmunjom (판문점/ęæé–€åŗ—). Apabila Paju merupakan kota terakhir di Korea Selatan sebelum memasuki wilayah Korea Utara, maka Panmunjom merupakan desa terakhir. Dengan kata lain, Panmunjom ini benar-benar garis terakhir perbatasan kedua negara. Kalau teman-temankuy menonton drama The King 2 Hearts, di episode terakhir tempat Lee Seung-Gi menikah dengan Ha Ji-won, itu setting lokasinya di Panmunjom ini. Pun, waktu Kim Jong-un disambut oleh Presiden Moon Jae-in, saat melewati perbatasan, perbatasannya itu ya Panmunjom ini. Tempat dengan bangunan besar (namanya Freedom House) serta dua bangunan temporer berwarna biru yang dibelah oleh undakan menyerupai polisi tidur (undakan itu adalah batas negara ya) itu adalah Panmunjom. Atau, lebih spesifiknya, tempat itu adalah satu lokasi yang secara kolektif disebut Joint Security Area/JSA (ź³µė™ź²½ė¹„źµ¬ģ—­/å…±åŒč­¦å‚™å€åŸŸ).

Dorasan Observatory
Pemandangan dari Observatorium Dora-san menghadap ke arah kota Kaesong, Korea Utara

Sayangnya, waktu itu Panmunjom masih ditutup huhu sedih bangetttt. Sejak periode masa jabatan Presiden Moon Jae-in selesai (di Korea sejak tahun 1987, masa jabatan presiden dibatasi sepanjang 5 tahun dan tidak bisa dipilih kembali) dan digantikan oleh Presiden Yoon Suk-yeol, hubungan dengan Korea Utara memang seringkali memanas. Soalnya, berbeda dengan Presiden Moon yang lebih memilih pendekatan persuasif, Presiden Yoon lebih suka pendekatan konfrontatif. Presiden Yoon juga jauh lebih condong pada Amerika Serikat. Setali tiga uang, Joe Biden juga sangat konfrontatif terhadap Korea Utara.

Flag of North Korea
Gambar bendera Korea Utara terbaik yang bisa Bakuy jepret

Ketua tur Bakuy juga sempat mengutarakan kekhawatirannya. Menurut dia, walaupun Donald Trump lebih kontroversial, tapi Trump yang berlatar belakang pebisnis tidak memusuhi Korea Utara. Sebaliknya, Trump justru dekat dengan Kim Jong-un. Hal ini, ditambah dengan pendekatan pragmatis Presiden Moon, berhasil menciptakan kestabilan di Semenanjung Korea. Berbeda dengan Biden yang sejak awal memiliki latar belakang politik. Joe Biden kerapkali memanfaatkan isu Korea Utara untuk mendulang suara partai. Hedeeh. Kirain cuman Bakuy yang sebel sama tuh aki-aki hehe. Mana sekarang doi sering pakai kacamata hitam lagi buat menghilangkan citra ā€˜presiden tua’. Percuma, mbah, usia gabisa boong haha.

Kaesong
Mengintip kehidupan di Korea Utara melalui teropong

Nah, Observatorium Dorasan ini adalah tempat di mana teman-temankuy dapat melihat seluruh wilayah CCL, DMZ, bahkan kalau teman-temankuy beruntung, teman-temankuy bisa melihat orang-orang serta bendera Korea Utara. Ga jauh dari perbatasan, berdiri sebuah kota di wilayah Kijong-dong, Korea Utara. Di Utara, kota ini namanya Pyeonghwachon (ķ‰ķ™”ģ“Œ/å¹³å’Œę‘) yang artinya desa perdamaian, tapi di Selatan desa ini dinamakan Seonjeonmaeul (ģ„ ģ „ė§ˆģ„/å®£å‚³ė§ˆģ„) yang artinya kota propaganda. Kenapa dinamakan demikian? Karena menurut Korea Selatan dan Amerika Serikat, kota ini sengaja dibuat mewah oleh Korea Utara untuk ā€˜menipu’ rakyat Korea Selatan supaya mau membelot ke Utara. Dengan lengkapnya fasilitas seolah menunjukkan kemakmuran, pihak Selatan dan Amerika Serikat mengeklaim bahwa kota tersebut kosong dan hanya digunakan untuk membohongi rakyat Korea Selatan.

Flag of South Korea
Bendera Korea Selatan yang tidak mau kalah dengan Korea Utara

Bentuk Dorasan ini mirip dengan Sky Terrace 428 di Hong Kong. Jadi ada beranda luas dan di sana disediakan teropong untuk melihat seluruh wilayah perbatasan termasuk wilayah Korea Utara. Teropong ini gratis. Teman-temankuy hanya perlu tahu bahwa ada dua jenis teropong yang disediakan, yaitu teropong digital dan teropong biasa. Teropong digital lebih jelas dan ada penjelasannya gitu untuk tiap-tiap objek yang dilihat. Sayangnya, Bakuy engga tau ada teropong ini. Jadinya Bakuy kudu susah-susah pakai teropong biasa dan motret pake kamera ponsel lewat teropong HAHA.

North Korea
Perbatasan menghadap ke Korea Utara

Dari Dorasan ini, teman-temankuy dapat merasakan ironi yang luar biasa. Coba sahaja bayangkan. Wilayah Korea Utara tidak jauh dari Seoul. Itu bahkan jarak yang bisa ditempuh dengan naik mobil pribadi. Akan tetapi, orang-orang di kedua sisi ini tidak bisa saling mengunjungi satu sama lain. Warga Korea Selatan mungkin memiliki salah satu paspor terkuat yang membuat mereka bisa bebas masuk-keluar 190 negara tanpa visa, tapi mereka tidak bisa bepergian ke negara tetangga mereka.

North Korean border
Bakuy dengan latar belakang Korea Utara

Korea Utara begitu dekat, tapi tak tergapai. Benar-benar sebuah fakta yang luar biasa ironis…

North Korea
Suatu hari nanti Bakuy akan berfoto di sini lagi tapi menghadap arah yang berlawanan!

Begitu selesai dari Dorasan, maka tur telah berakhir. Teman-temankuy akan dibawa kembali ke Imjingak sebelum berganti bus menuju Stasiun Hongik atau Stasiun Myeongdong. Sebelum keluar dari wilayah CCL, lagi-lagi akan ada tentara yang masuk dan memeriksa identitas seluruh penumpang. Untuk memastikan sahaja orangnya masih sama. Kan kali-kali sahaja ada penyusup dari Utara gitu yang masuk hehe


War and Women's Human Rights Museum (ģ „ģŸź³¼ģ—¬ģ„±ģøź¶Œė°•ė¬¼ź“€/ęˆ°ēˆ­ź³¼å„³ę€§äŗŗę¬Šåšē‰©é¤Ø)

Tur DMZ selesai sekitar pukul setengah 2 siang. Titik permberhentian tur ada dua yaitu Hongik Station atau Myeongdong Station. Berhubung kemarin Bakuy gagal ke War and Women’s Human Rights Museum karena masih tutup, Bakuy pun memutuskan untuk datang lagi ke sana. Sekalian juga kan bisa turun di Hongik Station. Maka, lagi-lagi Bakuy harus berjalan kaki menghadapi udara musim dingin Seoul. Oh, tapi ada untungnya juga Bakuy ke DMZ. Karena DMZ suhunya lebih dingin, Bakuy jadi kebal dengan udara Seoul yang lebih ā€˜hangat’. Jadinya perjalanan hari itu engga se-sengsara hari sebelumnya hehe.

The War and Women's Human Rights Museum
Tiket masuk War and Women's Human Rights Museum

Sama seperti Liji Lane Comfort Women Station di Shanghai yang Bakuy datangi tahun 2019 lalu, museum ini tidak terletak di jalan utama. Posisinya berada di dalam daerah permukiman penduduk jadi agak masuk ke dalam gang gitu. Teman-temankuy bisa percayakan sahaja navigasinya pada Navermap. Bakuy pakai itu dan engga nyasar kok. Tenang sahaja.

Comfort women
Memasuki area museum yang nuansanya malah sedikit horor

Tiket masuk ke museum ini sebesar KRW 5000 untuk wisatawan asing. Setelah membayar, Bakuy diberi audioguide. Staf museum juga sempat menanyakan kewarganegaraan Bakuy karena katanya mereka punya audioguide khusus seandainya Bakuy warga negara Jepang. Wah, isinya bagaimana, yah? Apakah hanya bahasanya sahaja yang berbeda, atau penjelasannya nanti akan lebih konfrontatif? Hehehe…

Comfort women museum
Mereka bukan hanya berjuang melawan ketidakadilan, tapi juga melawan usia

Ukuran museumnya kecil tapi menyakitkan. Sebagian besar isinya adalah foto-foto serta testimoni dari korban yang merupakan warga negara Korea Selatan. Ada juga beberapa lukisan, video, serta atribut lain yang dipakai kaum wanita saat berdemonstrasi menuntut Jepang meminta maaf atas perbuatannya di masa lalu.

Comfort women
Foto-foto para korban yang dipaksa menjadi comfort women oleh Jepang

Isu comfort women memang merupakan salah satu batu sandungan yang besar bagi hubungan diplomatik Jepang dengan Korea Selatan. Tentu sahaja isu-isu lain seperti sengketa Pulau Dokdo, sejarah kerja paksa, dan Kuil Yasukuni juga merupakan isu yang panas, tapi isu comfort women merupakan salah satu isu yang didukung oleh negara-negara tetangga Korea Selatan yang – walaupun memiliki hubungan yang sama kompleksnya – juga menjadi korban pada masa Perang Dunia II seperti Tiongkok dan Korea Utara.

South Korean comfort women
Dokumentasi perjuangan para wanita mengungkapkan kebenaran

Comfort women digunakan oleh Jepang sebagai alternatif yang ā€˜sehat’ untuk memenuhi kebutuhan biologis para tentara Jepang di medan perang. Guna mencegah para tentara memerkosa wanita di negara-negara jajahan yang beresiko menyebarkan penyakit menular dan meningkatkan sentimen negatif terhadap Jepang, mereka pun mendatangkan wanita-wanita sehat yang telah lulus ā€˜uji kesehatan’ untuk memenuhi nafsu birahi para pemuda tersebut. Korban pertama awalnya adalah wanita Jepang, tapi kemudian menyebar ke negara-negara koloni.

Comfort women museum Seoul
Peralatan dan atribut yang dikenakan para demonstran di setiap hari Rabu untuk memperjuangkan hak-hak para korban

Mayoritas wanita yang dijadikan comfort women berasal dari Korea dan Tiongkok. Wanita-wanita ini dipaksa, ditipu, atau bahkan diculik. Jepang menjanjikan pekerjaan dengan upah yang bagus seperti perawat atau guru di negara-negara jajahan, yang tentu disetujui oleh wanita-wanita lugu yang kelaparan ini. Mereka tidak tahu kalau mereka akan berakhir di comfort station – tempat di mana para tentara Jepang memerkosa mereka.

victims of comfort women
Para korban yang telah berpulang dan beristirahat dalam keabadian

Wanita-wanita Korea itu, yang paling muda bahkan baru berusia 12 tahun, dikirim ke berbagai penjuru Asia seperti Tiongkok, Taiwan, Filipina, Burma, dan Hindia Belanda. Mereka dipaksa untuk memuaskan nafsu para tentara Jepang setiap hari bahkan di akhir pekan. Ketika antrean sedang banyak dan orang yang di dalam dianggap terlalu lama, orang yang mengantri di luar akan menggedor pintu dan berteriak. Mereka bisa dipaksa melayani puluhan pria dalam satu malam hingga tubuh mereka kesakitan.

Kim Eun-rye
Kekerasan fisik yang dialami salah satu korban, Kim Eun-rye

Ketika Jepang menyerah, mereka berusaha menutupi kejahatan ini dengan melenyapkan setiap bukti. Dokumen-dokumen dibakar, comfort station dengan cepat disulap menjadi rumah sakit dengan para comfort women dijadikan perawat. Jepang memang mengakui bahwa terdapat wanita-wanita yang menjadi ianfu, tapi intensitasnya terlalu dibesar-besarkan. Jepang juga mengeklaim bahwa wanita-wanita itu bekerja dengan sukarela atas keinginannya sendiri demi mencari uang.

comfort women
Patung peringatan untuk mengenang rasa sakit korban kekerasan seksual tentara Jepang

Tapi kalau dipikir-pikir, emang iya ya anak 12 tahun bisa berpikir untuk cari uang dengan cara kayak gitu?

World War II
Patung untuk memperingati para korban yang telah berpulang

Setelah perang selesai, gadis-gadis ini pun dipulangkan ke negaranya masing-masing. Kebudayaan konservatif orang Asia sangat melarang hubungan seksual pra-nikah. Bahkan, di negara-negara yang memiliki pengaruh Konfusianisme yang kuat seperti Tiongkok dan Korea, seorang wanita lebih baik mati daripada harus menanggung malu akan aib tersebut. Hal inilah yang membuat para korban lebih memilih untuk diam. Mereka berharap dapat melupakan kisah memilukan tersebut seiring dengan berjalannya waktu. Maka, isu comfort women tidak pernah dibahas secara spesifik pada saat Jepang menormalisasi hubungan dengan Korea Selatan pada tahun 1965.

comfort station
Ilustrasi comfort station kala akhir pekan

Akan tetapi, para korban pada akhirnya menyadari kalau mereka tidak bisa mati dalam damai apabila kebenaran tersebut tidak terungkap. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk bicara. Mereka menuntut Jepang untuk meminta maaf serta merevisi buku-buku teks sejarah mereka. Gerakan ini ternyata mendapat dukungan di dalam negeri Korea. Maka, setiap hari Rabu bahkan hingga hari ini, para aktivis akan melakukan demonstrasi di depan Kedutaan Besar Jepang di Seoul.

South Korean human rights abuse in Vietnam
Wanita Vietnam yang menjadi korban kekerasan seksual para tentara Korea Selatan semasa Perang Vietnam

Jadi, begitulah perjuangan para korban comfort women di masa lalu, teman-temankuy. Walaupun museum ini kecil dan kurang terkenal, Bakuy sangat merekomendasikan teman-temankuy untuk mengunjungi museum ini apabila sedang berkunjung ke daerah Hongdae. Tadinya Bakuy kira museum ini cuma membahas wanita yang jadi korban penjajahan Jepang sahaja, tapi ternyata mereka ada segmen khusus untuk wanita Vietnam yang jadi korban kebrutalan seksual tentara Korea Selatan selama Perang Vietnam. Walaupun posisinya agak tersembunyi karena terletak di basement yang ada di kebun, tapi Bakuy acungi jempol karena mereka sudah berani membahasnya.

the war and women's human rights museum
Patung yang didedikasikan bagi seluruh wanita dan anak-anak di dunia yang menjadi korban akibat peperangan

Nah, setelah seharian penuh belajar sejarah, mulai lapar dong perut Bakuy. Bakuy pun memutuskan untuk mulai cari-cari makanan.


Seperti yang sudah Bakuy bilang sebelumnya, Bakuy ini penggemar makanan Korea. Ada banyak makanan Korea yang jadi favorit Bakuy. Tapi, di antara semuanya, ada satu makanan yang punya tempat spesial di hati Bakuy. Makanan ini paling spesial karena ini adalah hidangan yang membuat Bakuy penasaran dan mulai mengeksplor masakan Korea.


Nama makanan itu adalah ganjang gejang (ź°„ģž„ź²Œģž„). Ganjang gejang secara harfiah artinya kepiting kecap asin. Mulanya, Bakuy tau makanan ini dari YouTube. Banyak banget YouTuber mukbang (먹방) Korea yang jadiin makanan ini sebagai makanan mukbang favorit mereka. Dan emang betul penampilannya tuh menggoda banget. Apalagi kalau banyak telurnya, trus dikasih nasi, minyak wijen, biji wijen, rumput laut, telur ikan, wah! Ngebayanginnya aja bikin ngiler!


But anyway, walaupun namanya kepiting, tapi sebetulnya yang dibikin untuk ganjang gejang ini adalah rajungan atau bahasa Inggris-nya blue crab. Berbeda sama kepiting bakau yang ada di Indonesia yang biasanya dimasak saus padang. Selain karena di Korea tidak ada bakau, rajungan yang hidup di laut tampaknya lebih aman dikonsumsi mentah dibanding kepiting bakau yang hidup di perairan payau berlumpur. Pun ganjang gejang di Haemaru juga menggunakan rajungan, bukan kepiting.


Note : walaupun tampak mahal dan menggoda, sebetulnya ganjang gejang ini punya sejarah yang cukup miris. Jadi dulu waktu Korea masih negara miskin, makanan susah didapat. Apalagi selama perang. Jadi, orang-orang menyimpan makanan dengan cara direndam pakai kecap asin yang mengandung garam (garam kan bahan pengawet alami ya). Eh, pas dimakan, ternyata rasanya enak dan orang-orang pada suka. Yauda deh, makanan ini jadi hidangan populer sampai sekarang haha.


Bakuy udah nemu satu restoran Korea di Jakarta yang jual ganjang gejang yang enak. Namanya Haemaru dan letaknya ada di daerah Panglima Polim. Tapi tetap dong, itu ga menurunkan niat Bakuy untuk mencicipi ganjang gejang langsung di kampung halamannya di Korea!


Karena kebetulan lagi di Hongdae yang katanya banyak jajanan enak, yauda Bakuy coba cari deh restoran yang jual ganjang gejang di Navermap. Eh, ternyata ada satu di dekat museum tadi! Langsung Bakuy tancap gas ke lokasi hehe


Jujur, waktu makanannya diantar, Bakuy agak kecewa. Soalnya bentuknya engga menarik huhu. Rajungannya mirip sama rajungan yang ada di Indonesia. Padahal kalau lihat di YouTube, rajungannya tu pada gemuk-gemuk dan penuh telur. Tapi ya Bakuy harus realistis juga, sih. Soalnya musim rajungan di Korea itu sekitar bulan Mei. Jadi teman-temankuy kalau mau makan rajungan bertelur, datangnya di bulan Mei sahaja. Katanya sih bisa lebih murah karena bener-bener lagi banyak banget tuh rajungan.


Satu porsi isi dua ekor rajungan, sudah dapat side dish atau bahasa Korea-nya banchan (반찬/飯鄌) yang bebas diambil sendiri, ocha dingin yang refill, rumput laut, telur ikan, dan egg shouffle khas Korea. Harganya KRW 11,000. Murah! Mungkin karena di daerah kampus ya, jadinya lebih murah hehe

ganjang gejang
Ganjang gejang tersedap yang pernah Bakuy santap!

Waktu makan ganjang gejang di Jakarta, satu porsinya juga isi dua ekor. Tapi Bakuy engga pernah bisa habisin sendiri. Jadi, yang ini Bakuy juga sempat ragu-ragu gitu apakah Bakuy sanggup atau engga. Tapi pas dicoba sesuap… eh enak bangetttt!! Bener-bener enak! Itu ganjang gejang terenak yang pernah Bakuy makan (Bakuy cuma pernah makan ganjang gejang di Haemaru sih sebelumnya, jadi kompetisinya sebenernya ga ketat hehe). Beda sama di Haemaru yang masih ada kerasa rasa rajungan mentahnya, di Hongdae itu bener-bener engga kerasa kalau itu rajungan mentah. Rasanya malah kayak rajungan matang gitu tapi lembut, juicy, dan kenyal banget karena masih mentah!


Waduh, Bakuy lahap banget pas itu makannya. Bener-bener enakkkkkk. KRW 11,000 paling worth it selama Bakuy di Korea. Tanpa sadar, tau-tau semua sudah habis. Kecuali egg shouffle yang sebenernya Bakuy memang kurang suka.


Oke, beberapa teman-temankuy mungkin ada yang bingung gimana cara makan ganjang gejang. Pertama, makan ganjang gejang itu engga kayak makan kepiting saus padang. Teman-temankuy engga butuh ulegan atau pemecah cangkang karena cangkang rajungan mentah itu lebih lunak (bukan lembek yaa) dibanding kepiting matang. Teman-temankuy cukup gigit sahaja cangkangnya, nanti dia pecah sendiri. Abis itu sedot sahaja dagingnya yang (Bakuy gatau diksi ini benar atau tidak) menyerupai lendir itu.


Kedua, makan ganjang gejang itu pakai sarung tangan plastik. Restoran biasanya menyediakan di salah satu dari tiga tempat : laci meja barengan sama sendok dan sumpit, di tempat refill air minum, atau diantarkan. Kalau teman-temankuy ga melihat adanya sarung tangan plastik di meja maupun laci, cek dulu ke tepat refill minum. Biasanya, restoran menyimpannya di tiga tempat itu. Jangan makan langsung pakai tangan tanpa sarung tangan karena akan kelihatan jorok nan barbar.


Ketiga, apabila hanya ingin satu tangan sahaja yang mengenakan sarung tangan, maka kenakanlah di tangan kiri. Tangan kanan tetap dijaga bersih karena harus menggunakan sendok dan sumpit.


Keempat, restoran pasti menyajikan ember atau mangkuk khusus untuk sampah cangkang. Teman-temankuy boleh membuang sampah-sampah cangkang ke tempat ini. Jangan dilepeh atau dipinggirkan di piring yang dipakai untuk makan karena itu jorok. Dilepeh boleh, tapi di ember sampah tadi yak.


Kelima, sebenernya ini berlaku untuk semua restoran di Korea, tempat refill minum juga biasanya berbarengan dengan tempat refill banchan. Jadi, kalau mau refill banchan, sebelum panggil ahjumma atau ahjussi restorannya, coba cek dulu tempat refill minumnya. Kalau gaada, baru minta.


Bakuy kurang tau apakah Bakuy yang beruntung atau gimana, tapi pas Bakuy lagi makan, ada tamu lain yang mau masuk restoran. Entah turis atau mahasiswa asing, tapi doi berhijab. Tapi si pelayan toko menolak. Bakuy ga tau dia ngomong apa, tapi sepertinya restoran sudah mau tutup. Bakuy agak heran sih sebenarnya, soalnya itu masih terang. Masih sekitar jam 3 sore. Pun Bakuy ga menemukan penanda apapun di dinding yang menunjukkan kalau jam 3 sore mereka tutup maupun istirahat.


Bakuy gatau yaa apakah ini rasisme atau bukan. Tapi Bakuy sih berpikir positif sahaja. Barangkali mereka memang ada keperluan sesuatu sehingga harus tutup lebih awal.


Untuk makan malam, Bakuy coba cari-cari restoran di sekitar hotel. Ga butuh waktu lama untuk Bakuy memutuskan pengen nyobain Yangpyeong Haejangguk (ģ–‘ķ‰ ķ•“ģž„źµ­/愊平 解酲국) atau sup darah lembu. Sup ini biasanya dimakan untuk meredakan pengar. Di Korea, saking engga maunya rugi, mereka benar-benar makan semua bagian sapi sampai ke darah-darahnya. Tapi, beda sama sundae yang mana itu sebenarnya adalah dangmyeon yang dikasih darah (konsepnya mirip kayak lawar bali), haejangguk ini betul-betul darahnya dijadiin kayak topping gitu. Di Jawa, ada orang yang makan makanan ini dan namanya dideh.


Sebetulnya, haejangguk ini tampilannya mirip banget soto, hanya sahaja dia ditempatkan di ttukbaegi (ėšė°°źø°). Darahnya merupakan darah lembu yang sudah dipasteurisasi dan sudah menggumpal menyerupai hati. Orang Korea menyebut darah lembu ini seonji (ģ„ ģ§€), dan merupakan favorit orang-orang tua. Ga heran, di restoran itu isinya pada udah ahjussi-ahjussi semuanya.


Rasa supnya sih biasa sahaja. Mirip banget kayak soto tapi dengan bumbu yang lebih minimalis. Isinya nasi, tauge, babat, dan daun bawang. Yang jadi pusat perhatian pasti seonji-nya. Dari segi tampilan, sebenarnya teman-temankuy bisa langsung tau kalau itu bukan hati, karena warnanya lebih merah. Lalu, kalau teman-temankuy belah, akan terasa teksturnya lembut seperti tahu. Hanya saja, di bagian dalamnya teman-temankuy akan banyak menyerupai semacam lubang-lubang berukuran sedang hingga besar. Pernah nonton Tom and Jerry? Kalau lihat kejunya, kan ada banyak bolong-bolong tuh. Nah kurang lebih seperti itu. Mungkin bolongan itu tercipta dari udara yang naik pada saat proses pasteurisasi. Mungkin, yaaaa hehe…


Rasanya sih… hambar. Beda sama hati yang punya rasa yang khas, seonji ini rasanya menurut Bakuy hambar. Ada sedikit rasa amis, tapi sepertinya ini sugesti di kepala Bakuy yang ga terbiasa makan darah (Bakuy juga ga doyan lawar bali). Teksturnya mirip tahu, tapi lebih kaku dan gampang pecah. Pokoknya pas teman-temankuy gigit, dia akan pecah-pecah gitu, bukan kayak tahu yang remuk dan jadi kayak bubur. Seonji ini malah kayak pecah aja, engga jadi bubur.


Maaf ya kalau Bakuy jelek mendeskripsikannya, tapi memang kurang lebih seperti itu yang Bakuy rasakan.


Sayangnya, Bakuy engga dokumentasi foto untuk hidangan yang satu ini. Kalau teman-temankuy ingin lihat penampakannya, teman-temankuy bisa cek di highlight story akun instagram Bakuy di sini yaa. Sekalian di-follow juga boleh banget kok hehe...


Bakuy cuman habisin supnya dan ga ngelanjutin makan seonji-nya karena ga doyan. Paling cuma dikit-dikit sahaja makannya, dan di akhir bener-bener masih tersisa banyak tuh seonji. Gapapa lah, yang penting uda nyobain kan hehe


Pohang Day 5, 26 Januari 2023

Perjalanan di hari kelima ini benar-benar tidak direncanakan. Kalau mengikuti jadwal Bakuy yang sebenarnya, seharusnya di hari kelima ini Bakuy masih akan mengunjungi dua museum lagi di Seoul dan satu situs sejarah di kota Guri. Akan tetapi, pada malam di hari sebelumnya, Bakuy risau. Soalnya ada satu tempat yang Bakuy pengen banget datengin. Hanya sahaja, tempat itu sangat jauh dari Seoul. Pun udah gitu, masih sangat jarang ada orang asing yang jalan-jalan ke sana. Sehingga informasi tentang tempat tersebut menjadi amat sulit ditemukan di internet. Kalaupun ada, biasanya orang Filipina. Sayangnya, orang Filipina kerapkali mencampur bahasa Inggris dengan bahasa Tagalog dalam blog mereka. Alhasil Bakuy tidak bisa paham sepenuhnya apa yang sedang mereka tuliskan.

Pohang bus
Bus di Pohang yang juga bisa dibayar menggunakan T-Money

Waktu itu Bakuy sempat berpikir keras. Karena Korea Selatan sedang musim dingin, Bakuy takut tahu-tahu ada kejadian tak terduga di tengah perjalanan yang membuat Bakuy kesulitan. Misalnya, bagaimana kalau nanti tiba-tiba terjadi badai salju? Atau bagaimana kalau Bakuy kemalaman padahal Bakuy belum punya reservasi akomodasi di sana?

driving in Korea
Stiker chobo unjeon (ģ“ˆė³“ģš“ģ „) di sisi kanan atas yang berarti 'pengemudi pemula'

Namun, ada beberapa pertimbangan juga yang membuat Bakuy ingin tetap pergi. Misalnya, Bakuy percaya akan sistem transportasi publik di Korea Selatan yang sudah sangat memadai. Ga mungkin sih bisa sampek ngilang di Korea dan ga bisa pulang. Soalnya kalaupun kehabisan kereta, masih ada bus. Frekuensinya pun sering. Keamanannya juga bagus. Beda sama pilihan transportasi di Iran yang terbatas dan metode pembayarannya juga tidak simpel. Kalaupun Bakuy kemalaman, mencari hotel di Korea Selatan relatif sangat mudah. Di aplikasi-aplikasi seperti Traveloka, Agoda, Expedia, dan Booking semuanya tersedia.

Pohang Station
Stasiun Pohang

Setelah Bakuy berpikir keras, akhirnya Bakuy pun memutuskan untuk membeli tiket KTX yang berangkat keesokan harinya jam 7 pagi. Bakuy sengaja pilih yang perjalanan pagi supaya bisa punya banyak waktu untuk eksplor destinasi pilihan Bakuy. Soalnya, beberapa blog menyarankan untuk menginap minimal semalam apabila hendak jalan-jalan di sana. Dan karena Bakuy engga punya waktu semalaman, jadi Bakuy putuskan untuk berangkat lebih pagi.

Pohang bus route
Peta rute bus di Pohang yang hanya tersedia dalam Hangeul

Guryongpo Japanese Houses Street (źµ¬ė£”ķ¬ ģ¼ė³øģøź°€ģ˜„ź±°ė¦¬/ä¹é¾ęµ¦ ę—„ęœ¬äŗŗ 家屋거리)

Guryongpo Japanese Houses Street, seperti namanya, merupakan sebuah bekas perkampungan orang Jepang yang ada di Propinsi Gyeongsangbuk, Korea Selatan. Guryongpo sendiri memiliki arti ā€˜pantai sembilan naga’. Nama ini diambil berdasarkan legenda pada masa Dinasti Silla, di mana sembilan ekor naga naik ke surga melalui pantai di sini. Di Asia Timur, tampaknya ā€˜sembilan naga’ memiliki makna yang populer. Soalnya, nama Kowloon yang ada di Hong Kong juga mempunyai arti ā€˜sembilan naga’.

Guryongpo
Gerbang masuk Guryongpo Japanese Houses Street yang khas Jepang

Setelah dibuat kesepakatan perdagangan antara Jepang dan Joseon pada tahun 1883, banyak nelayan dari Prefektur Kagawa, Jepang, yang menetap di Guryongpo. Hal ini dikarenakan perairan di sekitar Kagawa terlalu sempit sehingga mereka pun memutuskan untuk pindah ke Semenanjung Korea yang mempunyai laut lebih luas dan kekayaan bahari nan melimpah. Seiring berjalannya waktu, orang-orang Jepang itu pun mulai membangun rantai industri seperti manajemen perkapalan hingga pemrosesan dan pengalengan ikan. Jumlah mereka yang semakin banyak berdatangan dari Jepang pun membuat mereka berkumpul dan membentuk komunitas sendiri. Dari sanalah desa-desa orang Jepang lahir. Permukiman orang Jepang juga mempunyai infrastruktur yang lengkap mulai dari restoran, pub, sekolah, pusat perbelanjaan, hingga penginapan.

Guryongpo
Gang-gang sempit di Guryongpo yang hanya muat satu kendaraan roda empat

Ketika akhirnya Jepang secara de jure berhasil ā€˜menelan’ Korea ke dalam wilayahnya pada tahun 1910, migrasi ke Korea menjadi semakin mudah. Pemerintah kolonial sangat mendukung kedatangan warga Jepang secara besar-besaran ke Korea salah satunya untuk mendukung gerakan asimilasi antara masyarakat dan kebudayaan Korea dengan Jepang – sudah tentu dengan hasil kebudayaan Jepang yang diunggulkan. Sehingga, permukiman warga Jepang bukan hanya ada di Guryongpo tapi juga menyebar luas ke kota-kota lain di Korea seperti Busan.

When the Camellia Blooms shooting location
Anak tangga paling ikonik di Guryongpo

Kehadiran warga Jepang di Korea baru memudar ketika akhirnya Sekutu berhasil menggilas Jepang dalam Perang Pasifik. Negara Jepang yang semula begitu arogan itu pada akhirnya ambruk dalam keputusasaan pada tahun 1945. Warga Jepang pun mulai meninggalkan Korea saat negara tersebut memperoleh kemerdekaan mereka kembali. Mereka meninggalkan rumah-rumah serta fasilitas lain yang sudah mereka bangun di tanah jajahan. Sebagian besar bangunan ini dihancurkan akibat dendam dan kemarahan rakyat Korea yang luar biasa besar terhadap Jepang. Akan tetapi, ada juga yang tetap dilestarikan seperti di Guryongpo ini. Hingga hari ini, terdapat sekitar 50 hingga 80 bangunan Jepang yang masih berdiri di sepanjang jalan ini.

Guryongpo
Kuil yang ada di puncak bukit Guryongpo

Walaupun mempunya sejarah yang panjang dan menarik, jujur, bukan sejarah ini yang membuat Bakuy begitu menggebu-gebu ingin mengunjungi Guryongpo.

When the Camellia Blooms
Lokasi pengambilan gambar poster drama When the Camellia Blooms

Seperti yang teman-temankuy ketahui, Bakuy suka sekali drama Korea. Bakuy yang tadinya tidak terlalu tertarik dengan serial Korea, tiba-tiba jadi keranjingan hal-hal berbau Korea (kecuali K-Pop) gara-gara pandemi yang memaksa Bakuy mendekam di rumah ditemani Netflix. Di antara semua drama Korea yang pernah Bakuy tonton, ada satu drama yang menurut Bakuy paling bagus dan paling mengena di hati Bakuy. Judul drama tersebut adalah When the Camellia Blooms atau dalam bahasa Koreanya adalah Dongbaekkoth Pilmuryeop (ė™ė°±ź½ƒ ķ•„ 묓렵). Drama ini rilis tahun 2019 di KBS. Dengan aktor-aktor papan atas seperti Gong Hyojin, Kang Haneul, dan Kim Jiseok, drama yang terdiri dari 20 episode ini mendapat banyak perhatian dan cinta dari dalam maupun luar Korea Selatan. Bahkan, drama ini memperoleh banyak penghargaan bergengsi termasuk memenangkan 4 dari 10 nominasi di Baeksang Awards ke-56.

Ongsan
Nuansa kota Ongsan yang menjadi latar tempat drama When the Camellia Blooms

When the Camellia Blooms bercerita tentang Oh Dong-baek (Gong Hyojin), seorang ibu tunggal bersama anak laki-lakinya, Kang Pil-gu (Kim Kanghoon), yang pindah ke sebuah kota pantai bernama Ongsan. Statusnya sebagai seorang ibu tunggal yang mengelola bar bernama Camellia (Dongbaek sendiri artinya adalah bunga camellia) membuat Dongbaek dengan cepat menjadi buah bibir warga sekitar. Ia kerapkali dikucilkan dan dirundung oleh tetangganya. Akan tetapi, Dongbaek yang mempunyai masalah kepercayaan diri akibat masa lalunya yang dibuang oleh sang ibu membuat dirinya hanya bisa pasrah tanpa melakukan perlawanan. Hanya Kwak Deoksoon, pemilik restoran ganjang gejang, yang mampu bersikap adil dan membantu Dongbaek tiapkali ia dirundung tetangganya.

When the Camellia Blooms
Rumah yang menjadi lokasi restoran ganjang gejang milik ibu Youngsik, Kwak Deoksoon

Masalah jadi makin runyam ketika Hwang Youngsik (Kang Haneul), seorang petugas polisi nyentrik sekaligus putra bungsu Kwak Deoksoon yang baru kembali dari Seoul, jatuh cinta padanya. Dongbaek yang tadinya tidak ingin menjadi pusat perhatian dalam sekejap menjadi sentral dari segala buah bibir akibat ulah-ulah Youngsik yang sulit ditebak. Terlebih, Deoksoon yang tadinya membela Dongbaek juga jadi menjauhinya karena tidak merestui hubungan putranya dengan ibu tunggal tersebut.

When the Camellia Blooms
Pernak-pernik bunga camellia yang banyak ditemukan di selatan Semenanjung Korea

Di saat yang tak terduga muncul lagi Kang Jongryeol, mantan pacar Dongbaek sekaligus ayah kandung Kang Pil-gu yang berprofesi sebagai pemain baseball profesional. Walaupun Jongryeol telah menikah dengan seorang gadis bernama Jessica dan dikaruniai seorang putri, ia tidak bahagia. Pertemuannya dengan Dongbaek membuat laki-laki itu menyesali sikap buruknya di masa lalu dan berusaha memenangkan Dongbaek dan Pilgu kembali.

Guryongpo
Memori drama-drama serta film yang berlokasi syuting di Guryongpo

Ada juga Choi Hyangmi, asisten di Camellia, yang berusaha mencari uang dengan segala cara. Hyangmi terlibat hubungan yang rumit dengan Roh Gyutae, induk semang Camellia, dan ini membuat Hong Jayoung, istri Gyutae yang seorang pengacara lulusan Seoul National University (SNU) murka. Ongsan sendiri kembali digemparkan oleh kasus pembunuhan berantai yang dilakukan seseorang dengan sebutan ā€˜joker/pengusil’. Joker mencari korban yang umumnya adalah ā€˜wanita tidak baik’ seperti pekerja di bar, janda, maupun PSK. Hal ini membuat semua mata tertuju pada Dongbaek – memperjelas stigma orang-orang terhadap ibu tunggal yang bekerja di bar sebagai contoh wanita ā€˜tidak baik’.

Guryongpo
Patung legenda sembilan naga yang menjadi dasar dari nama Guryongpo

Bakuy sangat merekomendasikan teman-temankuy untuk menonton drama ini karena ceritanya sangat indah dan menyentuh. When the Camellia Blooms, tidak seperti banyak drama Korea lainnya, bukan menjual pemain bervisual menawan seperti Song Joongki dan Song Kang. Mereka juga tidak memiliki kampanye pemasaran bombastis. Satu-satunya yang mereka andalkan adalah plot yang sangat indah. Saking bagusnya, Bakuy pernah dibikin mewek jam 3 pagi saking dalamnya pesan yang disampaikan di dalam drama ini.

Guryongpo Japanese Houses Street
Dokumentasi keberadaan warga Jepang di Guryongpo di masa lalu

Secara garis besar, When the Camellia Blooms ingin menunjukkan stigma-stigma tentang ā€˜wanita tidak baik’ yang ada di Korea Selatan. Tentang ibu tunggal, misalnya, masih menjadi hal yang sangat tabu bahkan di negara semaju Korea Selatan sekalipun. Drama ini juga ingin menyampaikan tentang stigma kemalangan yang menimpa para wanita. Tentang mereka yang dibesarkan di panti asuhan, mereka yang dibuang oleh orang tua sendiri, dan mereka yang kerapkali dikasihani sambil diabaikan karena dianggap membawa sial.

When the Camellia Blooms
Pemandangan dari puncak yang langsung menghadap pelabuhan

Saking melekatnya drama ini di hati Bakuy, Bakuy sampai bela-belain datang ke Guryongpo Japanese Houses Street ini. Ya, kota fiksional Ongsan yang menjadi latar tempat drama tersebut terletak di permukiman bersejarah ini. Jadi, sembari menikmati bangunan peninggalan kolonial, Bakuy juga ikut merasakan latar tempat Dongbaek, Youngsik, serta tokoh-tokoh lainnya hidup. Seru banget!

When the Camellia Blooms shooting site
Tokoh-tokoh di dalam drama seolah masih hidup di sini!

Untuk mencapai lokasi Guryongpo Japanese Houses Street ini dapat dicapai dengan mudah menggunakan transportasi publik sepenuhnya dan sangat mungkin pula untuk dilakukan secara day trip dari Seoul. Pertama, teman-temankuy harus naik KTX menuju Pohang. Pohang adalah sebuah kota nelayan kecil di tenggara Korea. Sesampainya di Stasiun Pohang yang merupakan stasiun akhir, teman-temankuy tinggal naik bus nomor 9000 ke arah Guryongpo Japanese Houses Street. Oh iya, Bakuy kurang tahu kenapa, tapi ada juga bus nomor 9000 yang tidak menuju ke Guryongpo ini. Jadi, lebih baik teman-temankuy tanya dulu menggunakan bahasa Korea. Atau sebut saja ā€˜Guryongpo’, dan kalau iya, sopirnya akan mengangguk. Perjalanan dari stasiun ke Guryongpo sekitar 1 jam karena memang agak jauh.

When the Camellia Blooms
Bar Camellia yang masih berdiri dan terawat dengan cantik

Halte Guryongpo Japanese Houses Street terletak persis di seberang ā€˜gapura’ khas Jepang yang merupakan pintu gerbang memasuki wilayah bekas permukiman Jepang. Tadinya Bakuy sempat tidak berharap banyak akan destinasi ini. Soalnya, tujuan Bakuy ke sini kan murni karena drama. Padahal, drama itu udah dari tahun 2019. Siapa sih, yang masih ingat drama yang uda lewat 4 tahun? Jadi ya Bakuy cuma berharap bisa foto-foto sahaja di tangga fenomenal tempat Gong Hyojin dan Kang Haneul duduk. Soalnya lokasi itu yang jadi sampul depan drama When the Camellia Blooms.

When the Camellia Blooms shooting location
Suvenir yang dijual di dalam bar Camellia

Tapi ternyata Bakuy keliru! Tempat ini masih sangat ramai dan diminati baik oleh pengunjung dari Korea Selatan sendiri maupun dari luar negeri – terutama dari negara-negara Asia. Hal ini dapat dilihat dari masih ramainya tempat tersebut. Dan, hampir semua yang datang ini bukan hendak mengunjungi permukiman Jepang, melainkan untuk melihat lokasi syuting When the Camellia Blooms!

When the Camellia Blooms
Entah ini apa, tapi dijual di bar Camellia

Para turis yang datang ini bergantian berfoto di tangga tempat Gong Hyojin dan Kang Haneul duduk sambil berpose seperti keduanya. Tidak peduli apakah mereka pasangan yang baru jadian atau suami-istri yang telah punya dua anak remaja, mereka bergantian duduk dengan berpose. Sebenarnya ada rasa sedikit kecewa soalnya tempatnya jadi penuh dan Bakuy engga kebagian jatah foto. Tapi gapapa toh lagian Bakuy kan sendokiran yaa gaada Gong Hyojin-nya HAHA. Setidaknya, Bakuy senang karena drama favorit Bakuy ternyata juga masih mengena di hati orang-orang.

Guryongpo
Makin jauh dari lokasi syuting When the Camellia Blooms, nuansa Jepang makin kental

Pengelola tempat ini juga agaknya sadar akan popularitas drama ini. Oleh sebab itu, mereka masih memasang atribut-atribut dari drama When the Camellia Blooms. Tepat di puncak tangga, akan ada bangunan serta tugu peringatan akan permukiman Jepang di Guryongpo serta ukiran naga yang menjadi simbol legenda tempat ini. Jalan sedikit dari tangga, akan ada gang kecil tempat Dongbaek bilang pada Youngsik untuk berhenti mengikutinya.

When the Camellia Blooms
Restoran Gejang Kwak Deoksoon tempat Seung-yeop menyapa Helena dengan 'Assalamualaikum' di Episode kedua

Kalau teman-temankuy turun dan belok kanan, teman-temankuy akan dibawa ke gang ikonik lingkungan tempat Dongbaek tinggal. Memang ada nuansa Jepang, tapi Bakuy lebih merasakan nuansa Ongsan karena Bakuy sangat familiar dengan pemandangan tersebut dari drama When the Camellia Blooms. Tempat pertama yang akan teman-temankuy lewati adalah restoran ganjang gejang milik keluarga Youngsik. Walaupun masih ada banner yang menunjukkan kalau itu ada rumah keluarga Youngsik, tapi papan namanya sudah berganti jadi restoran penjual makanan Korea seperti bulgogi, galbitang, naengmyeon, dan yukgejang.

When the Camellia Blooms
Bar Camellia tampak depan

Jalan sedikit lagi, teman-temankuy akan menemukan bar Camellia yang masih utuh berdiri. Tempat ini adalah yang paling ramai dikunjungi karena benar-benar masih mempertahankan bentuk aslinya. Banyak sekali yang berpose di depan bar Camellia, termasuk keluarga turis dari Thailand. Akan tetapi, kalau teman-temankuy masuk ke dalam, teman-temankuy akan langsung sadar kalau itu bukan bar Camellia lagi. Isinya sudah diubah jadi toko suvenir khas drama When the Camellia Blooms. Barang-barang yang dijual antara lain kartu pos, buku catatan, mug, hingga payung. Semuanya didesain khas drama When the Camellia Blooms dan tentunya semua itu hanya dijual di sini! Mug, misalnya, adalah mug milik Hyangmi yang dipakai Dongbaek untuk menghantam kepala Joker. Payung yg dijual juga adalah payung yang dipakai Youngsik dan Dongbaek saat kencan di stasiun. Harganya kisaran KRW 10,000 s.d. KRW 25,000. Ada juga yang harganya di atas dan di bawah kisaran itu, tergantung produknya apa.

When the Camellia Blooms
Banner When the Camellia Blooms yang terpampang jelas di pintu masuk Guryongpo

Note : Bakuy agak menyesal sih karena engga beli kenang-kenangan di situ. Harusnya Bakuy beli aja, soalnya kan kita ga tau ya drama itu akan populer sampai kapan. Semoga sahaja bisa selamanya. Tapi kalau ternyata engga, wah Bakuy akan sedih banget huhu

Dongbaek House
Rumah Dongbaek

Setelah dari Camellia, teman-temankuy tinggal lurus sedikit lalu belok kanan dan melewati jalan yang agak mendaki bukit. Ga jauh dari sana, teman-temankuy akan menemukan rumahnya Dongbaek. Bagian pintu depannya masih utuh dan masih ada penanda salah satu adegan di mana Dongbaek dan Youngsik duduk-duduk di anak tangga. Sayangnya, bagian dalam serta kebunnya sudah tidak terawat. Sepertinya rumah itu sudah tidak dihuni lagi entah kenapa. Kalau teman-temankuy lanjut jalan lagi, nanti akan kembali lagi ke anak tangga Guryongpo yang tadi. Memang, perkampungan bersejarah ini tidak besar. Mengelilinginya tidak akan menghabiskan waktu sampai dua jam. Mungkin satu jam sahaja sudah cukup. Sisanya, teman-temankuy bisa jalan-jalan di dermaga serta pantai yang ada di seberang jalan.

Pohang
Sama seperti Ongsan, Pohang juga merupakan surga hidangan laut, terutama kepiting

Karena lapar, Bakuy memutuskan untuk cari makan di sekitar Guryongpo. Oh iya, Guryongpo ini merupakan kota pantai, jadi hidangan lautnya ada banyak sekali dan masih segar-segar semua. Mulai dari ikan, kepiting, sampai cumi-cumi, semuanya masih hidup dan diletakkan di akuarium di depan restoran. Kepitingnya juga bukan hanya rajungan atau apalagi kepiting bakau. Kepiting yang ada di sana adalah kepiting salju dan kepiting Alaska yang luar biasa mahal itu.

When the Camellia Blooms shooting location
Nasi kepiting

Setelah lihat-lihat sebentar, perhatian Bakuy tertuju pada salah satu restoran yang menjual kepiting salju. Harganya mahal memang. KRW 100,000 atau sekitar IDR 1,2 juta untuk satu ekor kepiting sudah termasuk banchan. Bakuy sempat ragu-ragu, tapi dalam hati Bakuy berpikir ya kapan lagi bisa nyobain makanan di situ? Bakuy belum tau kapan bisa balik lagi ke Korea atau apalagi Pohang. Harga segitu memang mahal, tapi kalau untuk sekali seumur hidup, apakah semahal itu?

Banchan
Banchan hidangan satu juta rupiah

Ya udah deh, Bakuy beranikan diri untuk makan sahaja. Porsinya gede banget! Banchan-nya beragam. Kepitingnya selain dikukus, juga bagian dalamnya ada yg dimasak jadi sup dan ada juga yang dicampur dengan nasi goreng. Pada dasarnya, paket di situ adalah minimal untuk dua orang. Hanya Bakuy yang orang asing dan sendirian pula haha. Tapi yasudah engga apa-apa. Itu adalah hidangan paling mahal yang pernah Bakuy santap seumur hidup.

Snow crab
Kepiting salju

Gongjin, shooting site of Hometown Cha Cha Cha

Mulanya, Bakuy engga ada niat untuk mendatangi tempat syuting drama Hometown Cha Cha Cha. Bakuy memang menonton drama tersebut, tapi bukan sampai ke level yang jadi penggemar kayak When the Camellia Blooms. Soalnya, menurut Bakuy, Hometown Cha Cha Cha konfliknya terlalu cetek dan terlalu mengandalkan keberadaan Kim Seonho. Jadinya Bakuy engga terlalu suka sama dramanya.

Guryongpo
Halte bus di Guryongpo

Akan tetapi, karena Bakuy masih punya banyak waktu dan kebetulan lokasi syutingnya dekat dengan Guryongpo, ya kenapa engga, kan? Mumpung masih di Pohang juga. Maka, Bakuy pun memutuskan untuk lanjut lagi eksplor lokasi syuting Hometown Cha Cha Cha.

Pohang
Hidangan kepiting di Pohang

Lokasi Hometown Cha Cha Cha dengan When the Camellia Blooms sangat dekat – hanya berjarak empat halte satu sama lain. Kalau teman-temankuy ingin ke sana dari Guryongpo Japanese Houses Street, teman-temankuy hanya perlu lanjut naik bus nomor 9000 yang sama seperti saat teman-temankuy datang. Setelah itu, teman-temankuy hanya perlu turun di Halte Seokbyeong 1-ri, nah di situ saat teman-temankuy turun dari bus, itu sudah sampai di aula desa tempat Yoon Hyejin (Shin Min-ah) ga sengaja ngejelek-jelekin warga Gongjin lewat pengeras suara.

Hometown Cha Cha Cha
Balai desa tempat Yejin tak sengaja menjelek-jelekkan warga Gongjin lewat pengeras suara

Dari sana, teman-temankuy hanya perlu mengikuti garis pantai dan nanti akan ketemu tanah lapang luas penuh dengan pemecah ombak. Di situlah daerah permukiman yang jadi tempat tinggi Nenek Gamri, Hong Banjang, dan Hyejin. Rumah nenek Gamri dan Hong Banjang terletak persis berseberangan dengan pantai. Rumahnya gampang ditemukan karena warnanya biru mint yang unik. Hanya dengan sekali lihat, teman-temankuy pasti akan langsung sadar.

Hometown Cha Cha Cha shooting location
Rumah Hong Banjang

Note : berbeda dengan lokasi syuting When the Camellia Blooms di mana teman-temankuy bisa dengan bebas mengambil foto, lokasi syuting Hometown Cha Cha Cha ini adalah permukiman sungguhan yang masih dihuni oleh warga. Sehingga, teman-temankuy harus menjaga sikap dengan tidak berisik dan tidak mengambil foto sembarangan. Boleh mengambil foto, tapi jangan sampai mengganggu kenyamanan penghuni. Para penghuni sepertinya sempat terganggu, sampai-sampai mereka membuat permintaan tertulis di depan gerbang rumah mereka (dalam bahasa Korea) yang dijadikan lokasi rumah Hong Banjang.

Hometown Cha Cha Cha shooting site
Rumah Nenek Gamri

Dari sebelah rumah Hong Banjang, ada gang kecil yang menanjak. Kalau teman-temankuy mengikuti jalan ini, teman-temankuy akan menemukan rumah Hyejin. Sayangnya, Bakuy engga nemu haha. Bakuy emang ga terlalu ngefans sama drama ini, jadinya kurang familiar sama tempat-tempatnya. Beda sama lokasi When the Camellia Blooms. Tapi, Bakuy tetap bisa mendapatkan nuansa Gongjin-nya. Terutama waktu adegan bersih-bersih warga sama waktu adegan Hyejin dibuntuti sama penguntit.

Hometown Cha Cha Cha
Mercusuar yang menjadi saksi ciuman pertama Hong Dooshik dan

Setelah puas keliling-keliling, Bakuy menghabiskan sisa waktu dengan menikmati pantai sebelum akhirnya memutuskan untuk balik lagi ke Seoul. Untuk rutenya, sama persis seperti saat berangkat. Hanya tinggal dibalik sahaja arahnya. Pokoknya, teman-temankuy engga perlu cemas kalau mau mengandalkan transportasi publik di Korea Selatan. Semuanya terpercaya dan murah. Teman-temankuy bisa bergantung pada Navermap.

Hometown Cha Cha Cha
Halte bus untuk lokasi syuting Hometown Cha Cha Cha

Note : kalau teman-temankuy tertarik, masih banyak lokasi-lokasi lain di Pohang yang menjadi lokasi syuting drama Hometown Cha Cha Cha, seperti Pantai Wolpo tempat Hyejin dan Hong Banjang pertama kali bertemu. Akan tetapi, Bakuy engga berkunjung ke situ karena memang bukan fans berat drama tersebut dan waktunya juga terbatas.


Seoul Day 6, 27 Januari 2023

Bakuy memang menghabiskan waktu cukup lama di Seoul. Totalnya hampir seminggu. Soalnya mayoritas atraksi populer di Korea ya terletak di sekitar Seoul atau bisa dicapai dari Seoul. Berkat sistem transportasi Korea Selatan yang sudah sangat maju, menjelajahi berbagai wilayah dengan tetap menjadikan Seoul sebagai lokasi akomodasi menjadi sangat mungkin. Meskipun tetap harus diakui eksplorasinya akan jadi sangat terbatas dan melelahkan.


Oleh sebab itu, Bakuy tidak menjadikan Seoul sebagai satu-satunya lokasi akomodasi. Bakuy akan mulai berpindah kota di hari ketujuh. Akan tetapi, di hari terakhir di Seoul, Bakuy ingin mengeksplor kota itu sedikit lagi sebelum merambah ke kota-kota lain di selatan.


Myeongdong (ėŖ…ė™/ę˜Žę“ž) dan Namdaemun (ė‚ØėŒ€ė¬ø/南大門)

Tempat pertama yang akan Bakuy kunjungi di hari terakhir Bakuy di Seoul bukan lain adalah Myeongdong. Yupz, Myeongdong yang terkenal sebagai surga belanja oleh-oleh ini sangat populer terutama untuk turis asing. Katanya sih, segala macam produk kecantikan Korea tuh di sana semua ada. Kualitasnya juga bagus-bagus. Tapi tetap harus hati-hati. Usahakan hanya membeli di toko yang bisa langsung tax refund. Soalnya, saking populernya Myeongdong oleh turis asing, banyak sekali produk-produk imitasi asal Tiongkok yang juga diperjualbelikan di sini. Jangan sampai nanti teman-temankuy uda seneng-seneng dapat produk murah, eh tau-tau malah produk palsu. Apalagi kalau sampai nanti kulit atau rambutnya bermasalah kan jadi berabe.

Myeongdong Theater
Myeongdong Theater

Sebetulnya, Bakuy bukanlah pihak yang berhak untuk memberi nasihat begini karena Bakuy sendiri engga beli apa-apa di Myeongdong hehe. Bakuy ini orang yang sangat payah sekali dalam hal berbelanja. Bakuy tidak punya sensitivitas tentang mana harga yang wajar dan mana harga yang tidak wajar. Bakuy juga tidak pandai memilih. Inilah yang menjadi alasan mengapa Bakuy begitu payah dalam hal belanja.

Myeongdong
Hiruk-pikuk di Myeongdong

Sebenarnya, ada banyak sekali permintaan jastip yang masuk. Mayoritas ingin produk-produk kecantikan seperti kosmetik atau pernak-pernik lucu yang memang banyak dijual di Korea. Beberapa teman-temankuy pun banyak yang menyarankan untuk membuka jastip karena keuntungannya lumayan. Sayang sekali, Bakuy yang ga jago berbelanja, ditambah dengan keterbatasan bagasi serta jadwal yang padat, membuat Bakuy tidak bisa memenuhi permintaan tersebut.


Mohon maaf ya, teman-temankuy.

Myeongdong
Semua jenis aksesoris dan kosmetik dijual di Myeongdong

Lah? Trus Bakuy ngapain ke Myeongdong? Cuma buat tukar uang tunai hehe. Jadi, karena kehabisan uang tunai won, Bakuy harus menukar euro-nya Bakuy atau tarik ATM. Ga tau kenapa, mesin ATM yang Bakuy coba di Stasiun Seoul semuanya tidak berfungsi. Kalau Bakuy baca-baca sih, itu karena mesin ATM di Korea Selatan sudah di-set PIN 4 digit. Beda sama Indonesia dan mayoritas negara-negara di dunia yang sudah 6 digit. Oleh sebab itulah mesinnya jadi gagal verifikasi PIN dan uang tidak bisa diambil.

Myeongdong
Bakuy yang ga tau di Myeongdong harus ngapain haha

Untuk tukar uang pun, sebetulnya, sudah banyak mesin semacam ATM yang melayani. Teman-temankuy cukup memindai paspor dan memasukkan mata uang asing yang hendak ditukar ke won. Sayangnya, pecahan euro maksimal yang diterima adalah EUR 100, sedangkan di tangan Bakuy hanya ada EUR 200. Jadi, satu-satunya cara adalah dengan mencari fasilitas penukaran uang yang masih dilayani manual. Dan, di Seoul, Myeongdong adalah tempat paling banyak akan fasilitas tersebut.


Note : kalau teman-temankuy ingin berbelanja di Myeongdong, tapi juga ingin eksplor ke luar kota Seoul, saran Bakuy adalah teman-temankuy harus menyisakan satu hari terakhir di Seoul sebelum pulang ke Jakarta. Ini supaya teman-temankuy punya banyak waktu untuk belanja dan tidak perlu banyak-banyak membawa barang bawaan ke luar kota. Coba bayangin kalau teman-temankuy harus naik bus dari Seoul ke Busan dengan seabrek tas belanjaan. Pasti rempong banget! Jadi, lebih baik jalan-jalan dulu, eksplor dulu, baru deh sisain satu hari terakhir di Myeongdong sebelum pulang ke Jakarta!

Myeongdong
Barang-barang bermerk lebih mudah ditemukan di Myeongdong

Setelah dari Myeongdong, ga jauh dari situ adalah Namdaemun. Namdaemun merupakan pasar wisata yang pengunjungnya umumnya adalah turis domestik. Ada juga sih, turis asing, tapi mereka bukan ingin mengeksplor pasar, melainkan gerbang Namdaemun sahaja. Sedangkan untuk pasarnya cenderung dilewati karena mereka lebih senang belanja di Myeongdong.


Pasar Namdaemun sendiri merupakan sebuah pasar yang bersejarah karena sudah ada sejak tahun 1414 yaitu sejak masa pemerintahan Raja Taejong. Tepat di seberang pasar ini terdapat sebuah pintu gerbang bersejarah yang namanya Namdaemun atau Sungnyemun (ģˆ­ė”€ė¬ø/哇禮門). Namdaemun memiliki arti ā€˜gerbang besar selatan’, sedangkan Sungnyemun memiliki arti ā€˜gerbang kehormatan dan kesopanan’. Namdaemun merupakan satu dari delapan gerbang yang menjadi pintu masuk kota Seoul. Sebab, pada masa Dinasti Joseon, kota Seoul dikelilingi oleh tembok yang tak bisa ditembus.

Namdaemun Market
Suasana Pasar Namdaemun yang lebih sederhana daripada Myeongdong

Gerbang Namdaemun selesai dibangun pada tahun 1398 pada masa pemerintahan Raja Taejo. Sejak masa itu, gerbang ini bernama Namdaemun. Memang, pada masa Dinasti Joseon, menamai satu gerbang sesuai dengan arah mata angin di mana lokasinya berada merupakan suatu kelumrahan. Akan tetapi, pemerintahan Republik Korea mengganti nama resmi gerbang ini menjadi Sungnyemun. Hal ini dikarenakan adanya mitos bahwa nama Namdaemun merupakan nama yang dipaksakan oleh Jepang saat menjajah Korea. Padahal, nama Namdaemun sudah ada jauh sebelum kedatangan Jepang.


Fungsi gerbang-gerbang serta tembok kota pada saat itu antara lain sebagai lokasi penyambutan utusan dari negara lain (terutama Tiongkok), pengontrolan akses ke ibukota, serta pelindung dari hewan buas seperti harimau siberia yang pada saat itu masih hidup di Korea. Meskipun terdapat total delapan gerbang, hanya ada tiga gerbang utama yang dianggap paling besar dan megah, yakni Namdaemun (selatan), Dongdaemun (timur), dan Seodaemun (barat). Di antara ketiganya, hanya Seodaemun yang sudah benar-benar tinggal nama.

Namdaemun
Namdaemun

Sistem tembok kota di Seoul mayoritas dihancurkan pada awal abad ke-20 untuk menciptakan tata kelola lalu lintas modern yang lebih baik. Pemerintah kolonial Jepang merupakan pihak yang paling getol melakukan perombakan meskipun mereka juga yang menetapkan Namdaemun sebagai Harta Nasional Pertama bagi Korea pada tahun 1907. Saat Perang Korea meletus, Namdaemun mengalami kerusakan hebat yang menyebabkan restorasi besar-besaran harus dilakukan pada tahun 1961 hingga 1963. Kemudian, sekali lagi situs tersebut ditetapkan sebagai Harta Nasional nomor 1 pada tanggal 20 Desember 1962.


Struktur bangunan Namdaemun yang dapat teman-temankuy lihat pada saat ini merupakan hasil rekonstruksi tahun 2013. Hal ini dikarenakan Namdaemun mengalami kebakaran pada tahun 2008. Sedihnya, kejadian ini merupakan sesuatu yang sengaja dilakukan oleh seorang pria yang kecewa karena tanah yang ia jual pada pengembang tak kunjung dibayar. Pria yang sama juga adalah pelaku pembakaran Istana Changgyeong pada tahun 2006.

Namdaemun
Detil Namdaemun yang sama cantiknya dengan gerbang-gerbang kota lain di Korea

Nah, menurut beberapa informasi yang Bakuy dapat dari internet, orang-orang lokal lebih suka jajan atau belanja di Namdaemun daripada di Myeongdong. Alasannya sudah tentu karena Myeongdong sudah terlanjur populer di kalangan turis mancanegara. Alhasil harga-harga di sana sudah menyesuaikan dengan daya beli turis asing yang umumnya lebih tinggi daripada mayoritas warga Korea Selatan. Bukan karena orang-orang Korea Selatan miskin yaa, tapi secara logika, turis asing yang udah bisa jalan-jalan ke luar negeri bisa diasumsikan mempunyai kemampuan finansial yang lebih.


Sayangnya, Bakuy engga nemu tempat-tempat belanja maupun makanan yang menarik di Namdaemun. Perbedaan Myeongdong dan Namdaemun sebenarnya sudah sangat kentara. Meskipun keduanya sama-sama menjual pakaian, aksesoris, dan tas, barang-barang yang dijual di Myeongdong lebih ke arah yang modern, mahal, dan menarik perhatian para pembeli muda. Sementara itu, Namdaemun lebih menyasar para pembeli yang lebih tua. Jajanan serta makanan pasar tradisional, baju hari-hari dengan harga diskon, hingga baskom dan ember adalah contoh barang-barang yang dijual di Namdaemun.

Namdaemun
Namdaemun dilihat dari dekat

Mungkin di Namdaemun ada spot atau sudut yang tepat dan menjual barang-barang bagus, tapi sayangnya waktu itu Bakuy engga nemu. Jadinya Bakuy balik lagi deh ke Myeongdong buat nyari makan siang. Tadinya Bakuy mau nyari restoran yangnyeom gejang. Bakuy yakin banget sebelum ke Namdaemun, Bakuy lihat ada restoran yang pasang menu itu di banner depan gedungnya. Sayangnya, lagi-lagi Bakuy kehilangan jejak. Akhirnya, Bakuy pun memutuskan untuk makan di salah satu restoran Tionghoa yang ada di Myeongdong.


Eits, tapi alasan kenapa Bakuy mampir ke restoran Tionghoa bukan karena Bakuy uda eneg sama makanan Korea lho, ya! Bakuy sengaja mampir ke restoran Tionghoa karena ada satu hidangan yang hanya bisa disantap di situ : jajangmyeon!

Jajangmyeon
Jajangmyeon terenak yang pernah Bakuy santap!

Mi kedelai hitam ini merupakan masakan Korea-Tiongkok, teman-temankuy. Jadi, teman-temankuy engga akan bisa menemukan hidangan ini di restoran Korea. Untuk makan hidangan ini, teman-temankuy harus beli di restoran Tionghoa yang ada di Korea. Jadi, jangan sampai salah, yak! Untuk ngebedainnya gampang banget, kok. Restoran Tionghoa itu ya di mana-mana identik sama lampion merah dan barongsai. Jadi kalau nemu dua ornamen itu, sudah bisa dipastikan itu restoran Tionghoa. Beberapa hidangan Korea-Tionghoa antara lain jajangmyeon, jjampong, tangsuyuk, dan mandu.


Karena di Myeongdong ada banyak turis asing, otomatis tamu yang datang ke restoran ini juga banyak turis asingnya. Bakuy sih lihat dua orang turis kulit hitam dan satu keluarga berbahasa Mandarin. Ga berapa lama nunggu, jajangmyeon udah langsung keluar. Porsinya besar dan rasanya mantap. Perpaduan antara mi yang kenyal dengan saus kedelai hitam atau chunjang (ģ¶˜ģž„) yang dimasak bersama sayuran dan daging benar-benar pas di lidah. Akan tetapi, Bakuy harus mengakui kalau hidangan ini bukan hidangan yang pasti akan disukai seluruh lidah orang Indonesia. Soalnya beberapa orang, termasuk abangnya Bakuy, engga doyan.


Royal Tombs of the Joseon Dynasty - Three Western Tombs in Goyang/Seosamneung (ģ„œģ‚¼ė¦‰/脿三陵)

Oke, urusan perut selesai, saatnya Bakuy kembali mengeksplor Korea Selatan. Berhubung hari itu adalah hari terakhir di Seoul, sedangkan Bakuy sudah menelusuri hampir setiap hal menarik di sana, Bakuy memutuskan untuk mengunjungi daerah sub-urban. Kalau meminjam istilah yang familiar bagi orang Jakarta, daerah ini ibarat kayak Bogor-nya Seoul gitu deh. Letaknya agak sedikit ke barat laut dari Seoul, dan tiap hari ada banyak warga dari daerah sini yang berkomuter naik subway untuk bekerja di Seoul.

Public Bus to Seosamneung
Jadwal bus menuju Seosamneung yang hanya tersedia dalam bahasa Korea

Lokasi ini pasti sangat asing sekali bagi teman-temankuy. Engga heran, sih, soalnya emang jarang banget ada orang yang mau datang ke sini. Alasan Bakuy ke sini adalah karena Bakuy pengen mendatangi salah satu situs Warisan Dunia UNESCO lainnya yang ada di Korea Selatan, yakni pemakaman raja-raja Joseon. Nah, uniknya, situs ini bukanlah situs yang berada di satu lokasi yang terpusat.

Public transport to Seosamneung
Halte bus di Goyang

Makam raja-raja Joseon ini tersebar di berbagai tempat di Semenanjung Korea. Goyang hanyalah satu dari 16 situs yang ada di wilayah Korea Selatan. Sementara itu, ada juga 2 situs makam yang terletak di Korea Utara. Dan, alasan kenapa Bakuy memilih situs yang ini adalah karena di sini ada makam raja yang paling familiar bagi Bakuy, yakni Raja Cheoljong. Alasannya kenapa? Yuk, simak terus ceritanya yaa haha.

going to Seosamneung by public transport
Interior bus menuju Seosamneung

Nama situs yang akan Bakuy kunjungi adalah Seosamneung yang secara harfiah artinya adalah ā€˜tiga makam barat’. Sama seperti DMZ, Seosamneung yang terletak di kota Goyang ini merupakan bagian dari Propinsi Gyeonggi. Untuk mencapai Seosamneung dari Seoul sangatlah mudah dan murah. Hanya sahaja memang, butuh waktu dan tenaga lebih banyak karena jaraknya agak jauh. Dari Stasiun Myeongdong, teman-temankuy hanya perlu naik subway Jalur 3 dan turun di Wonheung Station. Sebenarnya, teman-temankuy bisa juga naik Jalur 2. Tapi teman-temankuy nantinya harus transit. Makanya, Bakuy sarankan untuk naik Jalur 3 kalau dari Myeongdong.

how to get to Seosamneung by bus
Menyusuri jalanan hampa tak bertuan

Dari Wonheung Station, teman-temankuy harus keluar di Pintu 7. Ga jauh dari sana, teman-temankuy akan menemukan sebuah halte kecil sebelum memasuki terowongan. Nah, teman-temankuy hanya perlu menunggu bus nomor 043 di halte tersebut.

Winter in Korea
Nemu spot pemandangan cakep pas jalan menuju Seosamneung!

Teman-temankuy harus mencatat bahwa bus ini merupakan bus mini yang disediakan pemerintah lokal untuk mendukung sektor pariwisata. Akan tetapi, karena situs Seosamneung sendiri belum populer, peminatnya masih sedikit. Alhasil, frekuensi bus pun tidak banyak. Bakuy ingat waktu itu Bakuy harus menunggu sekitar 20 menit. Jangan lupa pula kalau waktu itu masih bulan Januari. Suhu udara masih minus. Bakuy benar-benar merasa jadi seperti Olaf. Pun waktu busnya datang, penumpang yang naik cuma Bakuy haha.

Seosamneung
Pintu masuk Seosamneung

Jangan pernah sekali-sekali berpikir untuk jalan kaki dari Wonheung Station ke Seosamneung karena Seosamneung ini sangat terpencil sekali posisinya. Pun meski sudah naik bus, teman-temankuy masih harus berjalan kaki 650 meter menelusuri jalanan sunyi tak bertrotoar menuju pintu masuk Seosamneung. Tenang sahaja, Korea Selatan adalah negara yang aman. Walaupun jalan menuju Seosamneung begitu sepi (benar-benar sepi, sumpah, udah kayak lagi jalan kaki ke tanah tak bertuan) Bakuy tidak merasakan adanya bahaya sedikitpun. Bakuy malah sempat berpikir Bakuy salah jalan karena jalan itu rupanya menuju ke sebuah bangunan yang menyerupai pabrik. Untunglah waktu itu Bakuy tetap nekat sahaja bermodal kepercayaan diri berkat Navermap. Ternyata pintu masuk Seosamneung dan pabrik memang bersebelahan. Jadi, jalan itu memang menuntun ke arah pintu pabrik, tapi sebelum pintu masuk itu nanti ada belokan ke kanan ke arah jalan tak beraspal yang ada pintu gerbangnya. Nah, itulah pintu masuk Seosamneung.

Heuireung
Heuireung, makam Ratu Janggyeong

Alangkah terkejutnya Bakuy waktu stafnya bilang kalau internet di sana sedang bermasalah sehingga mereka mempersilakan Bakuy untuk masuk sahaja secara gratis haha. Ternyata di negara semaju Korea Selatan pun internet bisa bermasalah juga, ya? Ongkos tiket masuknya memang enggak mahal, sih. Cuma KRW 1000 kalo ga salah. Tapi tetep sahaja, dikasih gratisan pasti seneng dong hehe.

Seosamneung
Peta situs Seosamneung

Makam ini engga luas. Karena posisinya sangat terpencil sekali, Bakuy benar-benar merasa nyaman banget di sini. Suasananya tenang, sunyi, dan damai. Sepanjang mata memandang engga ada orang satupun. Pengunjung yang datang saat itu hanya Bakuy seorang. Jadi situs tersebut udah seperti milik Bakuy sendiri.

Euiryeongwon
Euiryeongwon

Desain makam raja-raja Joseon mengikuti prinsip ajaran Konghucu. Ada banyak aspek yang dipertimbangkan sebelum makam dibangun. Bahkan, posisi makam pun sangat dipertimbangkan. Beberapa hal yang jadi pertimbangan misalnya adalah jarak antara makam dengan ibukota Hanseong (sekarang Seoul), jarak antara kompleks makam yang satu dengan kompleks makam yang lain, aksesibilitas menuju lokasi makam, hingga geomansi. Tentunya, selain untuk memenuhi hal-hal yang bersifat spiritual, hal ini dilakukan demi menjaga kenyamanan raja yang tengah memerintah saat hendak melakukan ziarah.

Euiryeongwon, Seosamneung
Karena merupakan makam bayi, Euiryeongwon berukuran sangat kecil

Seosamneung, sesuai namanya, terdiri dari tiga makam. Ketiga makam itu antara lain Euiryeongwon, Heuineung, dan Yereung. Euiryeongwon merupakan makam untuk Putra Mahkota Uiso, anak pertama dari Pangeran Sado dengan istrinya, Putri Hyegyeong. Saat dilahirkan pada tahun 1750, ia merupakan pewaris tahta urutan ketiga. Malang nasibnya, Putra Mahkota Uiso meninggal hanya dua tahun setelah dilahirkan. Jasadnya pun dimakamkan di daerah Bukahyeon-dong, Seodaemun-gu, Seoul. Status makam sang pangeran yang semula Uisomyo ('myo' merupakan makam untuk bangsawan rendah) dinaikkan menjadi Uiryeongwon pada tahun 1870. Lokasi makam dipindahkan ke Seosamneung pada tahun 1949.

Heuireung
Karena merupakan makam permaisuri, Heuireung berukuran jauh lebih besar daripada Euiryeongwon

Heuireung adalah makam untuk Ratu Janggyeong dari Klan Yoon, istri kedua dari Raja Jungjong. Ia dinobatkan sebagai ratu pada tahun 1507 dan merupakan ibu kandung dari Raja Injong dan Putri Hyohye. Malang, Sang Ratu meninggal hanya 7 hari setelah melahirkan putranya pada tahun 1515. Sama seperti Uiryeongwon, lokasi Heuireung aslinya bukan di Seosamneung, melainkan di dekat kompleks Heolleung (kompleks makam Raja Taejong dan Ratu Wongyeong) yang ada di Seoul, akan tetap dipindahkan ke Seosamneung pada tahun 1537. Saat suaminya, Raja Jungjong, meninggal pada tahun 1544, ia dimakamkan tepat di bukit seberang Heuireung dan kedua makam ini dinamakan Jeongneung. Akan tetapi, makam sang raja dipindahkan ke kompleks Seolleung (di daerah Gangnam, Seoul) pada tahun 1562, sehingga Heuireung menjadi seperti sekarang adanya.

Heuireung, Seosamneung
Desain arsitektur Heuireung yang khas Korea

Makam terakhir – sekaligus makam yang paling ingin Bakuy datangi – adalah Yereung. Yereung merupakan makam Raja Cheoljong, raja ke-25 Joseon, dan istrinya, Ratu Cheorin dari Klan Andong Kim. Mungkin sebagian dari teman-temankuy akan langsung menyadari kenapa Bakuy ingin ke sini, tapi Bakuy yakin sebagian besar tidak haha.

Euiryongwon
Interior kuil Euiryeongwon

Alasan kenapa Bakuy ingin mengunjungi Yereung adalah karena Raja Cheoljong dan Ratu Cheorin merupakan dua tokoh sejarah yang karakternya ā€˜dipinjam’ dalam drama komedi-romantis Mr Queen! Drama ini diperankan oleh Kim Jung-hyun sebagai Raja Cheoljong dan Shin Hyesoon sebagai Ratu Cheorin. Sebagai penggemar drama Korea, Bakuy dapat meyakini bahwa drama ini merupakan salah satu drama terbaik yang pernah Bakuy tonton. Bahkan, sampai saat artikel ini ditulis, Bakuy masih suka menonton drama tersebut lagi dan lagi hehe.

Euiryeongwon
Batu nisan Euiryeongwon yang isinya dibuat oleh Raja Yeongjo

Saking sukanya Bakuy dengan drama Mr Queen, waktu ziarah ke Yereung, yang ada di otak Bakuy adalah dua karakter Mr Queen itu kini sudah hidup berbahagia bersama dalam keabadian. Walaupun catatan sejarah menggambarkan Raja Cheoljong sebagai raja yang bodoh dan berpenampilan seperti nelayan, yang ada di dalam kepala Bakuy adalah Raja Cheoljong yang diperankan Kim Jung-hyun. Aneh, memang. Tapi nyata haha.

Yereung
Yereung

Raja Cheoljong memiliki nama asli Yi Won-beom. Ia merupakan anak dari Jeongye Daewongun yang dilahirkan dalam pengasingan di Pulau Ganghwa. Ketika Raja Heonjong meninggal tanpa keturunan, hak penentuan penerus tahta jatuh ke tangan Ibu Suri Sunwon dari Klan Andong Kim. Klan Andong Kim sendiri merupakan salah satu klan besar yang sangat korup di Joseon. Sebagai keluarga yang telah beberapa kali menjadikan anggota mereka ratu, klan Andong Kim telah mencengkeram istana di dalam genggamannya. Dan, untuk memastikan kekuasaan mereka tetap abadi, mereka sengaja memilih penerus tahta yang mudah dikelabui. Apabila orang tersebut telah berkuasa dan menjadi sulit dikendalikan, klan Andong Kim akan menciptakan berbagai narasi seperti skenario pengkhianatan hingga pembunuhan untuk menyingkirkan sang raja dari tahta.

Yereung
Ruang penyimpanan batu nisan

Dengan situasi seperti ini, Raja Cheoljong yang buta huruf dan tak berpendidikan merupakan pilihan yang ideal. Klan Andong Kim tidak membutuhkan raja yang cerdas, arif, dan bijaksana. Mereka hanya memerlukan seseorang yang penurut dan mudah disetir.

Yereung
Yereung dari dekat

Sesuai dugaan, pemerintahan Raja Cheoljong sangat sarat akan korupsi dan nepotisme terutama di tiga bidang sumber utama perpajakan yakni agraria, kemiliteran, dan kebendaharaan pangan negara. Hal inilah yang memicu pemberontakan para petani menentang kekuasaan raja. Beberapa upaya telah dilakukan untuk meredakan situasi ini tapi efeknya sangat minim dikarenakan kekuasaan yang dipegang oleh klan Andong Kim.

Seosamneung
Makam Raja Cheoljong dan Ratu Cheorin

Raja Cheoljong yang frutrasi pun jatuh pada alkohol dan wanita hingga ia mati muda pada usia 32 tahun tanpa meninggalkan keturunan. Raja Cheoljong yang bersedih itu dikenang sebagai raja tak berdaya yang tak lebih dari sekadar penguasa boneka. Ratu Cheorin, istri Raja Cheoljong yang juga anggota dari klan Andong Kim, juga tidak mampu berbuat banyak dalam hal politik karena kekuasaan dipegang penuh oleh para senior dari klannya.

Yereung, Seosamneung
Karena merupakan makam raja, Yereung begitu besar sampai-sampai tidak muat satu frame

Yereung merupakan makam terakhir yang dibangun mengikuti protokol kenegaraan yang tercantum dalam Gukjo Sangnye Bopyeon (źµ­ģ”°ģƒė”€ė³“ķŽø/åœ‹ęœå–Ŗē¦®č£œē·Ø) atau Supplementary Book on State Funeral Rites dikarenakan sepeninggalan Raja Cheoljong, tensi politik di Asia Timur meningkat dan Joseon jatuh ke dalam pengaruh Jepang.

Yereung, Seosamneung
Patung penjaga makam raja, harus di-zoom saking jauhnya karena ukuran makam sangat besar

Nah, drama Mr Queen mencoba membuat alternatif lain dari kisah Raja Cheoljong yang menyedihkan ini. Drama tersebut hendak menjelaskan pada audiens bahwa sejatinya Raja Cheoljong sendiri adalah korban dari kekacauan politik Joseon pada saat itu. Selama ini, orang-orang Korea melihat Raja Cheoljong sebagai raja yang tidak becus. Akan tetapi, drama ini berusaha menunjukkan kalau sang raja, walaupun seandainya ia adalah seseorang yang paling kompeten sekalipun, tidak akan berdaya apabila harus berhadapan dengan situasi politik Joseon pada masa itu. Raja Cheoljong, yang naik tahta bukan karena kompetensinya, hanya menjadi sarung tinju sekaligus target kebencian dari orang-orang yang seakan lupa bahwa biang keladi dari korupsi tersebut adalah klan Andong Kim.

Seosamneung
Pagar pembatas makam raja

Intinya, menurut Bakuy, Raja Cheoljong juga tidak sepenuhnya bersalah. Eh, tapi ini agak bias, sih. Soalnya Raja Cheoljong yang ada di kepala Bakuy itu Raja Cheoljong-nya Kim Jung-hyun, dan Ratu Cheorin yang Bakuy bayangkan adalah Shin Hyesoon hehehe


Han River (ķ•œź°•/漢江)

Salah satu tempat paling ikonik di Seoul, selain Istana Gyeongbok, adalah Sungai Han. Sungai ini bukan hanya penting bagi Seoul, melainkan juga bagi Korea sebagai sebuah bangsa. Saking kuatnya hubungan antara sungai ini dengan bangsa Korea, periode masa keemasan perekonomian Korea Selatan bahkan disebut sebagai ā€˜Keajaiban Sungai Han’. Jadi, rugi dong, kalau udah jauh-jauh ke Korea Selatan tapi engga mampir ke sungai ini?

Seoul subway
Warga Seoul yang telah kembali setelah libur panjang Seollal

Yang membuat sungai ini makin menarik adalah karena tepian sungainya sudah didesain sedemikian rupa sehingga nyaman untuk dipakai berekreasi. Warga Seoul suka sekali berolahraga di tepi sungai ini, seperti bersepeda, jogging, atau bahkan piknik. Lalu, kalau malam, di Jembatan Banpo suka ada pertunjukan air mancur warna-warni. Tergiur deh Bakuy untuk jalan-jalan kemari.

Han River
Menikmati Sungai Han yang tidak bisa dinikmati

Tapi oh tapi, sekembalinya Bakuy dari Goyang ke Seoul, hari sudah gelap. Seoul pun sudah bukan lagi kota sepi seperti saat Seollal. Saat itu, liburan Seollal telah usai dan orang-orang sudah kembali lagi ke ibukota. Akibatnya, subway sudah penuh lagi! Bakuy sempat terkejut waktu lihat antrean subway saat itu saking mencoloknya perbedaan situasi saat Bakuy datang dan saat Bakuy baru kembali dari Goyang. Kondisinya benar-benar seperti kondisi KRL Jabodetabek sepulang jam kantor!

Han River at Night
Pemandangan Sungai Han kala malam

Setelah berdesak-desakan, Bakuy pun berhasil tiba di Shinbanpo Station dan jalan kaki menuju Sungai Han. Tapi… di sana sepi banget! Memang ada jalur-jalur pedestrian yang dibuat agar warga bisa jalan kaki atau bersepeda dengan nyaman, tapi saat itu sangat gelap dan tidak ada seorangpun. Hanya ada Bakuy seorang di pinggir Sungai Han yang arusnya ternyata sangat deras. Pantas sahaja banyak orang yang bunuh diri di sungai itu.

Kang Tae-oh
Iklan Kang Tae-oh di Stasiun Shinbanpo

Karena situasinya sangat menyeramkan dan tidak ada tanda-tanda pertunjukan air mancur akan dimulai, Bakuy pun memutuskan untuk pulang lagi ke hotel untuk bersiap-siap menuju kota selanjutnya. Akhirnya, eksplorasi Bakuy di Seoul sudah selesai. Saatnya Bakuy beralih ke kota-kota lain di Korea Selatan!


Suwon Day 7, 28 Januari 2023

Setelah 6 hari penuh mengelilingi Seoul, Bakuy pun akhirnya dapat memutuskan bahwa Bakuy sudah menamatkan seluruh destinasi wajib yang ingin Bakuy kunjungi. Oleh sebab itu, Bakuy pun memutuskan untuk beralih ke kota selanjutnya yakni Jeonju. Akan tetapi, sebelum mencapai Jeonju, ada satu kota lagi yang hendak Bakuy singgahi yakni Suwon.


Berbeda dengan Jeonju yang terletak jauh ke arah selatan di Propinsi Jeolla-buk (ģ „ė¼ė¶/å…Øē¾…åŒ—), Suwon terletak di Propinsi Gyeonggi yang masih bertetanggaan dengan Seoul. Jarak antara Seoul dengan Suwon juga relatif dekat sehingga ada banyak warga Suwon yang setiap hari berkomuter ke Seoul untuk bekerja. Jaraknya kurang lebih mungkin seperti jarak Jakarta dengan Bekasi.

Guil Station
Para komuter yang hendak berangkat ke Seoul untuk bekerja

Sebetulnya, Bakuy sudah punya tiket kereta jenis Mugunghwa yang berangkat dari Seoul Station ke Suwon. Akan tetapi, berangkatnya pagi sekali jam 07:56. Bakuy yang hari itu masih malas bangun terlalu pagi pun memutuskan untuk melewatkannya sahaja. Lagipula, jarak Seoul ke Suwon hanya sekitar 1 jam dan bisa ditempuh menggunakan subway biasa. Harga tiket kereta Mugunghwa juga tidak mahal, hanya sekitar IDR 36k. Maka, Bakuy pun memutuskan untuk melewatkannya sahaja dan naik subway biasa.


Tapi lagi-lagi, ada sahaja cobaan yang harus Bakuy lalui sebelum tiba di Suwon : salah naik kereta! Jadi, dari hotel, Bakuy jalan ke stasiun subway terdekat yakni Jongno 3(sam)-ga Station. Dari sana, mestinya Bakuy hanya perlu naik kereta Jalur 1 yang mengarah ke Cheonan Station. Nah, tapi Bakuy engga sadar kalau ternyata Jalur 1 itu ada dua cabang yaitu yang mengarah ke Incheon dan mengarah ke Cheonan!


Alhasil, Bakuy dengan polosnya naik kereta pertama yang lewat dan kegirangan karena dapat tempat duduk lalu tertidur. Pas bangun, Bakuy coba cek ponsel untuk mengecek posisi apakah masih jauh atau tidak. Tapi kok, nama stasiun yang sedang Bakuy lewati ini tidak ada di daftar 16 stasiun yang mestinya Bakuy lewati. Bakuy mencoba untuk tenang dan mulai mencari-cari informasi lewat internet.

Guro Station
Stasiun Guro

Oke, begitu mengetahui kalau Bakuy salah naik kereta, Bakuy pun segera turun untuk naik kereta yang memutar balik. Untunglah, Bakuy nyasarnya engga kejauhan. Bakuy turun di Gaebong Station. Dari sana, Bakuy hanya perlu naik kereta yang mengarah ke Seoul. Kereta itu akan melewati Guil Station dan Guro Station. Bakuy lalu tinggal turun di Guro Station dan menunggu kereta yang mengarah ke Cheonan.

human trafficking in South Korea
Iklan pernikahan dengan orang asing yang diam-diam disebarkan di subway

Terdengar mudah, memang, tapi karena waktu itu adalah jam berangkat kantor, dan baik Gaebong maupun Guil Station adalah stasiun para komuter, gerbong menjadi sangat penuh. Mana Bakuy bawa koper ukuran bagasi kan, jadinya engga enak sama penumpang yang lain karena jadi makan tempat huhu. Tapi ya apa boleh buat kan. Kebetulan juga itu keretanya berangkat dari arah Incheon. Mereka harusnya ngira Bakuy abis perjalanan dari bandara. Padahal sih aslinya nyasar hehe.

Suwon Station
Suwon Station

Perjalanan yang mestinya hanya butuh 1 jam itu jadi molor 30 menit gara-gara insiden nyasar haha. Sesampainya di Suwon Station, hal pertama yang Bakuy lakukan adalah mencari left luggage. Fasilitas left luggage merupakan hal yang umum di stasiun-stasiun besar yang ada di Asia Timur yang memang memiliki kultur transportasi berbasis rel yang kuat. Untuk orang-orang yang suka traveling dengan ritme cepat seperti Bakuy, fasilitas ini sungguh membantu. Soalnya kita jadi bisa bebas mengeksplor sebuah kota tanpa harus membayar akomodasi di kota tersebut.

left luggage at Suwon Station
Fasilitas left luggage di Suwon Station

Berbeda dengan yang ada di Nanjing, fasilitas left luggage yang ada di Suwon Station mirip dengan yang ada di Hiroshima. Teman-temankuy hanya perlu menghampiri kiosnya yang berbentuk komputer, memilih ukuran loker yang diinginkan, bayar (bisa pakai tunai maupun kartu kredit), pasang PIN, selesai. Ada tiga jenis loker yaitu yang ukuran kecil, ukuran sedang (muat untuk koper ukuran kabin), dan ukuran besar (muat untuk koper ukuran bagasi). Harganya disesuaikan dengan lama waktu serta ukuran loker. Jujur, Bakuy lupa banget awal bayarnya itu berapa. Tapi harga itu hanya berlaku untuk kalau ga salah tiga jam pertama. Kalau teman-temankuy menyimpan melebihi batas waktu tersebut, nanti waktu mau ngambil akan ditagih lagi kelebihannya. Praktis, kan? Jangan khawatir, walaupun Bakuy lupa harga persisnya, tapi Bakuy ingat harganya tidak mahal. Sebagai gambaran, Bakuy titip sekitar pukul setengah 11 dan klaim lagi sekitar pukul 4, itu hanya ditagih selisih KRW 3000 untuk loker ukuran bagasi. Masih terjangkau, kan?


Suwon Hwaseong Fortress (ģˆ˜ģ›ķ™”ģ„±/ę°“åŽŸčÆåŸŽ)

Setelah selesai menitipkan koper, Bakuy pun langsung menyeberang stasiun untuk menunggu di halte bus. Destinasi yang ingin Bakuy kunjungi di Suwon adalah Benteng Hwaseong (ģˆ˜ģ›ķ™”ģ„±/ę°“åŽŸčÆåŸŽ). Maka, dari Suwon Station Bakuy naik bus 777 dan turun di Jangan Park (ģž„ģ•ˆź³µģ›/長安公園). Sebenarnya, teman-temankuy tidak perlu terpaku untuk hanya naik bus nomor 777 untuk sampai di Benteng Hwaseong. Sebab, benteng ini terletak di pusat kota. Sehingga, ada banyak sekali bus yang akan melewati benteng ini. Rutenya juga beragam. Teman-temankuy hanya perlu mengikuti arahan yang ada di Navermap. Mudah, kok!

Janganmun
Janganmun (ģž„ģ•ˆė¬ø/長安門)

Note : sebenarnya agak kurang tepat untuk menyebut ā€˜Benteng Hwaseong’ karena pada hakikatnya, nama tempat ini secara harfiah adalah ā€˜Tembok Menakjubkan Suwon’. Hanja 城 memiliki arti ā€˜tembok/benteng’, sedangkan Hanja čÆ memiliki arti ā€˜menakjubkan/keindahan/kemakmuran’, atau kalau di Tiongkok, Hanja ini seringkali dilekatkan dengan Hanja äø­ menjadi äø­čÆ (Zhonghua) yang berarti ā€˜sesuatu yang berkaitan dengan Tiongkok’. Terlepas dari apakah benar tembok ini ada kaitannya dengan Tiongkok atau tidak (orang Korea tidak senang apabila barang maupun situs sejarah mereka dikaitkan dengan Tiongkok), apabila ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia, nama tempat ini menjadi ā€˜Benteng Hwa di Suwon’. Tapi karena rasanya kurang nyaman, di sini Bakuy akan menyebutnya dengan nama Benteng Hwaseong, walaupun itu berarti Bakuy mengartikan kata ā€˜seong’ dua kali.

Hwaseong Fortress
Nuansa megah Benteng Hwaseong

Meskipun merupakan salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO, popularitas Benteng Hwaseong masih belum mampu menandingi destinasi-destinasi lain yang lebih turistik seperti Gyeongbokgung dan Nami Island – apalagi bagi orang Indonesia. Hal ini dikarenakan paket-paket wisata yang dijual di Indonesia pada umumnya tidak pernah memasukkan benteng ini sebagai destinasi. Lokasinya yang berada di luar Seoul tentu membuat biaya logistik jadi naik, sehingga mereka lebih memilih tempat-tempat yang di sekitar Seoul sahaja. Padahal, Benteng Hwaseong ini sangat layak dikunjungi dan termasuk lokasi yang cukup sering dipakai untuk syuting drama Korea.

Suwon Hwaseong Fortress
Titik awal penelusuran

Sejarah Benteng Hwaseong dimulai dari Raja Jeongjo, raja ke-22 dinasti Joseon, yang mewarisi tahta dari kakeknya, Raja Yeongjo. Berbeda dengan kakeknya yang lemah dan dianggap mengidap rasa inferioritas, Raja Jeongjo merupakan raja yang cerdas dan bijaksana. Ia adalah raja yang menginginkan reformasi besar-besaran di dalam pemerintahan yang ia anggap bapuk. Saking bapuknya sistem pemerintahan Joseon pada saat itu, Raja Jeongjo memutuskan untuk memulai segalanya dari awal. Termasuk membangun kembali ibukota baru di Suwon.

Suwon Hwaseong Fortress
Titik nol perjalanan

Berbeda dengan Seoul, Suwon dianggap memiliki posisi yang lebih strategis karena memiliki akses yang lebih baik ke Laut Kuning sehingga dapat membuat Joseon lebih terkoneksi dengan Tiongkok. Hal ini ia sadari setelah mempelajari tentang sejarah robohnya front Korea ketika berperang melawan Jepang dalam Perang Imjin tahun 1592-1598. Sang Raja begitu serius untuk membangun ibukota baru hingga ia memberi banyak insentif berupa pembangunan fasilitas-fasilitas baru serta keringanan fiskal. Hal ini dilakukan agar makin banyak rakyat yang bersedia direlokasi ke Suwon.

Suwon Hwaseong Fortress
Menara pengawas pertama

Pembangunan Benteng Hwaseong sendiri dilakukan dari tahun 1794 hingga 1796 mengikuti desain yang dibuat oleh Jeong Yakyong, filsuf terpandang di era Joseon sekaligus salah satu tokoh dari Gerakan Silhak (실학/實學) yang memiliki arti ā€˜studi praktikal’. Gerakan Silhak memiliki tujuan untuk mereformasi paham Konfusianisme yang bersifat abstrak dan rigid. Gerakan ini menentang ajaran stratifikasi sosial yang begitu ketat dan tanpa pengecualian yang ada dalam ajaran Konfusianisme.


Oh iya, fakta seru sahaja, kalau Jeong Yakyong ini merupakan kakek buyut dari aktor kenamaan Korea Selatan, Jung Hae-in.

Suwon Hwaseong Fortress
Benteng Suwon merupakan satu-satunya benteng kota yang masih berdiri di Korea Selatan

Sesuai namanya, ajaran Silhak memiliki pendekatan saintis dan industrial daripada Konfusianisme tradisional yang bersifat abstrak dan filosofis. Oleh sebab itu, Benteng Hwaseong dirancang bukan hanya mengikuti desain benteng-benteng tradisional di Korea dan Tiongkok yang lebih mementingkan aspek filosofis, tapi juga aspek sains dan industrial. Salah satu buktinya adalah penggunaan batu bata sebagai bahan material serta mesin katrol dan derek dalam pembangunan benteng.

Suwon Hwaseong Fortress
Kontur Benteng Hwaseong yang naik-turun mengikuti kontur wilayah sekitar

Begitu besarnya biaya dan upaya yang harus dikeluarkan oleh negara untuk membangun Benteng Hwaseong membuat Raja Jeongjo memutuskan untuk mengabadikan desain benteng tersebut. Tujuannya adalah supaya kelak anak-cucunya dapat mengetahui betapa hebat dan mahalnya benteng tersebut dibuat. Nama catatan itu adalah Hwaseong Seongyeok Uigwe (ķ™”ģ„±ģ„±ģ—­ģ˜ź¶¤/čÆåŸŽåŸŽå½¹å„€č»Œ) dan, meskipun Sang Raja sendiri tidak dapat melihat catatan tersebut karena lebih dahulu berpulang sebelum sempat diselesaikan, sesuai harapan Sang Raja, catatan tersebut memang sangat membantu anak-cucunya kelak.

Suwon Hwaseong Fortress
Menikmati keasrian Benteng Hwaseong

Akibat Perang Korea, sebagian besar bagian dari Benteng Hwaseong hancur lebur dan tidak bisa diselamatkan. Akan tetapi, berkat catatan yang ada dalam Hwaseong Seongyeok Uigwe, Pemerintah Korea Selatan dapat melakukan rekonstruksi ulang mengikuti blueprint sesungguhnya yang digambar sekitar 200 tahun yang lalu. Upaya rekonstruksi dimulai di tahun 1970 dan masih terus berjalan hingga hari ini.

Hwaseong Seojangdae
Seojangdae(ģ„œģž„ėŒ€/č„æå°‡å°), pos komando barat

Bukan hanya mempermudah proses rekonstruksi, keberadaan Hwaseong Seongyeok Uigwe juga membantu situs ini untuk dimasukkan ke dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO tahun 1997. Walaupun statusnya yang murni sebagai hasil rekonstruksi dan bukan struktur asli, UNESCO berpendapat bahwa struktur tersebut sangat mendekati aslinya oleh dikarenakan proses rekonstruksi yang mengikuti catatan asli yang ditulis 200 tahun yang lalu. Maka, hasil rekonstruksi benteng ini tidak mengurangi nilai orisinalitas secara signifikan dari struktur aslinya yang telah hancur.

Seonodae
Seonodae, tempat para pemanah meluncurkan anak panah mereka

Tadinya Bakuy sempat meremehkan ukuran Benteng Hwaseong. Maksud Bakuy, Bakuy kira ukurannya tidak akan sebesar Gate of China di Nanjing. Tapi rupanya Bakuy keliru besar. Benteng Hwaseong ini benar-benar panjang sehingga sering dipakai warga untuk berolahraga atau jalan-jalan bersama anjing. Ukurannya memang tidak sebesar dan semegah Great Wall, tapi kurang lebih bisa disandingkan dengan Gate of China di Nanjing. Bakuy menganggap tembok ini seperti Great Wall ukuran mini. Kalau teman-temankuy sanggup mengelilingi benteng ini dari ujung ke ujung, maka teman-temankuy bisa memandangi hampir seluruh kota Suwon.

Suwon City
Pemandangan kota Suwon dari Seojangdae

Karena Bakuy datang saat musim dingin, jalan-jalan di sana sangat menyenangkan. Udaranya dingin sehingga keringat tidak banyak. Dinginnya juga engga selebay waktu Bakuy ke DMZ. Tapi ini relatif yaa, soalnya bisa sahaja Bakuy jadi bias karena sudah pernah merasakan suhu -22°C haha. Karena tidak terlalu populer, benteng ini lebih banyak dikunjungi turis domestik. Turis mancanegara juga ada, tapi semuanya adalah turis independen, bukan rombongan tur seperti yang banyak ditemui di Gyeongbokgung maupun Bukchon.

Suwon Hwaseong Fortress
Salah satu sudut Benteng Hwaseong

Kalau teman-temankuy ingin tempat jogging yang nyaman tapi dengan nuansa historis, situs ini sangat Bakuy rekomendasikan sekali. Walaupun memang butuh usaha untuk mencapainya dari Seoul, tapi situs ini sangat layak dikunjungi mengingat arsitekturnya yang luar biasa dan nilai sejarahnya yang tinggi. Situs ini juga merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, sehingga tentu sahaja menambah nilai tambah.

Suwon Hwaseong Fortress
Salah satu pintu masuk Benteng Hwaseong

Temporary Palace in Suwon Hwaseong Fortress (ģˆ˜ģ›ķ™”ģ„±ķ–‰ź¶/ę°“åŽŸčÆåŸŽč”Œå®®) dan Seongsinsa (성신사/åŸŽē„žē„ )

Di dalam kompleks Benteng Hwaseong, terdapat beberapa situs bersejarah dan museum. Namun, hanya dua tempat yang Bakuy kunjungi yakni Seongsinsa dan Istana Hwaseong. Berbeda dengan Istana Hwaseong yang memang Bakuy sudah tentukan sebelumnya untuk harus didatangi, Bakuy mengunjungi Seongsinsa hanya karena kebetulan lewat.

Seongsinsa
Seongsinsa

Seongsinsa sebetulnya bukan bangunan yang megah atau bagaimana. Ia hanya sebuah kuil sederhana yang terletak di dalam perlindungan Benteng Hwaseong. Dibangun pada tahun 1796, kuil ini dimaksudkan untuk mendoakan Benteng Hwaseong agar dapat melindungi Suwon di saat genting. Dahulu, ritual persembahan kepada dewa rutin dilakukan di sini setiap musim semi dan gugur. Tampilan kuil ini memang tampak baru dikarenakan merupakan hasil restorasi tahun 2008-2009. Struktur aslinya sendiri telah dirobohkan oleh Pemerintah Kolonial Jepang di masa penjajahan.

Hwaseong Seongsinsa
Interior Seongsinsa

Tujuan utama Bakuy selain Benteng Hwaseong sendiri sudah tentu adalah Istana Hwaseong. Nama asli istana ini adalah ā€˜Istana Temporer di Benteng Hwaseong’ dan sesuai namanya, istana ini merupakan tempat di mana keluarga kerajaan akan mengungsi apabila negara berada dalam kondisi darurat. Dinasti Joseon memang kerapkali membangun istana temporer sebagai lokasi perlindungan raja di kala perang, tapi istana yang ada di Suwon ini merupakan yang terbesar untuk jenisnya.

Suwon Hwaseong Haenggung
Pintu masuk utama Istana Hwaseong

Meskipun tujuan formalnya adalah sebagai istana temporer kala negara tengah genting, pada faktanya, penggunaan istana ini justru dilakukan untuk sesuatu yang bersifat personal. Raja Jeongjo yang memerintahkan pembangunan istana ini justru lebih banyak menggunakannya sebagai tempat persinggahan tiapkali ia hendak melakukan sembahyang leluhur untuk mendiang ayahnya, Putra Mahkota Sado.

Suwon Hwaseong Palace
Istana Hwaseong

Kisah Putra Mahkota Sado merupakan kisah sejarah yang kontroversial di Korea. Ia merupakan anak kedua dari Raja Yeongjo sekaligus ayah dari Raja Jeongjo. Posisi Pangeran Sado naik menjadi putra mahkota setelah kakak tirinya, Putra Mahkota Hyojang, meninggal dunia. Sebagian besar kisah Pangeran Sado diambil dari memoar yang ditulis istrinya, Putri Hyegyeong, yang juga ibu kandung Raja Jeongjo. Memoar ini ditulis pada tahun 1805 dan berisi detil kehidupan rumah tangga mereka.

Joseon bureaucrat
Patung seorang birokrat di era Joseon

Berdasarkan memoar Sang Putri, Pangeran Sado memiliki ā€˜penyakit’ yang membuatnya kerapkali jatuh pingsan. Sang Pangeran mempunyai hubungan yang tidak harmonis dengan ayahnya. Ia kerapkali panik dan ketakutan hanya dengan keberadaan sang ayah. Hal ini dikarenakan sikap Raja Yeongjo yang kerapkali intimidatif terhadap Pangeran Sado. Sang Raja diceritakan kerapkali meremehkan putranya sendiri. Bahkan, ia kerapkali dipermalukan di depan banyak orang.

Hwaseong Yuyeotaek
Aula Yuyeotaek (ģœ ģ—¬ķƒ/ē¶­čˆ‡å®…) yang berfungsi sebagai tempat penerimaan tamu saat raja tengah singgah

Meskipun Raja Yeongjo mengizinkan Sado menjalankan pemerintahan dengan pengawasan darinya, Raja Yeongjo kerapkali tidak menyenangi keputusan Sado. Sang Putri menuliskan bahwa begitu seringnya Sang Raja tidak menyenangi keputusan Sado, sehingga berkesan seolah-olah apapun keputusan yang diambilnya merupakan sebuah kesalahan di mata sang Raja.

Hwaseong Palace
Gudang penyimpanan makanan istana

Sebetulnya, sikap Raja Yeongjo dapat dipahami apabila kita mengetahui situasi politik pada masa tersebut. Pertama, Raja Yeongjo dipercaya mengidap perasaan inferioritas yang cukup gawat. Hal ini disebabkan oleh masa lalunya. Raja Yeongjo naik tahta setelah saudaranya, Raja Gyeongjo, berpulang pada tahun 1724. Terdapat dua faksi yang ada dalam pemerintahan Joseon pada saat itu yakni Noron (ė…øė” /老論) dan Soron (ģ†Œė” /å°‘č«–). Perbedaan dua faksi ini agak kompleks, tapi intinya adalah Raja Yeongjo naik tahta berkat dukungan dari faksi Noron. Sementara itu, faksi Soron yang dekat dengan Raja Gyeongjo mencurigai Raja Yeongjo sengaja meracuni saudaranya demi merebut tahta. Hal inilah yang dipercaya membuat Raja Yeongjo mempunyai rasa inferioritas. Belum lagi, Raja Yeongjo merupakan anak hasil hubungan Raja Sukjong dengan seorang pembantu istana. Status ibunya yang orang rendahan ini kembali memperparah rasa kurang percaya diri Sang Raja.

Lady Hyegyeong
Ilustrasi Putri Hyegyeong yang tengah menemui putranya, Raja Jeongjo, di Aula Bongsudang

Note : belakangan, sejarawan mulai meragukan klaim Soron dan percaya bahwa Raja Gyeongjo murni wafat akibat keracunan hidangan laut. Perlu diketahui bahwa pada saat itu belum ada teknologi pendingin di Joseon. Udang dibawa dari laut yang jaraknya 30 mil ke Seoul tanpa es di tengah musim panas dan dihidangkan pada raja. Adalah sesuatu yang wajar apabila beliau keracunan sampai meninggal. Apalagi, hal ini didukung oleh catatan mengenai gejala yang dialami mendiang raja sebelum berpulang.

King Jeongjo of Joseon
Ilustrasi Raja Jeongjo menyapa ibunya di Aula Bongsudang

Masih pada situasi pertama, dukungan terhadap dirinya membuat Raja Yeongjo lebih condong pada faksi Noron. Faksi ini menjadi sangat kuat pada saat itu – sesuatu yang tidak disenangi Pangeran Sado. Pandangan politik Pangeran Sado yang kerapkali berseberangan dengan faksi Noron inilah yang membuat Raja Yeongjo tidak senang.

Hwaseong Bongnaedang
Aula Bongnaedang (복낓당/ē¦å…§å ‚), tempat Raja Jeongjo beristirahat saat sedang singgah di istana ini

Lalu, kedua, sebagian orang berpendapat bahwa Raja Yeongjo mungkin sengaja bertindak demikian pada putranya sendiri untuk menghindari rasa inferioritas yang ada pada dirinya. Dengan mempermalukan putranya dan membuatnya terlihat tidak cakap, Raja Yeongjo jadi dapat merasa kalau dirinya memang yang paling layak untuk menduduki tahta. Pun orang-orang tak akan lagi membicarakan hal buruk tentang dirinya, karena pembicaraan itu sudah ia alihkan ke putranya. Dengan kata lain, Sang Raja sengaja mengorbankan putranya demi mengobati rasa inferioritas dirinya yang minder dengan latar belakangnya.

Hwaseong Nangnamheon
Nangnamheon (ė‚™ė‚Øķ—Œ/ę“›å—č»’), satu-satunya struktur yang masih asli di istana ini

Sikap Raja Yeongjo membuat Pangeran Sado depresi dan kerapkali mentalnya tidak stabil. Menurut memoar Putri Hyegyeong, istrinya, kondisi mental Sado makin menjadi-jadi sejak kematian nenek angkatnya, Ratu Inwon, serta ibu angkatnya, Ratu Jeongseong dalam waktu yang sangat berdekatan. Padahal, Pangeran Sado begitu dekat dengan dua orang ini. Akan tetapi, Putri Hyegyeong harus mengakui kalau suaminya mulai berbuat kekerasan sejak dipermalukan di depan umum oleh Raja Yeongjo. Dikisahkan bahwa Pangeran Sado kerap meluapkan emosinya dengan membunuh kasim atau memerkosa dayang istana. Pada suatu malam, Pangeran Sado bahkan mempertontonkan kepala dari kasim yang ia penggal pada istrinya sendiri.

Hwaseong Bongsudang
Aula utama Bongsudang

Entah benar atau tidak, Pangeran Sado dirumorkan menyelinap ke dalam istana untuk membunuh Raja Yeongjo. Hal ini dilihat sebagai pengkhianatan. Berdasarkan peraturan istana, tubuh dari anggota keluarga kerajaan tidak boleh dirusak, sehingga eksekusi tidak mungkin dilakukan. Akan tetapi, aturan ini dapat diabaikan apabila ia didakwa sebagai kriminal. Namun, jika ia didakwa sebagai kriminal, maka istri dan anak-anaknya harus ikut dieksekusi atau diasingkan dari istana.

Hwaseong Jipsacheong
Jipsacheong (집사청/åŸ·äŗ‹å»³), kantor administratif bagi pegawai istana

Demi menyelamatkan menantu dan cucunya, Raja Yeongjo memerintahkan Sado yang pada saat itu berusia 27 tahun untuk masuk ke dalam peti beras, mengurungnya di sana selama delapan hari tujuh malam, sebelum akhirnya Sang Pangeran dinyatakan meninggal dunia. Dengan cara ini, tubuh Sang Pangeran yang merupakan anggota keluarga kerajaan tidak dirusak. Selain itu, karena statusnya bukan seorang kriminal, maka istri dan anaknya tidak perlu dihukum serupa. Pangeran Sado hanya menjalankan titah dari ayahnya untuk mencabut nyawanya sendiri.

Hwaseong Palace
Istana Hwaseong

Setelah Pangeran Sado berpulang, Raja Yeongjo melarang untuk menyebutkan nama sang putra selama sisa masa pemerintahannya. Sebagian orang melihat hal ini sebagai rasa antipati, tapi sebagian berpendapat bahwa mungkin ini justru adalah simbol penyesalan Sang Raja. Pelarangan tersebut bisa jadi merupakan upaya agar Sang Raja tidak tenggelam dalam penyesalan atas tindakannya terhadap putra kandungnya sendiri di masa lalu.

Noraedang
Noraedang (ė…øėž˜ė‹¹/老來堂), bangunan yang dibangun Raja Jeongjo untuk masa tuanya setelah turun tahta

Selain itu, agar legitimasi cucu laki-lakinya sebagai pewaris tahta tidak menjadi kontroversi di kemudian hari, Sang Raja memutuskan untuk mendaftarkan anak tersebut sebagai anak dari Pangeran Hyojang – putra mahkota sebelum Pangeran Sado. Dengan kata lain, Raja Yeongjo melindungi posisi cucu laki-lakinya habis-habisan. Bisa jadi ini merupakan sebuah upaya agar cucunya tidak memiliki rasa inferioritas seperti dirinya di kemudian hari.

Suwon Hwaseong Haenggung
Arsitektur tradisional Korea di Suwon Hwaseong Haenggung

Nah, cucu laki-laki itu adalah Raja Jeongjo. Terlepas dari kisah-kisah tentang ayahnya yang kerap dipenuhi kekerasan, Raja Jeongjo tetap merupakan anak yang berbakti dan bangga menjadi putra ayahnya. Bahkan, salah satu pernyataan pertama yang ia ucapkan setelah menjadi raja adalah dirinya merupakan anak dari Pangeran Sado.

Noraedang
Pintu masuk menuju Noraedang

Raja Jeongjo sepenuhnya percaya bahwa ayahnya tidak gila seperti yang banyak didesas-desuskan orang. Ia percaya bahwa ayahnya sengaja diisukan demikian sebagai salah satu intrik istana. Oleh sebab itu, hal pertama yang ia lakukan saat memerintah adalah membersihkan nama mendiang ayahnya. Ia bahkan mengganti gelar ayahnya dari Pangeran Sado menjadi Pangeran Jangheon.

Hwaseong Nangnamheon
Menikmati orisinalitas Nangnamheon

Wow ternyata panjang juga ya kisah ini haha. Pangeran Sado dimakamkan di Yungneung (ģœµė¦‰/隆陵) di dekat Benteng Hwaseong. Oleh sebab itu, Raja Jeongjo sering mendatangi tempat ini untuk melakukan sembahyang penghormatan di makam ayahnya. Dengan alasan itu pula ia mendirikan istana temporer di sana. Istana tersebut menjadi lokasi perayaan hari ulang tahun sang ibu, Putri Hyegyeong, yang ke-60. Pesta tersebut begitu meriah dengan puluhan jenis makanan yang dihidangkan pada semua orang, termasuk rakyat biasa.

Suwon Hwaseong Haenggung
Salah satu sudut di Suwon Hwaseong Haenggung

Sama seperti situs-situs sejarah lain di Korea, sebagian besar bagian Istana Hwaseong yang berdiri hari ini merupakan hasil rekonstruksi karena sudah dirusak oleh Jepang atau hancur saat Perang Korea meletus. Satu-satunya struktur di Istana Hwaseong yang murni masih berdiri sejak dahulu adalah Nangnamheon Hall (ė‚™ė‚Øķ—Œ/ę“›å—č»’), lokasi tempat dilakukannya ritual saat kunjungan raja. Sementara itu, bagian terpenting dari istana ini adalah Bongsudang (ė“‰ģˆ˜ė‹¹/儉壽堂) atau aula utama di mana Raja Jeongjo menyapa ibunya, Putri Hyegyeong.

Suwon Hwaseong Haenggung
Salah satu bangunan di Istana Hwaseong

Berbeda dengan Benteng Hwaseong yang gratis, untuk masuk ke Istana Hwaseong harus membayar tiket masuk sebesar KRW 1500. Harga yang amat sangat murah mengingat pentingnya istana ini secara historis serta besarnya ilmu pengetahuan yang didapat dengan mengunjunginya. Bakuy kurang paham kenapa tarifnya bisa begitu murah padahal proses rekonstruksi istana ini tentu bukan main mahalnya.

Hwaseong Bongsudang
Tahta raja di Bongsudang

Note : Bakuy suka banget datang ke situs-situs sejarah di Korea karena walaupun tiketnya murah, perawatan yang diberikan pada situs tersebut tetap no kaleng-kaleng. Peninggalan sejarah benar-benar dibuat nyaman dan bagus sehingga pengunjung bisa nyaman. Kalau di Indonesia sih, tiket murah adalah pertanda pelayanan seadanya. Bakuy ingat ke Museum Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Harga tiketnya kalau ga salah cuma IDR 3000. Tapi perawatannya ya ampun jelek banget. Semak di mana-mana, air keruh, ga estetik sama sekali! Orang yang datang cuma satu atau dua, itupun buat pacaran. Bakuy sih lebih suka harga wajar tapi perawatan maksimal. Walaupun agak susah sih memang, soalnya minat orang Indonesia akan peninggalan sejarah itu relatif kecil dibanding orang asing. Kalau ke Korea aja, orang Indonesia lebih tertarik pergi ke Lotte World, Namsan Tower, Nami Island, Bukchon, dan Myeongdong.


Paldal Gate (ķŒ”ė‹¬ė¬ø/八達門) and Paldal Market (ķŒ”ė‹¬ģ‹œģž„/八達市堓)

Dari Istana Hwaseong, teman-temankuy bisa naik bus atau jalan kaki (Bakuy pilih jalan kaki hehe) ke atraksi selanjutnya yaitu Paldalmun. Banyak terjemahan bahasa Inggris yang menjadikan tempat ini menjadi Paldalmun Gate, tapi sebetulnya kata ā€˜mun’ sendiri artinya sudah ā€˜gerbang’, jadi untuk ke depannya, Bakuy akan sebut saja Paldalmun.

Paldalmun
Tampak depan dari Paldalmun

Paldalmun merupakan gerbang selatan dari Benteng Hwaseong. Namanya diambil dari Gunung Paldal (ķŒ”ė‹¬ģ‚°/八達山), sehingga artinya kurang lebih menjadi ā€˜gerbang yang mengarah ke 8 penjuru mata angin’. Dulunya, gerbang ini menempel dengan rangkaian tembok Benteng Hwaseong. Sayangnya, yang kini tersisa hanyalah bagian gerbangnya sahaja. Di bagian depan gerbang tersebuat terdapat perisai tembok tambahan berbentuk setengah lingkaran untuk melindungi gerbang dari serangan musuh. Meskipun hanya tersisa gerbangnya sahaja, desain gerbang ini merupakan sebuah contoh yang bagus dari perpaduan arsitektur tradisional Korea dengan perkembangan sains di masa itu.

Suwon Paldalmun
Paldalmun yang dilindungi lapisan tambahan berbentuk setengah lingkaran

Tidak banyak yang bisa dilakukan di Paldalmun karena pengunjung tidak bisa naik ke atas maupun masuk ke dalam area gerbang. Paldalmun terletak di persimpangan jalan umum dan tidak ada cara untuk mencapainya kecuali dengan menyeberang sembarangan. Sehingga, waktu yang perlu dialokasikan untuk tempat ini pun relatif sedikit.

Paldalmun
Paldalmun tampak belakang

Setelah puas mengambil foto Paldalmun, Bakuy melanjutkan perjalanan ke Pasar Paldal. Pasar ini ternyata mirip dengan Namdaemun. Isinya kurang lebih adalah baju-baju, tas, aksesoris, hingga peralatan rumah tangga seperti ember dan baskom. Bakuy kurang tertarik dengan semua itu, jadi Bakuy berjalan lebih ke dalam lagi mengikuti arahan Navermap karena ingin makan yangnyeom gejang.

Daging anjing

Nah, ternyata kalau berjalan lebih ke dalam, nanti akan ada pasar basahnya. Di situ dijual berbagai bahan makanan mulai dari hidangan laut, produk ternak, sampai sayuran. Bakuy lagi lihat-lihat pasar tradisional di sini, eh tau-tau malah ketemu yang jual daging anjing hehe. Jadi, di Korea itu memang ada anjing yang diternak untuk dimakan. Memang terdengar kejam, sih, tapi ini memang kultur mereka. Lagipula, kini hanya sedikit sekali orang Korea yang masih mengonsumsi daging anjing. Sebagian besar orang Korea sudah terpapar pola pikir orang Barat kalau anjing dan kucing adalah sahabat manusia, bukan makanan.

Yoon Suk-yeol
Protes menuntut Presiden Yoon Sukyeol mundur di dekat Stasiun Suwon

Begitu Bakuy sampai di titik yang diarahin sama Navermap, ternyata kiosnya bukan restoran seperti yang Bakuy harapkan, melainkan hanya kios kecil yang jual ganjang gejang dan yangnyeom gejang untuk dibungkus dan dibawa pulang. Bakuy kecewa bangettt. Masalahnya, Bakuy engga menginap di Suwon. Akan ribet kalau Bakuy harus bawa-bawa makanan gitu naik kereta. Takutnya nanti plastiknya bocor atau bagaimana dan malah jadi kotor. Ya uda deh Bakuy harus tahan keinginan Bakuy. Nanti sahaja deh, Bakuy akan cobain makan yangnyeom gejang di Busan. Busan kan kota pantai tuh, harusnya hidangan lautnya lebih sedap. Ya ga sih? Haha.

Banchan
Banchan lagi!

Pandangan Bakuy tiba-tiba tercuri oleh satu restoran ga jauh dari kios yangnyeom gejang tadi. Restoran itu berhasil mencuri perhatian Bakuy karena menjual jokbal (씱발). Apa itu jokbal? Jokbal adalah hidangan khas Korea yang terbuat dari kaki babi yang dimasak dalam bumbu lalu dipotong-potong. Jokbal ini merupakan salah satu hidangan yang pengen banget Bakuy makan di Korea karena memang enak banget. Tapi Bakuy takut porsinya kegedean karena Bakuy tau kalau jokbal itu pasti disajikan satu kaki utuh. Dan itu porsinya untuk ramai-ramai.


Tapi karena Bakuy uda sepengen itu makan jokbal, yauda Bakuy tetep beraniin diri aja untuk masuk. Berdasarkan pengalaman Bakuy, kalau memang restoran itu engga melayani tamu yang datang sendirian, mereka akan menolak dengan sopan. Nah, restoran ini engga keberatan meski Bakuy bilang datang sendirian. Ya iya sih, toh porsi dan harganya kan sama juga. Doi gaakan rugi apa-apa.

Jokbal
Jokbal

Paling agak awkward pas ada adegan ini. Jadi yang ngelayanin Bakuy tadinya adalah si ahjumma. Pas jokbal-nya datang, ahjussi restoran-nya lihat dan refleks ngomong ke si ahjumma-nya ā€œģ”±ė°œģ€ ģ–“ė–»ź²Œ ķ˜¼ģž 먹얓? (jokbareun eotteohke honja meogo?)ā€ yang kurang lebih artinya ā€˜gimana caranya makan jokbal sendirian?’ tapi buru-buru disetop sama si ahjumma-nya karena si ahjumma tau Bakuy bisa bahasa Korea HAHA. Untunglah pada saat itu Bakuy bener-bener uda kelaperan jadinya semuanya habis!


Satu lagi insiden unik adalah ketika ada dua orang turis asing yang juga masuk ke restoran tersebut. Turis itu nanyain apakah ada makanan selain daging babi, tapi karena kendala bahasa, si ahjumma gabisa menjelaskan dan malah menawarkan jokbal. Si turis nyaris nge-iya-in tapi buru-buru Bakuy sela dan bilang kalau jokbal itu kaki babi.


Ternyata dua turis itu adalah Muslim yang taat. Mereka berterima kasih banget ke Bakuy karena uda ngasi tau dan jadi jembatan bahasa antara si ahjumma dengan mereka. Mereka pasti kesulitan banget karena mereka engga bisa baca Hangeul sama sekali. Begitu uda jelas kalau semua menu yang dijual di sana berbahan dasar babi, mereka pun keluar dengan baik-baik. Wah, leganya sudah berhasil menjadi jembatan antara dua kebudayaan ini.


Yauda Bakuy pun lanjut makan jokbal lagi. Sedaaaappp!

Korail
Perjalanan menuju kota selanjutnya : Jeonju!

Begitu jam tangan Bakuy menunjukkan pukul setengah 4 sore, Bakuy pun memutuskan untuk mengakhiri perjalanan di Suwon untuk melanjutkan ke kota selanjutnya yakni Jeonju. Dari Paldalmun, Bakuy naik bus menuju Suwon Station. Begitu sampai di stasiun, Bakuy langsung menebus kopernya Bakuy, lalu berjalan menuju peron untuk menunggu kereta KTX-nya Bakuy yang akan berangkat pukul 17:09.


Ooops, ternyata artikelnya malah jadi kepanjangan lagi :") yauda kalo gitu Bakuy lanjutin lagi di bagian selanjutnya ya teman-temankuy!

Comments


You Might Also Like:

20220525_001003[1]
20190920_143037
20191207_141107
20220524_162459[1]
20191201_175832
20190918_081423%20(1)_edited
20190727_094635_edited
20190921_112855
20191202_124237
Church of the Savior on Blood, Saint Petersburg, Russia
About Me

Bayu, atau yang (belakangan ini) kerap dipanggil Bakuy, merupakan orang biasa yang memutuskan menjadi seorang solotraveler sejak tahun 2015. Pengalaman traveling-nya mungkin masih sangat minim, tapi kisah-kisah seru seorang solotraveler membuatnya tak tahan untuk tidak berbagi cerita dengan banyak orang

 

Read More

 

Join my mailing list

Bakuyyyy

Subscribe di sini ya teman-temankuy!

bottom of page